Kamis, 01 Mei 2008

SQSIQ


Super Quantum Shalawat Ikhlas Quetion ( SQSIQ )








Bak jamur di musim hujan, bak orang jualan ta'jil di bulan Ramadhan rasanya saya juga pingin ikut - ikutan bikin training spiritual yang lagi tumbuh di mana - mana. Tak tanggung - tangung, supaya bisa menyedot perhatian seluruh segmentasi pasar umat muslim maka judulnya juga harus heboh dan melingkupi semuanya. Judul Super Quantum Shalawat Ikhlas Quotient( disingkat SQSIQ, dibaca SISIK ) menurut penerawangan pribadi agaknya lumayan memikat dan bisa jadi jargon keren.

Kata super adalah perwakilan kata kedigdayaan yang luar biasa tak tertandingi. Quantum jelas mewakili para pencari kebenaran lewat jalur ilmu pengetahuan modern. Sedangkan kata shalawat adalah perwakilan para pencari keteduhan batin yang tersebar di pelosok-pelosok desa di seluruh nusantara yang jumlahnya puluhan juta atau ratusan juta di seluruh dunia. Mereka dengan sukarela menyempatkan diri menyisihkan sedikit rejeki dari sedikit rejeki yang dipunyai demi melanjutkan budaya berkumpul bersholawat yang diadakan rutin setiap malam Jum'at. Saudara -saudara kita ini rata-rata kurang mengenyam sistem pendidikan modern karena minimnya dana. Mereka hanya mengandalkan keghaiban atas sebuah keyakinan bahwa bila mereka bershalawat maka arwah Rasulullah datang dan memberi syafaat problem solving atas masalah keseharian mereka.

Last, kata ikhlas adalah sebuah tantangan diri sendiri bagaimana bila suatu saat metode ini sangat berhasil tetapi disisi lain saya tidak mendapat apa-apa bahkan tidak dianggap apa -apa. Namun di sisi lain saya juga tidak kurang apa-apa. Fuihh...kalau sudah mikir ndak dapat apa - apa mendingan tidur aja...begitu kata teman saya yang profesinya sebagai pekerja kasar. Ia begitu setia dengan prinsipnya sebab sudah belasan tahun derajat pekerjaannya nggak naik -naik.

Sebenarnya sih saya nggak serius bikin training semacam itu mengingat background pendidikan yang nggak jelas. Lulusan pesantren bukan, lulusan kampus juga bukan. Posisi saya saat menulis ini tak lebih dari posisi belatung atau bakteri pengurai, sedikit menjijikkan. Tujuannya sekedar ingin melebur, mengurai, mencampur aduk, menggerogoti sana -sini agar semua lebur menjadi satu menjadi bentuk energi murni yang dapat dikonsumsi semua umat tanpa pandang bulu. Layaknya seperti udara yang tidak bisa di monopoli keberadaannya.

Korelasi antara Super Quantum Shalawat Ikhlas Quotient adalah sosok Rasulullah itu sendiri.

Dalam konsep ilmu bela diri tertinggi, jurus terhebat adalah berkacak pinggang. Sikap ini mewakili tiga kedigdayaan yaitu pertama, kuda-kuda dengan posisi kaki sejajar yang berarti dengan sengaja meremehkan posisi lawan alias pamer bahwa ia punya fisik yang super, kedua, kekuatan tenaga dalam tanpa perisai diri dilambangkan dengan berkacak pinggang yang berarti ia punya kesigapan prana yang tak bisa di tembus, ketiga, kepala yang sedikit mendongak keatas pertanda mempunyai daya strategi intelektual yang mampu membaca pikiran lawan dan siap diajak debat filosofi jurus. Tiga sikap ini adalah sebuah tingkat aktualisasi puncak seorang pendekar alias super man. Ingatkah gaya superman sang super hero yang lagi berkacak pinggang itu ? keren kan ...

Namun ketika sang pendekar telah kenyang dengan pengalaman tanding, kesadarannya meninggi dan beranggapan bahwa jurus tertinggi adalah lariiii....biar selamat, salam, Islam. Lalu apakah ini tindakan pengecut ? bisa iya bisa tidak. Iya kalau untuk menyelamatkan diri sendiri. Tidak kalau untuk menyelamatkan dan menjaga martabat lawan. Seperti kisah salah satu petinju legendaris dunia yang mobilnya pernah menabrak gerobak di pinggir jalan. Lalu si pemilik tentu saja marah bukan main karena gerobak ini menyangkut mata pencaharian hidupnya. Tak ayal sang petinju dipukuli nggak karu -karuan. Namun tak ada perlawanan sama sekali bahkan petinju ini berusaha melarikan diri. Sikap ini mempunyai landasan yang jelas bahwa bila saja ia membalas satu kali saja pastilah keok sang pemilik gerobak. Tapi di sisi lain permasalahan pun malah bertambah rumit. Sudah menabrak, memukul K.O, membiayai perawatan rumah sakit, karier dan reputasi kacau bahkan bisa masuk penjara. Sudah jatuh ketimpa eskalator...apes kuadrat.

Sikap melarikan diri ini merupakan sikap super yang sangat sulit dimengerti orang yang masih berada di wilayah ego kependekaran. Namun sikap ini ternyata oleh Rasulullah diteguhkan oleh posisi awal takbiratul ihram. Allahu akbar. Murni menggantungkan kebesaran kekuatan pada Allah semata. Sikap berdiri yang begitu pasrah, melarikan diri kepada Allah dan menuruti kehendakNya. Apakah berarti Rasulullah lemah sebagai manusia ? tentu tidak. Ke-super-annya di tunjukkan dengan salah satu mukjizat membelah bulan. Seandainya mukjizat ini dipraktekkan untuk menghadapi kaum kafir, tentulah Muhammad sang agung tak perlu pasukan. Beliau tinggal menggerakkan tangan di hadapan pasukan kafir. Dhuarrr..! .pasti sekejab berapapun banyaknya pasukan itu akan terpotong lehernya hanya dengan satu gerakan tangan.

Tapi tidak demikian ketika posisi beliau sebagai pengemban amanah yang memberi keselamatan manusia. Beliau menyembunyikan kekuatan itu demi menemani kemampuan para sahabat dalam medan laga. Bila sahabat hanya bisa bermain pedang, maka beliau ikut belajar pedang. Bila sahabat hanya bisa gulat, Rasulullah pun ikut gulat. Bila sahabat banyak yang masih bdoh, rasulullah pun memproklamirkan diri sebagai "ummi". Bila para fakir miskin belum bisa tidur nyenyak karena lapar, Rasulullah pun tak mau kenyang sepanjang hidupnya. Sikap pembelajaran rahmatan lil alamin sangat dikedepankan. Tatkala diludahi ataupun dilempar kotoran oleh tetangganya yang Yahudi pun tak membalas. Tak lain beliau sudah begitu paripurna dalam membedakan mana urusan pribadi mana urusan umat. Tak ada kata atas nama Islam ketika diri pribadi disakiti. Padahal beliaulah yang paling berhak mengatasnamakan Islam. Beliau hanya keras bila yang disakiti bukan diri sendiri atau perasaan pribadi.

Ketika seseorang telah mampu membedakan antara keselamatan pribadi dengan keselamatan orang lain, maka sedikit demi sedikit akan terkuaklah misteri quanta energi dalam dirinya. Semakin ia tidak memikirkan keselamatan pribadi, semakin luaslah medan energi orang tersebut. Ketubuhannya akan lebur mengurai menjadi kuanta alias energi itu sendiri kemudian melingkupi orang yang akan diselamatkan. Dalam Islam disebut amal dan pahala.

Namun sayangnya hijrah energi ini sering terhenti tergadaikan secara turning point kembali ke alam terkasar dan ter lambat geraknya alias materi. Hal ini memang jauh - jauh hari sudah dikatakan Rasulullah bahwa orang yang hijrah karena harta atau wanita maka ia akan benar-benar mendapatkannya. Dan memang itulah pahala yang diterima. Tetapi itu semua telah menghentikan tujuan hijrah menuju Allah sebagai pusat energi. Memang yang sering terjadi terkadang kita memperhalus dan mencari pembenaran dengan membiografikan kesedihan diri atau kemampuan latihan tirakat yang sudah berjalan bertahun- tahun. Tak lain hanya untuk mencari pengesahan bahwa setelah masa prihatin itu dilakoni, seakan sesudahnya berhaklah kita atas kesenangan - kesenangan dunia. Pamor atau harta.

Rasulullah sendiri adalah sebuah puncak pencapaian kecerdasan quantum energi yang sangat rendah hati. Hal ini sudah dibuktikan dengan tehnologi Isra' mi'raj dan Nubuwah-nubuwah kenabian tentang ramalan masa depan. Segala rumusan ilmu baik yang sudah tergelar maupun yang akan menjadi tren masa depan telah tergenggam lebur menjadi sosok pribadi. Namun ia begitu rendah hati dalam segala penyampaiannya agar semua lapisan umat mampu mendapatkan dan mengamalkannya. Keikhlasan rasulullah dalam mentransfer ilmu tertinggi adalah keikhlasan terhebat karena beliau mampu mengambil posisi paling tidak enak di tengah umat manusia. Kesaudagarannya semasa jaya bersama Siti Khadijah rela di tukar dengan kedekatan terhadap kaum budak yang terjajah. Beliau tidak peduli lagi dengan pamor mulia keluarga bani Hasyim suku Quraisy yang lekat di dalam dirinya. Beliau rela terusir jalan kaki ratusan kilometer dari tanah kelahirannya. Beliau begitu ikhlas dibilang bodoh, gila dan berpenyakit ayan. Beliau pun mampu bertahan pada posisi itu sampai jasad kembali ke tanah. Itu semua demi menyebarluaskan akses jalur energi terbesar agar dapat dimanfaatkan seluruh lapisan masyarakat. Inilah yang disebut dengan perjalanan proses totalitas fana alias memurnikan energi itu sendiri.

Pada wilayah ini terjadilah hukum kekekalan energi yang dengan kesadaran penuh tetap dapat dikendalikan walau jasad telah terkubur. Oleh Rasulullah disebut syafaat. Dan hanya beliaulah yang benar- benar mampu memberikannya. Terus bagaimana cara kita mengakses syafaat itu ? ya baca shalawat dong....sesuatu yang kelihatannya sekedar kata ternyata menyimpan energi dahsyat yang siap di re code digunakan untuk berbagai kebutuhan hidup. Layak saja saudara-saudara kita dipelosok desa lebih gemar berutinitas malam Jum'at bershalawat diba' demi menjaga keberkahan hidup.

Wow... ternyata mereka lebih duluan secara kontinyu berjamaah mengakses jalur kuantum energi dengan cara yang sama sekali jauh dari kerumitan. Keikhlasan untuk menjaga keberkahan hidup bersama begitu terasa. Bahu membahu menyisihkan sedikit rejeki dari sedikit rejeki yang diperoleh demi menyenangkan orang lain menjadi landasan hidup bersama. Upahnya pahala, niatnya ikhlas. Sehingga semua berjalan langgeng turun temurun berabad-abad walaupun tidak pernah ada gaji profesional kepanitiaan atau manajemen yang jelas. Mereka hanya sekedar ingin meniru keikhlasan nabi dalam berdakwah sambil berharap memperoleh energi syafaatnya.

Dalam konsep Fastabiquul khairat terkadang saya malu dengan para biksu Budha. Ketika menyampaikan kebenaran, mereka tak pernah "menarif". Runutan logika prinsipnya sederhana. Kalau kami ini adalah kebenaran, orang pasti mencari. Kalau orang sudah mendapat manfaatnya dalam keseharian, pasti secara hukum keberadaan mereka akan kembali ke sini dan berterimakasih kepada ajaran ini. Bentuk ungkapan terimakasih termudah adalah dengan menyisihkan hasil jerih payah aktifitas keseharian. Entah berupa tenaga, bahan bangunan, uang, kepandaian dan lain-lain. Itulah keikhlasan yang tiada keterpaksaan. Bila mereka tidak kembali, pertama mungkin kami salah atau sebenarnya kurang mampu lahir batin dalam mengajarkan dan mengamalkannya, kedua mungkin mereka masih berproses dalam menyelesaikan konflik dalam dirinya. Kami berbaik sangka dan percaya kepada Keberadaan. Dari sinilah kami mampu membangun dan menghidupi biara.

Dahsyat...begitu yakin dan ikhlasnya jiwa -jiwa itu.....dan siapa bilang dengan keyakinan seperti ini mereka meninggalkan dunia dan pernik tehnologinya ? Tidak. Sekelumit fakta, di daerah saya terdapat dua bangunan wihara yang lebih megah dari masjid . Bahkan lengkap dengan jaringan internet broadband. Padahal populasi umat Budha sedikit sekali. Bukti lainnya mereka juga bikin stasiun televisi lokal yang lumayan bagus dan sudah eksis beberapa tahun. Sedangkan umat muslim sebagai populasi terbanyak hanya bisa menonton tayangan televisi lokal yang isinya joget pantat melulu. Sebenarnya beberapa waktu lalu sudah ada keinginan bikin stasiun televisi lokal maupun radio bernuansa nilai Islam. Tapi maklumlah...karena sudah terbiasa terhenti sebatas konsep dan gampang mempersoalkan beda prinsip tafsir, akhirnya benih itu tumbang sebelum tumbuh. Kalau layu sebelum berkembang sih masih mending....

Oalah....Ndhilalah.....Ternyata Ikhlas bukanlah suatu metode. Sebab di wilayah ini tidak ada multiple choice atau spesifikasi. Simpel. Seperti perhitungan bilangan biner. Kalau ya berarti ikhlas. Kalau tidak ya otomatis nggak ikhlas. Tidak ada cerita setengah ikhlas, agak ikhlas, ikhlas dengan catatan, ikhlas asal ada jaminan atau ungkapan sebenarnya sih ikhlas....tapi bla bla bla....

Karena ikhlas itu bukan suatu metode, maka otomatis saya tidak punya otoritas apapun untuk merumuskan atau mengajari kecuali sekedar mengajak belajar bersama menuju ikhlas sejati. Yaitu menyumbangkan segala kemampuan yang di anugerahkan Allah untuk menolong kanan kiri kita yang lagi mengalami kebuntuan hidup. Tanpa berharap meminta imbalan selain imbalan itu murni "kersaning" Allah. Bukan rekayasa kita.

Setelah memotret berbagai realitas yang ada, ternyata saya sama sekali tidak membawa sebuah penemuan baru, metode - metode spektakuler, ataupun kiat -kiat yang menakjubkan. Untung saja saya tidak sempat memproklamirkan bahwa SQSIQ adalah metode pertama ada di Indonesia yang mampu menawarkan kesejahteraan hidup instan sebab dalam ajaran Islam semuanya ternyata sudah dikemas secara mudah, menyenangkan dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Padahal semula saya agak GR bila metode ini dikemas rapi secara keilmuan modern, pastilah kehidupan saya yang pas -pasan ini agak sedikit lebih membaik. Minimal bayaran hak paten atas rumusan ini berharga sekitar 6 M, alias Makasih Mas Mari Mampir Makan - Makan.

Kalau saja penjabaran teori SQSIQ diteruskan lebih mendalam sampai pembaca terkagum - kagum, mungkin malah yang didapat pembaca hanyalah SISIK alias kembali ke kulit keras yang terluar. Seperti sisik ikan yang seakan-akan mampu mengendalikan haluan air demi kehendak geraknya. Padahal sesungguhnya sang ikan sama sekali tak ada kuasa terhadap air. Lebih parah lagi kalau hanya berganti sisik seperti ular. Kayaknya bertapa tirakat, ternyata sekedar ingin kekal di dunia dan nglungsungi agar tumbuh sisik lagi yang lebih mengkilau. Memang sih bisa ular begitu bertuah. Tetapi racun, bukan rahmat.

Dan sekali lagi, jika saja seandainya saya tetep ngeyel ingin mengembangkan metode ini secara profesional, apakah saya juga siap memberi contoh keikhlasan layaknya Rasulullah yang ikhlas nggak dapat apa-apa dalam kehidupan dunia. Tak lain hanya demi selamatnya umat.

Rasanya belum lah...wong saya ini diam-diam masih bingung mikir karier pribadi. Duh ikhlas....ikhlas...di manakah dirimu....tolong dong Pak Ustadz, Pak Kyai, Pak Trainer...tunjukkan dimanakah ia bersembunyi...atau apakah ternyata ikhlas adalah sembunyi itu sendiri ? bingung aku....

Allahumma shalli 'alaa Muhammad.....

Wassalam, semoga kita selalu bertemu ikhlas

Dody Ide

Tidak ada komentar:

Posting Komentar