Sekedar menyadur diskusi saya yang pernah dimuat di beberapa milis tentang perdebatan kefanaan diri di hadapan Tuhan :
Filsafat Yunani yang terkenal, Cogito Ergo Sum ( Descartes ). saya berfikir
maka saya ada...
Jadi kalau ingin fana, ya tinggal balik saja filsafat itu... saya tidak berfikir maka
saya tidak ada...Hayo siapa berani ?
Hal ini persis seperti seratus tahun yang lalu dan seratus tahun
yang akan datang dimana "kita yang hidup sekarang ini" tidak mengadakan Tuhan ataupun diri sendiri. Singkatnya belum ada kesadaran kedirian kita.
Nah kan..Tuhan nggak ada...kita nggak ada...ada juga nggak ada... nggak ada
itu juga nggak ada...walaupun sampai detik ini kita yakin bahwa kita dan
Tuhan ada.
Dan menurut saya, kalau pernah ada orang ngomong bahwa dia pernah
mengalami ketiadaan..berarti belum tiada beneran wong masih bisa cerita
keadaan "ketiadaan ".
Menurut saya dalam terminologi Islam kita perlu
berguru kepada nabi Ibrahim yang mendapat perintah menyembelih kepala
Ismail sebab bagi saya tafsiran hakiki menyembelih kepala adalah kita harus
menonaktifkan respon dari anggota kepala_hidung, mata, telinga, otak dan
mulut.
Sedangkan Ismail sebagai anak mewakili arti kecintaan kita terhadap
buah produktifitas dan kreatifitas diri yang berbuah "saya ada" ..."saya
eksis....” Jadi inilah sumber ajaran pemfanaan diri dalam Islam
orang2 suci misalnya kata2..Ana Al haq, sekalian aja dikomplitin..Ana Al haq
ente Al Haq juga..cos we are Al haq or ...nothing...
sering bukan peningkatan spiritual...tapi secara nggak sadar jadi marketing
pabrik kecap. Kecap saya nomor satu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar