Rabu, 15 September 2010

Sang Makmum Mencari Ikan


Senja itu sang makmum duduk di muara pertemuan antara air tawar dan air asin. Sesekali memandangi samudera, sesekali juga ia memandangi aliran sungai...

Sambil menengadah ke langit sang makmum bergumam " Di mana garis batas perpisahan bila ternyata tetap saling mengikat ...? apakah perjumpaan adalah perpisahan itu sendiri ? di manakah batas langit dan bumi... di manakah siang bila malam mulai menampakkan diri ? "

Tiba -tiba muncul Pak Tua nyentrik. Rambutnya panjang mengurai putih. Topinya warna - warni, pakaiannya hitam dengan kantung air di belakang punggung. Matanya sayu tetapi lingkar hitam bola matanya sangat pekat dan tegas. Dengan suara sember dan gaya bicara yang asal - asalan ia menegur sang makmum...

" Hai anak muda...sudah menjadi takdir bahwa air akan mengalir mencari tempat terendah dan terluas...perjumpaan dan pertemuan di wilayah ini akan memunculkan rasa air yang tanggung, hewan - hewan beracun serta ikan berduri lembut.

Wahai Pak Tua, apa maksud pembicaraanmu ?

Layaknya kebingungan dirimu...ketika tersibak anugerah rahmatan lil alamin, pemahaman universal seluas samudera, engkau akan termangu -mangu antara ya dan tidak. Bila engkau tak melapangkan dadamu bagai Musa yang berdoa pada Tuhan meminta kelapangan hati, engkau hanya menjadi air payau... menjadi air yang membuat bingung peminumnya.

Cara berfikirmu layaknya daging ikan itu...seakan putih bersih padahal masih banyak terselip duri lembut yang siap menusuk tenggorokan yang memakannya. Buah pikiranmu malah bisa meracuni orang yang mendengar.

Mereka mengikutimu sedang engkau sendiri tak mau melanjutkan perjalanan. Kau hilangkan rumah mereka yang dulu tetapi tak kau pastikan di mana sesungguhnya rumah baru itu. Mereka bagai memakan racun simalakama...

Hmmh...Padahal engkau sendiri sudah tidak mungkin lagi kembali ke aliran asalmu. Pun bila kau paksakan kembali pada aliran - aliran itu, jalanmu akan naik melawan jalannya sifat air...engkau akan tersedak nak...

Engkau akan menjadi angkuh karena bisa menceritakan pada khalayak umum atas perolehan pandangan tentang samudera. Padahal engkau sendiri belum berani bermukim di samudera tanpa batas. Hidupmu akan terasa berat, nak !

Bila engkau tak kuat menuju samudera, biarlah Sang Cahaya Mentari memanggilmu naik dan menjadikan dirimu uap yang suatu saat diperintahkan turun di tempat yang telah ditentukan. Itu lebih jelas dan bermanfaat nak...

Seakan terkesiap dari sihir kata - kata Pak Tua tadi, sang makmum memotong pembicaraan.

Ah, Pak Tua....jangan sekali - kali mengguruiku...lagipula bicaramu terlalu aneh...

Sudah kuputuskan, aku lelah mencari guru...pada akhirnya semua guru memaksakan keyakinan mereka...bukan menumbuhkan keyakinanku sendiri...guruku hanya menjeratku dalam kebingungan - kebingungan baru... dan kayaknya mereka puas bila murid semacam aku tahluk dalam kebingungan...

Lho, tapi bagaimanapun engkau haruslah tetap berguru pada manusia...walau guru itu bukan aku. Engkau ditakdirkan menjadi manusia dan fitrahmu mencari kelengkapan ilmu hidup lewat seseorang yang telah mengarungi samudera ilmu...tentu, ia adalah manusia...bukan dedhemit ataupun jenglot....

Tidak ! manusia terlalu tinggi untuk kuangkat jadi guruku. Pikiranku terlalu lelah menuruti kata - kata orang - orang suci itu. Bagaimana tidak, paham si Fulan yang mengaji di surau sebelah mengajakku begini, sedangkan di masjid Timur hal ini malah tidak diperbolehkan. Padahal mereka sama - sama merasa paling tahu dan kenal dekat dengan Tuhan...

Tuhan itu Satu Wajah Nak...Ahad, berdiri Sendiri, dan bebas suci dari persangkaan. Hanya isi tiap kepala manusia saja yang menjadikan Tuhan bermacam - macam wajah. Dan itu semua akan membuat mereka saling bertengkar bila bertahan pada persangkaan masing - masing. Kecuali mereka telah memahami arti sembilan puluh sembilan Nama...

Maksudmu ?

Sembilan puluh sembilan Nama akan mengurai kebingunganmu mengenai Tuhan. Sifat dominan dalam dirimu adalah salah satu percikan Nama. Engkau pemarah, engkau penyabar, engkau pandai, engkau perkasa atau gemulai hanyalah sebuah kemurahan Tuhan.

Engkau harus mengenali Tuhan lewat sifat dominan yang ada dalam dirimu sendiri....Bukankah ada yang mengatakan siapa yang mengenali dirinya sendiri akan mengenali Tuhannya ?

Tetapi bila kau tak tahu peta dirimu, sifat apa yang dominan dalam dirimu, maka berlaku lah belas kasih atau sabar kepada sesama. Karena sifat itu adalah nama pembuka dan nama penutup semua sifat. Di dalamnya terangkum semua sifat. Lelaku belas kasih dan sabar inilah yang akan memunculkan sifat dominan sesungguhnya yang ada padamu...

Bisa jadi dengan pengasahan sifat belas kasih dan sabar malah akan memunculkan bahwa sifat aslimu yang sesungguhnya adalah pemarah. Dan sifat pemarahmu bukanlah sifat pemarah seperti yang kau lihat dan kau sangka selama ini. Sifat pemarahmu adalah sifat reflek dirimu yang engkau sendiri tak merekayasa sebab terjadinya.

Aku masih tak paham Pak Tua !

Marahmu bukanlah marah dendam kesumat karena egomu terbakar. Marahmu marah non ego. Marahmu adalah marah kepedulian.Marah ketegasan nak...

Layaknya sahabat Rasul Umar bin Khatab, beliau mempunyai sifat pemarah. Tetapi kemarahan itu bukanlah kemarahan ego. Kemarahan itu adalah kemarahan belas kasih demi sebuah tegaknya hidup yang adil.

Beliau pemarah, tetapi beliau sangat belas kasih hingga diriwayatkan mau memanggul kantung makanan demi mengenyangkan perut umatnya. Dan lelaku beliau itu adalah sebuah proses memarahi dirinya sendiri karena beliau teledor dalam mengurusi umat. Ya, Beliau sangat - sangat sanggup memarahi dirinya sendiri.

Jadi sangat tidak bisa engkau meniru sifat orang yang kau idolakan atau kau anggap guru secara mentah - mentah. Engkau hanya memperoleh marah - marahnya saja tetapi tak kan mendapat hikmah apapun dalam hidupmu... akhirnya engkau hanya bisa marah kepada orang lain, tapi malas mengurusi nasib mereka yang serba kekurangan...

Engkau pun juga tak bisa berpura - pura santun mengalah dan mengajarkan kasih cinta damai atau apalah namanya bila engkau sendiri belum bisa keras tegas terhadap diri sendiri. Sebab mau berkeras terhadap diri sendiri adalah inti ajaran rahman rahiem. Ajaran kasih sayang sesungguhnya...

Apa sih arah pembicaraanmu Pak Tua !

Berpuasalah nak....puasakan pikiranmu selain Tuhan...puasakan ketergantungan ragamu dari makanan...agar engkau tahu bahwa yang menggerakkan kaki, tangan, jantung dan segala jerohanmu bukanlah makanan. Apa yang kau makan hanyalah perantara wasilah kekuatan. Janganlah berhenti pada wasilah anakku...lihatlah apa sesungguhnya yang berada dibalik kekuatan makanan itu...

Sebuah perantara atau wasilah hanyalah karena keterbatasan dirimu. Bila kau mau mendekat kepada Tuhan Yang Maha Tak Terbatas, maka wasilah itu semakin lama semakin tak diperlukan....

Bila kau gali seluruh ajaran keyakinan di dunia, bab puasa pasti ada dan diwajibkan. Puasa adalah proses berkeras kepada diri sendiri yang paling jujur dan santun. Kegagalanmu dalam proses berpuasa adalah kejujuran letak maqommu sebenarnya.

Dan kegagalan itu tak membuat dirimu marah - marah. Engkau malah berani menerima peringatan kelemahan diri ini dengan santun tanpa bisa lagi mencari alasan penyangkalan...itulah wilayah kesadaran nak...

Proses jatuh bangunnya berpuasa inilah yang akan membuat dirimu santun kepada manusia sekelilingmu. Engkau juga akan jujur menerima kekurangan mereka apa adanya layaknya engkau jujur berani mengakui kelemahan - kelemahan diri....

Akhirnya engkau menjadi manusia penyayang dan penyabar yang tak terhenti pada retorika saja...

Dinukilkan juga bahwa puasa adalah rahasia Tuhan dengan hamba. Maksudnya, bila engkau mau berpuasa tanpa mengharap pahala apa - apa, maka Tuhan akan membukakan sedikit demi sedikit rahasia - rahasia hidup.

Jati dirimu yang selama ini tertutupi dengan berbagai macam doktrin akan muncul perlahan - lahan bagai mutiara yg mulai tampak sinarnya. Itulah pahala di atas pahala nak...

Pahala di atas pahala ? Omongan apa lagi nih Pak Tua...!

Tuhan adalah Cahaya Maha Cahaya, Nur ala Nur....bila engkau berpuasa demi Tuhan, maka engkau akan di anugerahi terbukanya cipratan Nur...dan engkau akan menjadi bagian suluh terang umat manusia...

Engkau akan menjadi orang merdeka yang bermandikan kebahagiaan...Sebab, kebahagiaan sejati hanya tumbuh bila manusia bisa bermanfaat bagi yang lainnya, walaupun engkau hanya bisa melakukan secuil upil...itulah sebuah perwujudan salam yang kau ucapkan di setiap akhir ibadahmu nak...

Omonganmu semakin tak terarah Pak Tua ! cara bicaramu sepotong demi sepotong...aku lelah menyimpulkannya...

Seakan tak peduli kiritikan sang makmum, Pak Tua terus nerocos bicara...

Jadilah dulu dirimu sendiri Nak...maknailah saat Sang Nabi mengajarkan agar kita berbicara sesuai dengan kemampuan lawan bicara... Nah, jangan terlalu bermimpi kau anggap anjuran ini untuk orang lain. Gunakan anjuran ini untuk dirimu sendiri.

Dirimu adalah lawan bicaramu. Pelajarilah keyakinan agamamu sesuai kemampuan sifatmu. Jangan kau paksakan mengajak bicara diri sendiri dengan bahan dan sifat yang asing dengan lelaku dirimu sendiri.

Bila engkau sesungguhnya belas kasih dan sabar, kenapa kau ajak dirimu berbicara dengan bahasa marah - marah yang sesungguhnya bukan jatah watakmu ?

Ehmh..terlalu membingungkan Pak Tua ! otakku sudah jenuh dengan filsafat semacam itu...

He he...otakmu memang takkan sanggup menampung wilayah ini. Bila kau paksakan, bagai makan dengan gelas, minum dengan sendok...hanya mendapat kecapekan dan kebingungan yang tak perlu...sesungguhnya itu semua hanya masalah salah letak anakku !

Uffhh...sudahlah pak Tua,tiap hari otakku serasa bertengkar sendiri bila mendengar pendapat - pendapat yang saling bertentangan....padahal aku sebagai pemilik otak seharusnya mampu mendamaikan isi otak ini demi keselamatan diriku sendiri...aku ingin menyelamatkan otakku dari badai pertempuran pemikiran....

Itu hanya karena pikiranmu terlalu melebar nak...engkau masih ingin baju milik orang lain...engkau masih ingin mencari pencapaian tertinggi dengan menaiki tangga orang lain.

Jadilah tangga yang tinggi walau hanya sanggup untuk dinaiki diri sendiri. jangan terlalu mimpi muluk bila memang jatahmu hanya segitu...Sebab sesungguhnya satu langkah anak tangga kecil sama nilainya dengan satu langkah tangga besar.

Memang, ada sebagaian manusia yang terlahir dengan bekal tangga besar. Itulah manusia pemimpin umat. Tapi jangan sekali -kali engkau terheran - heran dengan kebesaran tangganya yang mampu menjadi pijakan banyak orang. Namun lihatlah apakah ia mampu mengajak manusia menapaki anak tangga yang lebih tinggi hingga sampai puncak Arrasy....

Semua memiliki garis edar bagai planet nak... Dan semua telah ditetapkan tak terbatahkan. Satu putaran kecilmu mengelilingi Sang Cahaya sama dengan satu putaran besar para pemimpin...

Inilah kesejajaran thawaf nak...siapapun manusia, besar kecil, tua muda, kaya miskin, pandai bodoh, penguasa jelata, suci pendosa...haruslah mengelilingi Baitullah dengan jumlah yang sama...dan akan menemui pahalanya sama....

Pak tua ! otakku terlalu asing mendengar ocehanmu ! tambah lama bicaramu tambah sok mengerti ajaran suci...

Gunakanlah hatimu nak...gunakanlah kesadaranmu seperti engkau menyayangi ibu atau anakmu ...dan rasa sayang itu tak perlu menggunakan dalil dan dalih kecanggihan otak....

Camkanlah nak..sifat otak memang tidak bisa bersandar pada apapun. Padahal dalam perjalanan hidup, pastilah engkau membutuhkan sebuah sandaran..

Sifat dasar otak yang lain adalah jenuh dengan apa yang pernah didapat dan dilaluinya. Padahal engkau mempunyai percikan sifat Tuhan yang tiap hari, bahkan tiap detik harus kau lalui, kau diami dan kau ulang - ulang sebagai dasar pijakan ketenangan hidupmu...

Diam pak Tua ! tolong, diamlah....Saat ini aku hanya ingin berguru pada air. Aku terkagum - kagum dengan kedahsyatannya yang tersembunyi. Air mampu menampung gerakan ikan sebesar apapun... aku ingin otakku seperti air yang mampu menampung segala gerak hidup dunia...

Aku ingin merasakan gerak peradaban terbesar...aku ingin menjadi air yang menghidupi ikan - ikan besar itu...akulah khalifah peradaban...ikan bergerak karena aku sang air...ikan - ikan yang mau berfikir pasti akan mencari wajah air. Walaupun akhirnya tertunduk tahluk atas kedigdayaan misteri air.

Aku ingin seperti rahman rahiemnya udara atas manusia...sangat menghidupi walau tak pernah dirasakan keberadaannya. Kecuali bagi para hamba yang bersyukur dan berakal.... ohhh...udara adalah keikhlasan...air adalah kehidupan....

Hei anak muda...! jangan terlalu muluk - muluk....! Bagaimana engkau akan mampu menampung ikan besar peradaban, sedangkan engkau masih takut samudera....

Engkau masih terlalu takut melihat dahsyatnya gelombang...Padahal jika kau tahu, bila kau mau menyelam lebih dalam, kau takkan menemukan lagi gelombang. Yang kau temukan hanyalah keindahan dan ketenangan.

Pak tua ! telah kudatangi ribuan kekasih Tuhan dan para leluhur...telah kuserap habis - habisan ilmu mereka. Kulihat mereka semua memiliki gambaran hidup yang sempurna. Jauh lebih hebat dari dirimu !

Bahkan saking jeniusnya, seakan - akan tingkah laku dan pola berfikir mereka keluar dari nilai kebenaran khalayak umum....dan aku ingin menjadi seperti mereka...sebuah kecerdasan lintas batas...

Perhatikanlah dirimu dulu nak...akal mata inderamu masih terlalu kuat melebihi akal mata bathinmu. Engkau masih kebingungan melihat riak gelombang...

Hmmmhh... tapi memang itulah gambaran hidupmu selama ini....Engkau masih terkagum - kagum dengan riak gelombang para kekasih Tuhan....engkau terhenti pada keanehan - keanehan mereka. Bahkan riak gelombang yang sedang membawa bangkai kapal perniagaan kau kagumi juga...

Segeralah engkau menyelam wahai anakku ! engkau kan mengetahui rahasia - rahasia sesungguhnya...engkau akan menemui pertemuan dua lautan yang dihebohkan banyak orang itu....dan itu semua ada pada dirimu. Yah, dirimu adalah gambaran kecil pantulan semesta....

Sebentar Pak Tua...omonganmu tadi menyinggung pertemuan dua lautan. Setahuku yang ada hanyalah pertemuan aliran dan samudera...

Anakku...Pertemuan dua laut adalah laut permukaan dan dalamnya laut itu sendiri. Semua ikan yang tahu sebuah kedalaman, pastilah ingin menyelami.

Hmh...begitu dahsyatnya mukjizat pertemuan ini nak...Bahkan ikan dari kantong pancingmu yang sudah mati pun akan hidup lagi melompat kegirangan di pertemuan dua laut ini.

Ikan mati itu layaknya hati manusia yang remuk redam pekat berkarat lalu tiba -tiba mendapat hentakan cahaya... Ia akan terlahir kembali menjadi manusia yang berbinar terang....

Tapi ingat wahai anak muda...semakin menyelam, semakin besar tekanan air. Telinga dan dadamu bisa pecah bila engkau tak mempersiapkan jiwa ragamu.

Dirimu akan keletihan, frustasi dan ketakutan yang akhirnya engkau tergoda untuk berhenti dan kembali ke daratan...kembali berlindung pada bebatuan...alam - alam dunia materi yang mati bagai berhala yang tak bisa menghidupi.

Padahal jika engkau kuat dan tidak teledor, di situlah sesungguhnya titik pertemuan laut itu terkuak.

Sejenak Pak Tua menghela nafas panjang...

Yaaahh..Ketika asa harapanmu telah hilang terhadap dunia...ketika engkau mampu memaknai bahwa alam bebatuan materi tak lagi dapat melindungimu, maka lautan hidup akan menampakkan wujudnya...

Dan bila kau mau, air hidup dalam dirimu akan segera melebur dengan air samudera kehidupan tak terbatas...asal engkau berani menumpahkan air dalam dirimu ke samudera...

Sebentar Pak Tua...aku penah mendengar hal - hal tentang pertemuan laut dan ikan itu dalam kitab suci...apakah ini cerita pertemuan Musa dengan Khidir ?

Heh !!!...sudahlah...jangan bicara kitab suci dulu...bagaimana kita bisa mengerti kitab suci sedangkan kita belum suci. Kitab suci adalah kandungan ruh suci. Sudah semestinya engkau hanya bisa menyentuhnya bila ruh mu tak terhalang lagi oleh kekotoran - kotoran keinginan rendah.

Ingatlah yang ku katakan nak...manusia adalah mahluk tertinggi ciptaan Tuhan karena di dalamnya ada cipratan ruh suci.

Bahkan malaikat yang terbuat dari nur suci mau tahluk sujud kepada ruh yang ada dalam dirimu. Karena ruhmu yang suci itu sesungguhnya adalah kitab suci itu sendiri, Firman Tuhan, titah Tuhan tertinggi yang tak dapat disangkal kebenaran dan kemulyaannya.

Bila engkau masih senang dengan ciptaan Tuhan yang lebih rendah dari penciptaanmu, engkau tak bakalan bertemu ruh suci...tak bakalan bisa menjamah kitab suci nak....

Bisa saja engkau membaca kitab suci yang tertulis lewat tangan - tangan manusia, tetapi ingat nak, engkau tak bakalan bisa menjamah maknanya sebelum engkau menyadari dulu bahwa hakekat sesungguhnya dirimu adalah ruh suci, bukan alam materi.

Bisa juga engkau merasa tak butuh kitab suci karena engkau merasa pikiranmu telah mandiri. Tetapi ingatlah nak...yang seperti itu takkan bisa merubah peradaban dalam diri, apalagi peradaban kekhalifahan kemakmuran bumi.

Akhirnya engkau tak mau menghiraukan aturan hidup bersama, tetapi di sisi lain selalu berambisi berbicara kemulukan spiritual...itu semua hanya menjadikanmu hidup enggan mati tak mau.

Sungguh nak, kalau engkau mencoba hidup seperti itu dan merasa benar jalanmu, maka harapkanlah kematian dengan sungguh - sungguh...Ya, kematian yang bukan sekedar dogam filsafat. Tetapi layaknya matinya raga yang dikembalikan ke tanah selama - lamanya...

Jangan sekali - kali bersembunyi di balik gua - gua batu...tantanglah kematian seperti lelaku para pejuang dan pahlawan di tanah airmu...mereka benar -benar tak lagi mencintai kenikmatan fisiknya...

ketahuliah, bahwa alam materi hanyalah cipratan cahaya terlambat dan kualitas rendah dari ruh sucimu sendiri. Ingatlah kejadian planet ini dimana semua berasal dari cahaya matahari. Lalu ledakan energi cahaya itu melambat geraknya, menggumpal dan mewujud bumi yang kau pijak. Apakah engkau tak befikir anakku ?

Hmmh...sekarang coba gunakan nalarmu anakku ! Seorang panglima pastilah hanya mau berbicara dengan panglima, seorang pengusaha hanya mau berbicara dengan pengusaha. Amat - amat jarang panglima berbicara langsung kepada prajurit atau pengusaha berbicara langsung kepada pedagang kaki lima....

Maksudnya ya itu tadi nak...kitab suci hanya bisa dijamah dan berbicara kepada manusia yang sudah mengenal ruh sucinya sendiri. Sama sekali tak bisa dijamah dengan manusia yang masih suka di alam yang lebih rendah dari penciptaannya sendiri...

Bahkan orang yang sudah mengaku pernah memasuki alam ghaib pun belum tentu bisa mengerti makna kitab suci. Sekali lagi, ingat nak, engkau adalah ciptaan tertinggi. Alam - alam lain, entah alam genderuwo, jin dan seluruh alam masih lebih mulya dirimu. Engkau adalah masterpiece di sisi Tuhan...malaikat pun geleng - geleng dan sujud kepadamu.

Itu tandanya engkau di atas siapapun selain Tuhan....tapi sayangnya banyak manusia bangga dan merasa lebih tinggi bila bisa memasuki alam - alam itu. Itulah air payau yang kumaksud tadi nak....dagingnya seakan putih tetapi bila dimakan bisa membuat tenggorokan sakit...

Tugasmu bukan lagi memasuki alam - alam. Dirimu adalah tertinggi...maka masukilah kejadian dirimu. Dan semua perjalanan akhir mengarungi dirimu hanya tertugaskan satu, kembali kepada Tuhan...innalillahi wa innailaihi roojiuun....Asalnya engkau darimana dan akan kembali kemana...itulah yang harus kau tata mulai sekarang nak...

Mungkin hanya itu yang ku ketahui nak...hhmhh....mengenai kitab suci, bila kau ingin mempelajarinya, ingat dulu kebiasaanmu...

Bila engkau masih mencintai daging ayam, maka penalaranmu terhadap kitab suci ya persis seperti ayam yang kepalanya tengak - tengok terus gak bisa diam. Hidupmu hanya terisi keheranan - keheranan dan kebingungan di tengah perjalanan spiritual yang kau anggap digdaya itu...

Bila engkau masih suka nasi kebuli ya siap - siap saja dirimu akan dikibuli penalaran otakmu sendiri...he he he....itu semua salahmu sendiri karena engkau lebih suka hidup di alam yang lebih rendah penciptaannya dari dirimu ketimbang mencintai ruh suci....

Ah, tapi sudahlah...daripada bicara kitab suci yang terlalu tinggi, lebih baik kita bicara yang ku ketahui dan apa yang ingin kau ketahui nak.... itu lebih sehat bagi pikiran dan jiwa kita...

OK...oke... Pak Tua...! sebenarnya aku masih penasaran tentang perihal kitab suci yang kau jelaskan tadi...tapi aku takut malah membuat tumpukan pikiran baru dalam diriku...Kita kembali saja tentang laut tadi...nah, sekarang apa yang harus kupersiapkan untuk menyelam di pertemuan dua lautan tadi wahai Pak Tua ?

" Jalan darahmu dan jalan nafasmu nak..."

" Maksudnya ...? "

" Darahmu adalah cairan ragamu, nafasmu adalah cairan ruhanimu. Bila engkau mampu merawat kedua cairan ini, maka akan kau temukan hakekat cairan samudera semesta..."

" Saya belum ngerti Pak Tua ! engkau jangan mulai berfilosofi lagi ah...."

" Jalan darahmu hanya bisa kau perbaiki dengan puasa. Tetapi ingat, puasa bukanlah sekedar memindahkan waktu makan. Puasa adalah puasa.....ehhmm maksudku puasa adalah tidak menyentuh makanan secara lahir maupun bathin. Puasa adalah jalan untuk mengetahui apakah sesungguhnya sumber kekuatan itu...

Puasa adalah pencarian nikmat yang bukan dari luar jasadmu... Sedang makanan, minuman, lawan jenis, asupan mata dan telinga adalah kenikmatan yang bersumber dari luar dirimu....

Maka berpuasalah dengan sesungguhnya puasa....puasa yang telah lepas dari keterjajahan isi kepala....puasalah sampai titik di mana ternyata sumber kenikmatan itu ada dalam dirimu, bukan lagi luar dirimu nak....puasakan luar dirimu nak....

Sebab, tanpa puasa, pemahamanmu sampai mati hanya akan terhenti bahwa sumber kekuatan dan kenikmatan adalah yang kau makan , kau dengar dan kau lihat.

Pikirkanlah nak...yang engkau makan adalah hewan dan tumbuhan. Yang kau lihat dan dengar rata - rata adalah alam yang penciptaannya lebih rendah di bawahmu...Sedangkan engkau manusia kan ... ?

Hhmmhh...bagaimana bisa sesuatu yang derajatnya lebih rendah mampu menopang kehidupan yang lebih tinggi ?

Hufhh...Betul juga katamu Pak Tua...

Jalan nafasmu adalah rahasianya rahasia...engkau tak akan bisa mencapai wilayah ini bila jalan darahmu belum kau tata dengan baik. Jalan darahmu adalah lelaku gerak akhlak manusia. Sedangkan jalan nafasmu adalah lelaku diamnya manusia.

Laiknya kehidupan sehari - hari, engkau takkan tahu nikmatnya istirahat bila engkau tak pernah bekerja dengan sungguh - sungguh. Padahal jalan nafasmu adalah peristirahatan terakhir...

Jalan nafasmu adalah sahabat sejatimu....akupun takkan bisa menjelaskan siapa sahabat sejati yang sesungguhnya selalu dekat denganmu itu. Walau aku telah bersahabat dekat dengannya.

Hanya orang terpilih yang mampu membisikkan mesra kabar kemesraan ini...Mereka adalah orang -orang yang tak lagi berfikir tentang nama besar diri, perolehan rejeki, keselamatan ego ataupun berlagak super hero kesiangan.

Ingatlah nak...aku bukanlah pembisikmu...suaraku terlalu pekak dan parau....aku hanyalah pembual cerita tentang hidupku sendiri...aku hanya bisa mengiming -imingi tentang nikmatnya hidup yang aku rasakan. Walau semua orang menganggapku gila, pun aku tak kan mundur....

Cobalah tanya ribuan kekasih, cendekiawan, orang sakti dan para leluhur yang pernah kau datangi, lalu tanyakanlah siapa aku. Pasti mereka takkan menemukan spiritualitas dan intelekstualistas apapun dalam diriku...

Aku hanyalah orang fakir...yah, fakir di hadapanmu...fakir di hadapan para wali, para nabi dan sudah pasti fakir di hadapan Tuhan...aku tak memiliki kesaktian, kecerdasan, ilmu laduni, aura atau apalah nak.....diriku benar - benar nol...

Aku hanyalah seonggok daging yang entah kenapa kok bisa bergerak sendiri... tetapi bagiku ini adalah keajaiban besar nak....

Tak ada sejumput pun yang bisa kuceritakan dengan sesungguhnya tentang keajaiban besar ini kecuali sebuah ruang pribadi yang saat ini sedang kutumpahkan kepadamu nak...karena sesungguhnya engkau dan aku berada dalam satu kesunyian yang sama....

Engkau dan aku sedang berendam di sesuatu yang kebanyakan orang menampiknya...

Sesuatu yang tetap hidup dan berdiri sendiri...

Sesuatu yang tidak tidur dan tidak mengantuk...

Sesuatu yang memenuhi langit bumi...

Sesuatu yang menyertai segala kejadian...

Sesuatu yang ada di depan samping belakang atas bawah kita....

Sesuatu yang menyelinap di segala ilmu....

Sesuatu yang kedudukannya meliputi langit bumi...

Sesuatu yang tak pernah merasa berat dan terbebani oleh kehadiran kita...

Yah... sangat tinggi dan tak terbatas ukurannya...

Setelah mendengar panjang lebar tumpahan rasa Pak Tua tadi, dengan sedikit gemetar dan perasaan campur aduk, sang makmum mendekat seraya bersimpuh di hadapan Pak Tua...

Pak tua...maaf, mungkin sejak awal pertemuan aku terlalu ketus padamu... Benar yang engkau katakan, sesungguhnya aku berada dalam kesunyian yang hebat...aku membutuhkan orang sepertimu...yah, orang yang berani mengakui bahwa dirinya sedang mengalami kesunyian....

Sebab kulihat semua orang, bahkan orang yang mengaku paling kenal Tuhan sekalipun merasa dalam kehiruk pikukan yang menyenangkan. Mereka melawan sifat dasar kesunyian dengan menutup nutupi pamrih - pamrih kemulyaan hidup dan suluk pengabdian yang membahana...Semua berlomba mencari pengikut sebanyak - banyaknya demi melawan kesunyian itu....

Untuk itu, karena engkau telah berkata jujur tanpa gengsi, maka ijinkanlah aku berguru padamu... Pikiranmu tak terbelenggu....engkau bukan manusia yang mengada - ada....

Seperti katamu tadi, bagiku mungkin engkau hanyalah tangga kecil. Tetapi aku yakin engkau mampu menaikkan diriku menuju ufuk tertinggi...

Hei, bangun nak...sudahlah...tak pantas engkau bersimpuh seperti itu...!

Tidak nak, aku bukanlah orang yang pantas menjadi gurumu. Cukupkan aku menjadi sahabatmu saja....

Ah tidak...di hadapanku engkau harus lebih tinggi lagi dari itu walau aku baru mengenalmu... Yah, engkau harus menjadi maha guruku...guru sejatiku yang membimbingku dalam mengarungi misteri hidup....

He he he...jangan keburu nafsu anak muda...harap kau ketahui, sesungguhnya sahabat itu lebih dari guru lho ...

Ehm...maksudnya gimana Pak Tua ?

Gurumu hanya mengajarimu. Ia banyak bicara dan jarang mendengarmu. Ia juga belum tentu tahu keadaanmu sebenarnya. Begitu juga engkau tidak benar - benar tahu akan keadaan gurumu...

Bahkan suatu saat engkau bisa saja kecewa bila ternyata gurumu tak sehebat yang kau bayangkan. Bisa juga engkau menjadi angkuh bila suatu saat perolehan ilmumu telah melebihi orang yang tadinya kau anggap guru.

Tapi tidak demikian dengan sahabat...mosok sih kamu tak pernah punya sahabat nak ? coba dong ceritakan bagaimana suasana sahabat nak...

Oo...iya iya... sahabat mau mengerti aku apa adanya. Sahabat memberikan energi yang lebih...eeeh... apalagi ya ....

Sahabat lebih banyak mempengaruhi perubahan tingkah polahku ketimbang nasehat pak guru ataupun orang tua sekalipun. Sahabat mau berbagi walau ia hanya memiliki sedikit... sahabat tak pernah pamer atau mengungguli... sahabat tak pernah memaksa... ia hanya menyampaikan...ya, hanya menyampaikan dan menemani dengan setia setiap langkahku... Yah.....pak Tua....aku jadi ingat hikayat bahwa di sekitar Muhammad yang agung hanyalah para sahabat. Bukan murid atau bawahan....

Hah...!!! aku paham....Sahabat adalah engkau Pak Tua ! engkau ada dalam diriku...!!!

He...he...he...saammmaa...Sahabat adalah engkau anak muda ! engkau juga ada dalam diriku...!!!

Ha ha ha ha....tra la la...tri li li.....indahnya hidup ini....la la laaaa......

mereka berdua tersenyum sambil bernyanyi bersama.....merayakan sebuah kemenangan bersama atas perdebatan hidup...tak ada yang kalah dan dikalahkan....mereka sama - sama bergembira karena telah menemukan jawaban hidup...

Terciptalah suasana saling ikhlas dan mengikhlaskan diri....lepas sudah buhul - buhul sekat antar anak manusia itu. Tak ada keraguan dalam dada mereka....

Dan akhirnya mereka berdua menjadi sahabat hati sejati yang tak terpisahkan bagaikan bertemunya dua samudera di kala senja malam mulai memunculkan wajahnya...

Jin, gondoruwo, ndhas klunthung, tuyul dan dedhemit tak lagi berani menampakkan wajah dan takkan mampu menjangkau sebuah ikatan silaturahmi tingkat tinggi ini...

Semburat samudera cahaya hidup seakan menahan gelap yang akan segera memaksa menghampiri...

Ah.... shidratul muntaha itu...

Dua lautan telah bertemu dan menjadi jalan tengah yang lurus...

Ah... siraathal mustaqiim itu...

Hhmmh... sebuah hidayah silaturrahmi dari Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang......

Hmmhh...nelangsanya, akhir cerita walau terasa berat mereka harus berpisah secara ragawi. Keduanya harus mengikuti jalan takdir dunia sampai jatah waktu yang telah digariskan. Hingga kehidupan yang sesungguhnya menyatukan kembali di bawah guyuran telaga Al Kautsar....

Ya, tuk sesaat mereka harus memendam rindu teramat dalam...amat dalam...amat dalam....


wassalam, Makmum Pencari Ikan

Dody Ide

Malang 17 Juni 2010

Rabu, 08 September 2010

Salah Paham, Salah Bahan, Salah Bahas dan Salah Takbir


Angkat tangan ! hands up ! jangan bergerak ...! Pasti kita sering melihat dialog film seperti itu. Tentu bayangan kita atas dialog itu adalah gambaran seorang dengan posisi tangan di atas dan dalam kondisi mental terpaksa menyerah pada si penodong.....

Allaaaaaahu Akbar....begitu seriusnya kita mengangkat tangan setiap awal sholat. Kita menyebutnya takbiratul ihram alias mengharamkan sesuatu selain meng"Akbar"kan Allah. Eit, benarkah kita telah berbuat demikian secara lahir batin ? ataukah kita seperti posisi orang tertodong yang terpaksa menyerah sambil diam - diam mencari celah untuk berontak ?

He he...mari kita akui bersama. Sering kayaknya kita ini takbiratul ihram ucap Allahu akbar sampai dahi mengkerut...tapi ndhilalah yang akbar di antara kerutan dahi itu adalah kunci motor yang ketlisut, es teler, piagam penghargaan, jilbab baru, saham blue chip, THR dan sejenisnya. Tergantung momen. Kita menyerah tak berdaya pada hal - hal tersebut. Bukan menyerah pada Allah.

Kalau sudah gini, gimana bisa melanjutkan doa iftitah " inni wajahtu wajhiya... " sedangkan kita masih memandang wajah benda - benda mati kesenangan kita. Ya, sholat kita masih memuja berhala benda - benda yang kita taruh di altar otak plus sesaji bunga warna -warni angan -angan kita sendiri. Kita salah membawa bahan yang akan kita haturkan pada Allah.

Salah bahan dalam bertakbir ini juga karena kita menghadap Gusti Allah laiknya seperti menghadapi ujian skripsi. Kita bingung mempersiapkan argumen - argumen keilmuan agama. Padahal takbir adalah mengAkbarkan yang kita hadapi. Bahan yang diperlukan untuk mengakbarkan Allah adalah pengakuan keluruhan diri. Bahwa kita tak ada apa - apanya. Sama sekali bukan bahan keilmuan, kekuatan olah tubuh, kekuatan golongan, ras dan sejenisnya.

Bahan yang diperlukan dalam bertakbir adalah tidak membawa bahan apa - apa itu sendiri. Tak lain agar dahi kita tak tertutup macam - macam angan - angan yang membuat kita tak mampu memandang wajah Allah. Ya, bahan bertakbir adalah berserah-islam dan uluk salam menunduk dengan sadar diri fana.

Dan sesungguhnya bila kita mampu bertakbir dengan benar, kita akan sesenggukan merasa apalah arti kecerdasan, kesaktian ataupun kekayaan kita. Semua nol.

Saat kita ikhlas bertakbir me-nolkan diri, Maka yang Satu Ini akan muncul dengan sangat jelas. Ya, sangat jelas Akbar Sekali meliputi segalanya. Preman, kecoak, semut, iblis, Yahudi, Nasrani, liberal, garis keras, Sunni, Syiah terliput dalam satu keakbaran tunggal. Tak ada yang bisa lepas sedikitpun dari genggaman Maha Ahad. Ya, tak ada yang bisa lepas sebutir zarah pun.....

Memang pemahaman seperti ini kalau kita mengedepankan sikap apriori dengan alasan pemahaman semacam ini asing tak pernah ada di file otak kita, maka yang terjadi hanyalah salah paham. Kita pun mentakbirkan kesalahpahaman tanpa kenal henti demi kepuasan nafsu mendebat. Mungkin kalau diladeni bisa - bisa jadi salah takbir berjamaah....

Kalau salah urat sih mungkin bisa dipijit diurut. Dalam beberapa hari pun akan sembuh. Tapi bagaimana dengan salah paham. Kadang berganti generasi pun belum tentu luka di hati ini bisa sembuh...

Seperti kegemaran pribadi dalam dunia tulis menulis pun tak luput dari banyak protes dan salah paham. Pertanyaan utama biasanya " Nulis berbau religius kok gak ada dalilnya sih ... ? mana dasar ayatnya... ? atau sindiran bahwa sesatlah seorang yang hanya menuruti angan - angannya saja...dan masih banyak lagi. Pastilah semua tonjokan itu tentu disertai dengan dalil - dalil yang sangat ampuh untuk menyudutkan orang yang tak sepaham....

Padahal niat awal menulis secara pribadi hanyalah memudahkan meng"kaji" pemahaman diri sendiri. Atau paling banter sekedar sharing sesama teman yang sudah kenal. Tak ada niat menceramahi orang lain. Lha wong saya bukan ustadz hare.... juga memang gak ada level atau kaliber ke arah situ kok.

Tapi tentu wong namanya mengkaji, ya pasti sebelumnya ada yang dijadikan bahan kajian. Setelah bahan itu terenungi, barulah dijadikan uraian yang mudah dipahami.

Misalnya, sampeyan lebih sreg mana tulisan ringkas " Yang menjadikan rumah bisa berdiri bukanlah materi itu sendiri, melainkan diri kita yang diliputi daya hidup. Contoh gampang, rumah yang tak pernah dihuni pasti cepat lapuk dan ambruk. Tetapi rumah walau reyot, tak akan mudah ambruk bila di dalamnya penuh daya hidup yang bersih. Bisa kita lihat masjid -masjid tua yang masih banyak kokoh berdiri walau tak menggunakan tehnologi tinggi.

Atau gaya penulisan seperti di bawah ini :

( Buka kurung ) Yang menjadikan rumah bisa berdiri bukanlah materi itu sendiri,melainkan diri kita yang diliputi daya hidup .rujukan>(Dan orang-orang yang di atas A′raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: "Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfa′at kepadamu." ( Al A'raf 48 ) Tetapi rumah walau reyot, tak akan mudah ambruk bila di dalamnya penuh daya hidup yang bersih. Bisa kita lihat masjid -masjid tua yang masih banyak kokoh berdiri walau tak menggunakan tehnologi tinggi. rujukan>( Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.Al baqarah 149 )*catatan ayat pertama : pada peradaban modern kota di Latvia harganya cuma 2 milyar rupiah karena tak berpenduduk. Jadi nilai tertinggi adalah mahluk hidup itu sendiri. Lebih tepatnya daya hidup. Bukan materinya. Sia -sia bila manusia tanpa daya hidup. Sebab walau ada manusia tapi tanpa daya hidup, kota itu malah tak laku karena jadi kota zombie. Atau rumah yang tak berpenghuni biasanya cepat ambruk>teringingkari / tak tercover / kafir dari kepemilikan>(harta adalah benda mati, sedang A'raf adalah tempat tertinggi yang menyiratkan lebih tinggi dari benda mati, yaitu kehidupan itu sendiri,* sesungguhnya - ( akhirat, idem )*Keterangan ayat kedua : makna masjid adalah tempat bersujud. Ketika hati kita bersujud ( dimana yang dimaksud hati adalah jantung- sesuai hadits bila satu bagian tubuh baik maka baik semua, bila buruk buruk semua yaitu jantung ), maka keteraturan detak jantung akan membuat keselarasan cipta karsa manusia. Sehingga kehendak manusia akan menyatu dengan kehendak Allah. Di sinilah termaktub janji Allah pada akhir Ayat bahwa Allah tak akan lengah dari apa yang kamu kerjakan. * A'raf = tempat tertinggi yang berarti secara epistimologis adalah bla...bla..bla...( tutup kurung )

Mungkin tulisan gaya ke 2 ini malah bikin bingung. Sebab penulis juga harus bekerja keras lagi menjelaskan antara tulisan dengan korelasi ayat. Akhirnya yang membaca bingung, yang menulis juga capek. Pembaca yang awalnya ingin meringankan beban pikiran, malah kepikiran dua kali.

Inipun kalau ditinjau sebagaian cendekiawan agama walau kita sudah menyertakan dalil, tetap saja masih dianggap bukan meng"khidmat"i Quran. Alasannya karena itu masih sebatas terjemahan, bukan Quran asli. Masih bisa salah tafsir atas kekeliruan makna huruf dan ucap. Sebab Qur'an asli haruslah mempunyai ketegasan dan kejelasan uslub, nahwu sharf, balaghah, mahraj, tajwid, tasydid, tartil dll.

Belum lagi tentang pertanyaan sumbernya dari Mushaf Utsmani kah atau cetakan Mesir dan banyak hal lain.Hmmh...ini masih urusan ilmu dhahir sudah demikian melelahkan orang beragama. Belum lagi urusan bathinnya mengenai masalah sanad ahlul bait, jalan tarekat, mutabarok, wali, mursyid, kamilun mukamil dan sebagainya.

Aneh ya ? satu agama dan satu Tuhan yang sama saja sudah bersengketa...kalau dah gini bagaimana kita bisa menerapkan ayat lakum dienukum waliaddin yang jelas -jelas lebih berat amanatnya....?

Belum lagi kita masih diamanati Al Hujurat 13 :Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku -suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal...

Nah, apakah ayat Al Hujurat 13 gampang diterapkan ? mengingat setiap suku mempunyai kebudayaan, bahasa dan logat yang bila kita tak mau saling mengenal bahan budaya ini, pasti akan mudah terjadi salah paham karena ada kesalahan pembahasan.

Faktanya, dengan istilah yang sama, ternyata walau satu region akan terjadi perbedaan makna. Ambil contoh kata " ditiliki ". Ditiliki bagi orang Malang bermakna dicicipi ( lidah ). Tetapi bagi orang Jawa tengah bermakna dilihat ( mata ). Walau keduanya berumpun ke maksud "diperiksa". Misalnya, saya asli Malang Jawa Timur, istri Semarang jawa Tengah. Suatu saat tiba - tiba mertua teriak " dodyyyy...tuh anakmu di belakang lagi be'ol...mbok ya ditiliki duluuuu...dari tadi panggil - panggil kamu..."

Nah lo !

Lha kalau saya hanya mengikuti bahan pengetahuan pribadi tanpa ada kemauan mengenal bahasa orang lain, apa hal sepele semacam ini bukannya tidak mungkin menjadi perpecahan rumah tangga ?Dari hal - hal salah paham akan penggunaan bahasa inilah yang sering menjadikan perpecahan dalam urusan takwa. Padahal takwa adalah urusan takut kepada Allah, bukannya menakut - nakuti orang lain. Apalagi mengkafirkan dan mensesatkan yang lain.

Persoalan budaya bila kita tak mau mengamalkan ayat Al hujurat 13 kadang membuat manusia menjadi orang - orang stereotype, apriori dan sinis. Tentunya semua sifat tersebut akan mereduksi makna Akbar itu sendiri.Misalnya, dan yang paling krusial di Jawa adalah istilah Islam Kejawen. Pada umumnya orang yang ingin memurnikan ajaran Islam akan menghakimi istilah ini. Padahal nalar sederhananya adanya istilah tersebut karena sebuah landasan ayat Al Hujarat 13 tadi. Dengan kata lain Islam mewajibkan mengenal budaya setempat dimana seseorang akan berdakwah.

Yang lucu juga kita menganggap Islam kejawen diajarkan oleh wali tanah Jawa alias wali songo. Padahal wali songo sendiri berasal dari keturunan Cina dan jazirah Arab ( kecuali Sunan Kalijogo ). Pointnya, para wali tidak mungkin mengajarkan kejawen karena para beliau bukan orang Jawa. Dan tidak pula memaksakan Kearaban atau Kecinaannya. Yang ada hanyalah keislaman yang ditanamkan dan disesuaikan tanah yang dipijak.

Jadi di sinilah letak kebesaran walisongo karena mau menjadi Jawa agar kelak orang menganggap Islam ya Jawa, jawa ya Islam. Alias Islam bukanlah hal asing. Terbukti orang yang lahir di Jawa rata - rata otomatis mulai kecil merasa dirinya Islam, bukan agama lain.Yang masih sering terjadi Ketika seorang berdakwah dengan cara Jawa, pasti dianggap ajaran Kejawen, bukan Islam murni. Lha tapi ketika pengkritiknya diajak bahasa Arab full supaya lebih terlihat Islami, ndhilalah ternyata juga nggak ngerti. Dan juga apakah jaman dulu ada bahasa Indonesia ? Gak ada kan ? Nah, serba salah kan ?

Kalau kita fair dengan cara pandang sempit ini, seharusnya juga menganggap Islam yang dipelopori Hamzah Fansuri sebagai Islam Kesumateraan beserta apriori cara pandang budaya yang tak seide. Berlanjut ada istilah Islam Kekalimantanan, Kedayak - dayakan dll. Tentunya orang Islam di luar daerah itu juga berhak sinis memandang model -model tersebut. Padahal semua itu sesungguhnya terjadi dengan asas ayat tersebut.

Hmmh...apa salah bahan kali yaaa..... Tapi memang terlalu banyak Bahan - bahan yang salah letak bahasannya terlanjur memasuki otak dan akhirnya menjadikan cara beragama kita repot dan sinis karepe dewe...

*

Haduh...begitu rumitnya beragama....sampai - sampai sholat yang intinya adalah shilatun-sambungnya tali hati kepada Allah menjadi tali rumit yang tak jelas sambungannya. Apa kerumitan ini karena kebanyakan buat mentali-ikat berbagai macam ilmu tadi ya ?

Seperti yang dibingungkan seorang sahabat tentang bagaimana berjamaah bila sang imam dalam membaca surat kurang sip masalah makhraj, tajwid dan tartilnya. Bukankah imam harus paling fasih bacaannya ? kalau sudah gini apa lebih baik sholat sendiri ?

Belum lagi kalau pertanyaan seperti ini masih didetailkan lagi ke masalah presisi pengucapan huruf krusial. Contohnya, menurut ulama A pengucapan paling sulit dan harus presisi pada huruf arab Adalah kha' sedangkan ulama B huruf tsa'. Dan pelajaran untuk sekedar memfasihkan dua huruf ini bisa memakan waktu tidak sebentar.

Padahal ada karib saya gak mahir bahasa Arab tapi kalau sudah niat berdoa kok ya musti ma'bul. Hmmmh...jangankan bahasa Arab, bilang Allah saja lidahnya kelu belepotan hare...bisanya Awwohh....

Tetapi faktanya ud'uni astajib lakum telah mengalir di darahnya, berdoalah padaKu pasti Kukabulkan. Hal ini karena KU-nya telah ketemu. Sebab orang yang tak dikabulkan doanya karena KU-nya belum ketemu. kesadaran Ku-nya masih ku kecil ego diri. Bukan sesungguhnya KU yang dimaksudkan dalam ayat tersebut.

Intinya, tak dikabulkan doa karena tidak berdoa kepadaKU. Melainkan berdoa kepada angan - angan, perhitungan - perhitungan ilmu, dan alam -alam ghaib yang kadang malah melenakan. Walaupun semua aktifitas itu disertai dengan menyebut asma Allah, tetapi Ku-nya yang sesungguhnya masih ketlisut ditumpukan urusan keseharian....haduh...

Balik lagi, dengan keterbatasan pribadi muncullah jawaban ( kelas makmum ) atas pertanyaan sahabat tentang perihal fasih, seperti ini :

Seperti orang Jepang yang gak bisa omong huruf mati ( nama Aris menjadi Ariso ), orang Inggris gak bisa ucap R tegas, orang Arab gak bisa ucap E, orang Sunda gak bisa ucap F. Lalu apakah yangg terfasih orang Jawa ? Dengan fakta orang Jawa bisa fasih menirukan segala macam model ucap berbagai manusia sedunia. Faktanya juga banyak pesantren di Jawa yang menelorkan santri fasih bahasa Arab melebihi orang arab sendiri.

Tapi apa sih yang dimaksud fasih ? Juga apa yang dimaksud shalat ?

Kalau kita terhenti diperdebatan kefasihan mulut, saya jamin kita semakin lama semakin berat terbebani dengan urusan sholat. Padahal sholat fungsinya untuk meringankan beban. Dan faktanya ada golongan yang ketika orang lain sholat di masjid mereka, lantai langsung dipel. Hal - hal ini awalnya ya berangkat dari permasalahan begini - begini. Bagaimana juga sejarah memaparkan pertikaian NU - Muhammadiyah karena urusan qunut.

Padahal ketika baca Quran waktu sholat, jelek bagus pengucapan toh faktanya banyak yang gak tahu artinya. Padahal arti inilah yang membuat sholat kita sambung-shilatun.

bagi pribadi, yang lebih penting dalam berjamaah, kita cukup mengetahui arti dan makna saja agar komunikasi kita dengan Allah bisa berjalan dengan jelas dan benar, alias FASIH. Seperti anak kecil yang belum fasih bilang " ampu..tom..pas " sambil menunjuk lampu, strom dan kipas. Pastilah kita tahu maksud si kecil. Hal ini karena ucapannya dibarengi menunjuk.

Jadi yang berharga adalah petunjuknya. Berarti imam yang benar, porsi utamanya adalah kefasihan memberi petunjuk, bukan kefasihan mulut. Karena banyak yang fasih mulut tetapi kadang malah bikin kacau keadaan karena kekakuan individunya.

Nalar sederhananya, kalau ukurannya kefasihan mulut, karena besok di akhirat katanya yang diterima adalah sholatnya dulu, berarti yg masuk surga hanya orang Arab dong. Dan kita - kita yang cedal ini walau amal satu trilyun atau menolong jutaan orang, bikin ribuan masjid dan pesantren tetep gak nominasi masuk surga. Lha wong cedal plethat plethot hare.....hmmmh...kalo dah gini, apa lebih baik kita gak usah amal atau sholat sekalian ?

Dan kita juga lupa kalau Rasulullah adalah ummi dan malah sering menyuruh Bilal membacakan beberapa ayat sampai nabi menangis ketika ingat makna dan tujuan bacaan itu. Padahal Bilal cuma budak...kenapa kok rasulullah mau mendengar ayat -ayat suci dari mulutnya ?

Dan bisakah tingkat kefasihan Bilal dibandingkan dengan para penyair Arab yg waktu itu menjadi masyarakat strata teratas berkat kefasihan bicaranya ? kenapa Rasulullah tak memilih mereka ?

Sebenarnya sih Bilal lebih fasih, tetapi fasih penghayatan rintihan hatinya....ya, kehadiran hatinya...

Hmmh...Padahal bagi pribadi sholat itu mudah. Kalau kanjeng Nabi sudah terang -terangan dawuh bahwa sholat itu istirahatmu, sholat adalah kumpulan doa pengharapan, maka ya lakukan saja seperti itu. Gak perlu dianeh -anehkan dan dilebih -lebihkan. Sebab nanti malah gak sambung sama Gusti Allah, melainkan ketemu alam -alam aneh yang akhirnya kita malah melebih -lebihkan diri, Riya

Emm, maksudnya gini. Pertama, apa sih istirahat paling nyaman ? tentu tidur kan. Nah, biasanya tidur kan di atas kasur, sekarang coba di atas sajadah tapi dalam posisi berdiri. kedua, sampean ingat - ingat dulu gimana sih mental kita saat pengen tidur. Orang tidur pastilah meletakkan segala macam pikiran, merilekskan dan melemaskan badan sambil menikmati kenyamanan diri untuk kemudian berangkat melepaskan diri ke alam tidur.

Sekarang, sampean coba kondisi tersebut dalam keadaan berdiri ketika akan takbiratul ihram. Mudahnya coba ingat - ingat pengalaman rasa sampean saat berdiri di bis yang gak kebagian tempat duduk dan berasa pada situasi sangat ingin tidur tetapi tetap terjaga. Agar turunnya tidak kebablasan salah jalan.

Kemudian dalam posisi bathin seperti itu, pasrahkan keadaan diri dengan memulai takbiratul ihram. Bleng ! ketika tangan bersedekap, saat itulah kita langsung merasakan realita keakbaran. Dalam realitas kesadaran akan keakbaran Maha Luas Meliputi Segala Sesuatu Tak Tertanding Ini, gantungkanlah harapan - harapan, doa doa yang telah diajarkan Kanjeng Nabi.

Daaan...selamat merasakan apa yang selama ini hanya sekedar sebatas ucap...inni wajahtu....sebuah proses berhadap - hadapan langsung. Lepas meninggalkan alam - alam, ilmu - ilmu, gambaran - gambaran dan golongan - golongan. Di wilayah ini, khusyu akan terbentuk sendiri, tuma' ninah juga terbangun dengan sendirinya. Gak dibuat -buat. Apa ini yang dimaksud ayat tak ada paksaan beragama, La ikraha fiddien... ? monggo direnungi sendiri.

Kita pun akan bisa dengan sendirinya membedakan sholat kita khusyu' atau amburadul tanpa perlu referensi dari luar. Sholat yang tidak khusyu layaknya makan yang walaupun empat sehat lima sempurna tetapi tanpa dikunyah dengan tenang dan lembut. Akhirnya walau secara persiapan dan bahan terlihat berkualitas, endingnya hanya merusak pencernaan. Makanan yang baik pun berubah menjadi perusak tubuh. Sudah merasa makan yang berkualitas tapi rasanya kok tubuh ini selalu melilit kesakitan....haduh...hatiku melilit - lilit.....

Kita pun akhirnya paham ayat bahwa sholat mencegah fasik dan mungkar bukan untuk diarahkan orang lain. Ketika kita kehilangan rasa keakbaran dan rasa tenang menghadap dalam sholat, berarti kita telah fasik dan ingkar terhadap pencernaan ruhani sendiri. Kita telah merusak dan ingkar terhadap sebuah keakbaran. Kita selalu keburu - buru di hadapan Allah. Hingga pencernaan ruhani jadi rusak.

Ruginya, karena pencernaan ruhani rusak, tentu kita tak mampu lagi mencerna dan memahami ayat - ayat Quran. Pekerjaan kita dalam "mengkonsumsi " Quran pun akhirnya hanya sekedar menyuap ke mulut lalu dimuntahkan lagi pada orang yang sedang dihadapinya. Tak ada pencernaan, pemahaman dan perenungan lembut yang membuahkan daging ruhani. Hmmh...ruhani yang kurus kering.......

Rasa -rasanya memang kita ini bagaikan orang yang bertemu presiden tapi masih sibuk ngobrol sendiri dan tengak -tengok kanan kiri. Kira - kira sang presiden reaksinya gimana ya ketika lihat orang kayak kita - kita yang masih suka tengak tengok ini... ?

Mungkin pak presiden akan bilang gini " Celakalah orang yang menghadap saya ini ! Kalau dalam sholat mungkin ayat yang tepat adalah " celakalah orang yang sholat..." wheiks!

Sholat kita pun benar -benar sia - sia. Kita minta petunjuk tapi saat diberi petunjuk, kita malah tolah - toleh sibuk sendiri. Pikiran kita ngoceh sendiri sampai tak mendengar petunjuk yang diberikan. Akhirnya walau petunjuk itu sudah diberikan, kita tak pernah merasakan diberi petunjuk apapun seusai sholat. Hidup kita jalani tanpa petunjuk, sesat. Ya, sesat bukan untuk diarahkan kepada orang lain. Sesat adalah untuk menunjuk diri sendiri.

Eh, tapi semua ini cuma pengalaman pribadi lho. Sama sekali bukan untuk menggurui dan mengajari sampean tentang hal yang bisa jadi dianggap aneh bin sesat wal bid'ah. Dan dari model sholat pribadi seperti ini, saya mengalami kenikmatan ibadah sholat melebihi apapun. Walau terus terang sholat masih sangat pas - pasan.

Memang sih, ilmu seperti tarikh, syariat, nahwu sharaf, balaghah, mantiq, fikih, tauhid dan sejenisnya tetaplah sangat penting dijaga dan dijunjung tinggi. Asalkan kita bisa meletakkan bahan semua itu pada tempat pembahasannya. Tak lain agar umat merasa terpayungi, bukannya malah bertambah takut dan bingung. Sebab takut atau takwa haruslah tetap diarahkan pada Allah. Bukan pada Kyai, Mursyid, Ustadz dan kitab - kitab akibat kita terlanjur mengAkbarkan dalam bayangan dahi -dahi kita.

Bila sampai penerapan dan pembahasan berbagai displin ilmu tersebut membuat ketakutan umat, jangan -jangan nanti Al Quran nasibnya hanya seperti senjata pusaka seorang raja. Tak sembarangan orang boleh menyentuh. Fetakomplinya, kita hidup setiap hari penuh masalah. Lha kalo Al Quran gak boleh dipahami sesuai kontekstual permasalahan dengan alasan kita tak punya kompetensi, terus para makmum yang dilanda kebingungan itu mencari petunjuk kepada siapa ?

Padahal tak setiap hari para imam mendampingi kita layaknya ibu yang setia setiap saat menemani si bayi yang sedang belajar tumbuh dewasa.

Bila seperti ini, Qur'an pun berakhir menjadi seperti harta karun tak ternilai yang berada di dalam tanah. Tak ada yang bisa menggunakan untuk menutup kebutuhan hidup karena prosedural yang tak memungkinkan bagi orang kelas makmum yang hidupnya jelas -jelas terlunta -lunta dan butuh petunjuk.

Akhirnya kita pun malah benar - benar tersesat karena tak berani membaca Al Quran. Realitasnya harus kita akui bahwa kompensasinya kaum muslim lebih sanggup membaca berbagai macam hadits dan kitab klasik sampai modern sampai berlemari -lemari dengan lahapnya. Tetapi menikmati dan memetik makna 30 Juzz ?

**

Duh Gusti...

Mungkin saya sekedar berimajinasi sedih bila kelak di surga Kanjeng Nabi mbatin nelangsa " Lho ? mana umatku yang sangat kubanggakan ? kok gak ada yang di sini ? padahal saat hidup telah kuperjuangkan mati - matian. Jangankan yang sudah bersyahadat, yang kafir saja kudekati sepenuh hati agar mereka mau bersyahadat sebagai tiket masuk surga....

Semua telah tumbang di tengah perjalanan sirathal mustaqim karena tak berani membaca Al Quran sebagai hudan lil nas, petunjuk bagi manusia. Bahkan sesungguhnya petunjuk bagi orang yang tak pernah bersyahadat sekalipun.

Faktanya banyak sekali ilmuwan barat yang kita anggap kafir mampu mengeksplorasi ide - ide dasar ayat Quran tuk digunakan pijakan sains dan tehnologi. Dan lucunya setelah mereka menemukan korelasi ilmiah antara ayat dan science kemudian berhasil menjadikan petunjuk kemakmuran dunia, kita pun sami'na wa ata'na. Manut. Padahal di sisi lain kita masih bersikeras bahwa Quran hanya boleh dimaknai, ditafsir dan dihujahkan oleh para pakar agama Islam. Bingung....

Yah, Qur'an bukanlah milik para cendekiawan muslim saja....Qur'an adalah milik siapa saja yang mau hadir di dalam lautan maknanya. Qur'an adalah tool untuk menguak dan meneguhkan sebuah keAkbaran. Sebuah jalan untuk menahlukkan keangkuhan pribadi, muslim maupun kafir. Sebuah bypass shiratal mustaqim. Jalan lurus menuju nirwana....

Dan makna jalan menuju surga bagai rambut dibelah tujuh bukanlah sebuah gambaran fisik ataupun kecerdasan referensial otak. Melainkan keteguhan hati bertakbiratul ihram karena telah memahami sebuah realitas perjalanan keakbaran yang banyak dimassage dalam Qur'an. Bukan sekedar modal katanya doang.

Dan logika sederhananya, kalau jembatan surga cuma gambaran fisik pastilah yang nyampai ke surga duluan dan punya nyali melewati jembatan rambut dibelah tujuh adalah pemain akrobat tali. Dan kalau pun dihitung berdasar kecerdasan referensial otak atas ilmu kitab -kitab baik yang kuno sampai posmo, pastilah orang Yahudi atau pendiri Google sudah dapat tiket duluan.....

***

Mungkin sudah saatnya kita tak lagi saling berdebat tentang seremonial kefasihan kata - kata yang sering berakibat pertikaian. Lebih baik kita belajar mempertanyakan pada diri masing - masing apakah seremonial hati kita telah benar - benar teduh berlabuh pada Allah Yang Maha Akbar....

Yuk kita belajar bareng - bareng supaya bertemu shiratal mustaqim. Jalan lurus...Tidak jalan yang kekirian keras frontal, juga tidak kanan yang lembek permisif liberal.....agar hidup tak salah takbir mengakbarkan yang bukan Maha Ahad.

Mari berjamaah dengan Gusti Allah, ehmm maksudnya selalu mempunyai kesadaran gerak bahwa tiap helaan nafas hidup ini selalu diliputi dan dibarengi Allah.

Dan mari berhalaqah dengaan para nabi dan orang shalihin dengan cara mengucapkan dan memahami arti tahiyat sholat sepenuh hati....yah, sebuah halaqah lintas golongan dan kelompok.....halaqah semesta rahmatan lil alamin.

Tak lain semua itu sekedar memberi baju ihram hati kita...agar ketika takbir dimulai, kita sanggup mengharamkan jahitan dan warna - warna berbagai macam baju gerak pikiran yang menoleh kiri kanan yang menghijab keAkbaran itu sendiri.........

Yah, takbiratul ihram adalah kesanggupan mengharamkan segala sesuatu selain tanpa dibarengi pemahaman keAkbaran Allah yang meliputi segala hal. Yang bermakna bila kita memandang, mendengar dan mencecap segala sesuatunya harus tembus pada pandangan akhir Allah. Semua hal harus ada Allah-nya. Susah, senang dan guyon pun harus berhappy ending pada keakbaran Allah.

Bila memandang manusia yang tak seide, jahat, jorok, kotor, pendosa dan sejenisnya kita tetep berteguh bahwa di dalamnya tetap ada keakbaran Allah. Bila kita tak bisa menemukan Allah di situ, jangan - jangan kita masih takbir narcis. Terlalu mengakbarkan ego kesucian diri.

Sebab manusia adalah minruhi. Cipratan Ruh Allah Yang Maha Suci itu sendiri. Seburuk apapun perilakunya.....

Hmmmh...tapi susyyahh ya takbiratul ihram seperti ini ? saya sendiri pada prateknya ya nggeblak - nggeblak gulung kuming hare.....

Tapi enak lho kalau sudah punya kesadaran gini. Dimana pun bumi dipijak adalah tempat bertakbir dan bersujud. Nggak harus nunggu masuk bangunan yang bernama masjid.

Maka ketemulah makna ayat " Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. ( Al Baqarah 115 )Akhirnya kita pun hidup dimana-mana jadi terasa enjoy dan lapang. Sujud dan mencari surga pun tak perlu berdesak - desakan rebutan pahala sambil menyikut teman sendiri seperti orang rebutan mencium Hajar Aswad.....

Wa ba'du, semoga dengan adanya catatan kecil ini dalam ber-habluminannas kita tak lagi mudah salah pahas karena salah baham. Eh, salah paham karena salah bahas ding........

Selamat menggemakan takbir di relung hati....sesuatu yang tak terdengar tapi lantang bergemuruh.....ya, sebuah takbir yang melegakan dada sepanjang waktu....Minal Aidin wal Faidzin, taqobballahu minna waminkum....Mohon Maaf Lahir bathin....

Te te de, makmum masih salah teyuuus...

Dody Ide

Antara Adab dan Abab Puasa


Teringat waktu kecil. Saat ramadhan tiba, hal yang paling menjengkelkan sekaligus menggelikan adalah guyonan abab - ababan. Guyon yang sifatnya mengeksplorasi bau mulut.

Kalau ada teman datang ikut ngumpul, biasanya langsung kita berondong dengan pertanyaan yang pengucapannya dilebih - lebihkan. " Khamhu dhari mhannha sihhh...nhanthi mhalham rhondha bhangunhin orhang shahhur jhadhi apha ghaak ....?Teman yang baru datang langsung jengkel dan menjawab dengan singkat " Bhaahhhhh...mbhhoooohh..." sambil mendekatkan mulut ke hidung teman lainnya. Mmpffhh...

Intinya guyonan ini adalah menyelipkan huruf " h " disetiap suku kata yang kita ucapkan. Tak lain agar bau mulut saat puasa terekplorasi dengan gaharnya....hmmh...guyonan yang berubah aib bila kita praktekkan saat dewasa.Ya, bau mulut adalah faktor krusial orang berpuasa. Sampai - sampai Kanjeng Nabi menghibur bahwa bau mulut orang berpuasa layaknya bau kesturi....

Sik...sik...sebentar...bau kesturi ? hhmmmh,,, gimana bau kesturi itu ya... ? lha wong barangnya saja tak pernah berjumpa. Dan apakah semua orang menyukai bau kesturi ? Sebab bau adalah selera. Bau yang enak menurut orang ini bisa jadi bau eneg menurut orang itu.Lalu apakah orang bisa mengeluarkan bau mulut yang sama padahal ketika sahur yang satu makan jengkol, satunya makan sup ?

Apa yang dimaksud hadits ini ? apakah Kanjeng Nabi hanya berhenti me-massage kita tentang urusan makanan dan bau lahiriyah. Padahal puasa adalah urusan batin, urusan rahasia hamba dengan Khaliknya dan urusan menafikan makanan.

Nalar kedokteran juga tak bisa menafikan fakta bau yang berhubungan dengan puasa ramadhan. Sebab ramadhan itu sendiri bermakna membakar. Dalam hal dasar lahiriah adalah proses pembakaran lemak dan racun tubuh. Wong namanya bakar - bakar pasti bau' laaah.... Persis kayak saat kita lagi bakar -bakar karet ban atau sampah. Bau tak mungkin bisa dihindari.

Tetapi Kalau kita korelasikan antara hadits yang menyatakan bahwa puasa adalah satu - satunya ibadah rahasia kepada Allah dan bau mulut orang berpuasa seperti wangi kesturi maka setidaknya kita akan paham bahwa puasa adalah benar - benar ungkapan rahasia yang berbuah kenyamanan dan keharuman hidup.

Emh, maksudnya ketika seseorang benar - benar berpuasa selain mengingat Allah, maka sedikit demi sedikit Allah akan mengungkapkan berbagai rahasia pengajaran hidup. Ketika rahasia ini turun kepada seseorang yang berpuasa dengan sungguh - sungguh, maka dari mulut orang tersebut akan keluar berbagai ilmu kedekatan kepada Allah.

Ilmu apapun yang dimiliki orang itu, ujung - ujungnya pasti membawa ke arah Taqarub kepada Allah. Tak peduli yang katanya ilmu keduniaan sekalipun seperti accounting, saham, pelayaran, pertukangan, seni, politik dan sejenisnya.Hal ini terjadi karena ia benar - benar menyaksikan jalannya sebuah proses mendekat dan berpuasa selain Allah. Berpuasa dan menyadari bahwa semua aktifitas manusia dalam genggaman Ahad. Allah

Inilah makna bau kesturi orang berpuasa. Segala ucapannya menjadi kesenangan hati orang. Apa yang ditorehkan menjadi jalan wangi ruhani para mahluk yang ingin bertaqarub mendekat diri pada Allah.

Inilah ilmu rahasia...ilmu yang tak bisa ditelisik literatur buku cetaknya . Ilmu yang bukunya diturunkan langsung dari lauhil mahfuz ke hati kita. Tentunya semua sesuai dengan jatah aktifitas hidup keseharian. Tak lebih, tak kurang.

Misalnya kalau sampean pegawai bank, maka Allah akan menurunkan trik -trik rahasia, ilmu - ilmu out of frame perbankan. Hal ini akan menjadikan kita pede dan nyaman dalam menjalani aktifitas walaupun kita sedang berhadapan dengan big bos sekalipun.Apa - apa yang diucap bos akan mudah kita uraikan dan jlentrehkan dengan lebih sederhana namun clear dan gamblang. Si bos pun bisa jadi manthuk - manthuk dan kesadaran Ilahinya tersentuh.

Hal demikian bisa terjadi asalkan kita mampu mengetahui adab ruhani berpuasa. Sebab kalau urusan syar'i berpuasa, tentulah kita sudah ndhakik nglonthok hafal mulai kecil. Kalau urusan rukun jasmani puasa kan cuma tidak makan minum bersetubuh. Padahal yang menentukan bau kesturi diri kita adalah adab reproduksi abab yang keluar dari pikiran dan hati.

Bila dalam otak dan hati kita isinya masih tertambat makanan, pastilah buahnya hanya lapar dan haus. Pastinya yang keluar dari mulut kita hanyalah " hmmh..enaknya es degan reeeek...hmmh bau sate gule meluruhkan hatiku ....aku jatuh cinta pada kambing matiiiii....glodhak ! "

Kalau kita sadari yang bikin enak makanan dan minuman sesungguhnya bukanlah makanan dan minuman itu sendiri, melainkan citra kesadaran dan kebiasaan diri. Misalnya seperti duren bagi kebanyakan orang Indonesia sangat nikmat tetapi bagi orang Amerika sangat menjijikkan.

Ya , semua tentang pemaknaan apa yang kita cecap melalui hidung, mulut, telinga dan mata. Dan sebenarnya puasa adalah step selanjutnya untuk mengetahui, memaknai dan menyadari siapa yang memberi rasa -rasa itu. Bila kita punya kesadaran bahwa semua adalah pemberian Allah, maka rasa kita akan naik menjadi satu rasa saja. Rasa berketuhanan.

Ketika rasa berketuhanan ini muncul, kita tak lagi berat dengan rasa -rasa tentang nikmat makanan, bahkan bau mulut teman. Semua sudah tidak ada masalah. Ada makanan ya dinikmati, nggak ada ya biarin. Hingga pada titik tertentu kita akan bisa melebur antara kewajiban puasa dan hadits tentang anjuran makan bila lapar berhenti sebelum kenyang.

Maksudnya, ketika Pak Saat sedang adzan Magrib, kita tak lagi bingung isi meja makan dan bingung ajak -ajak Pak Slamet untuk berbuka puasa. Tetapi niat kita sekedar membatalkan puasa seperlunya. Setelah dirasa masih belum lapar beneran, kita tak akan makan yang bisa jadi sampai sahur menjelang.

Semua itu terjadi tanpa paksaan bila kita telah merasakan buka ruhani. Ya, berbuka tentang sebuah pengetahuan kelemahan diri untuk diisi makanan - makanan rahasia - rahasia Ilahi.

Hmmh...masalah rahasia apa yang bakal diturunkan kepada sampeyan, itu juga masalah rahasia kualitas kedekatan dan urusan kejujuran masing - masing pribadi kepada Allah yang saya takkan mengetahui atau mencampuri....Juga karena apa yang saya dapat belum tentu cocok untuk sampeyan praktekkan .Inilah rahasia - rahasia pribadi mahluk dengan Khaliknya...keunikan -keunikan ilmu yang diberikan Allah kepada orang yang mau melakukan puasa dengan sungguh - sungguh. Hmmhh......masak sih gak kepingin dapat Er Ha Es - Er Ha Esan dari Allah... ?

*

Kalau saja kita puasa sifatnya hanya memindah jam makan dan malah memperpanjang angan angan dengan berbagai makanan, itu sama saja kayak orang ingin menghilangkan bau petai dari mulutnya dengan cara makan jengkol. Petainya hilang, jengkolnya malah buau' gak karu - karuan.

Sebab fakta dampak puasa seperti ini sangat jelas di kehidupan nyata. Bahan makanan melonjak drastis karena semua orang memburunya. Padahal maksud puasa adalah menafikan makanan jasmani tuk digantikan makanan ruhani.

Akhirnya kita sendiri yang merasakan ketidaknyamanan itu karena tidak mampu melawan hukum pasar yang kita buat sendiri secara tak sadar. Puasa yang harusnya digunakan untuk memfokuskan ingatan -ingatan kepada Allah malah terkalahkan oleh ingatan - ingatan makanan, persiapan lebaran, THR dan sejenisnya....

Hingga akhirnya puasa kita benar - benar hanya sebatas menjadi abab pembicaraan yang seakan mengganggu aktifitas dunia kita.....tak kan menemui makna bau kesturi dan rahasia - raahasia Ilahi....tak kan menemui lailatul qadar dimana hidup kita selalu diliputi rasa berbinar terang layaknya seribu bulan memayungi diri di kegelapan galaunya hati.

Ah..tapi sudahlah...semua orang berhak menentukan pilihan kenyamanan hidup....

Bhaghi shaya phribhadhi yhang phenthing phuasha hhharushlaahh membhuahkhan khekhusyuhkhan dhirhi khe thahap yhang lhebhihh bhaik dhari shebhelumnmyaaahh....

Shelhamhat mhenhunhaikhan ibhadhah phuashaahh.....haaaaaaaaaaaah..........

Wassalam, mhakmhum bhau'

Dody Ide