Rabu, 15 September 2010

Sang Makmum Mencari Ikan


Senja itu sang makmum duduk di muara pertemuan antara air tawar dan air asin. Sesekali memandangi samudera, sesekali juga ia memandangi aliran sungai...

Sambil menengadah ke langit sang makmum bergumam " Di mana garis batas perpisahan bila ternyata tetap saling mengikat ...? apakah perjumpaan adalah perpisahan itu sendiri ? di manakah batas langit dan bumi... di manakah siang bila malam mulai menampakkan diri ? "

Tiba -tiba muncul Pak Tua nyentrik. Rambutnya panjang mengurai putih. Topinya warna - warni, pakaiannya hitam dengan kantung air di belakang punggung. Matanya sayu tetapi lingkar hitam bola matanya sangat pekat dan tegas. Dengan suara sember dan gaya bicara yang asal - asalan ia menegur sang makmum...

" Hai anak muda...sudah menjadi takdir bahwa air akan mengalir mencari tempat terendah dan terluas...perjumpaan dan pertemuan di wilayah ini akan memunculkan rasa air yang tanggung, hewan - hewan beracun serta ikan berduri lembut.

Wahai Pak Tua, apa maksud pembicaraanmu ?

Layaknya kebingungan dirimu...ketika tersibak anugerah rahmatan lil alamin, pemahaman universal seluas samudera, engkau akan termangu -mangu antara ya dan tidak. Bila engkau tak melapangkan dadamu bagai Musa yang berdoa pada Tuhan meminta kelapangan hati, engkau hanya menjadi air payau... menjadi air yang membuat bingung peminumnya.

Cara berfikirmu layaknya daging ikan itu...seakan putih bersih padahal masih banyak terselip duri lembut yang siap menusuk tenggorokan yang memakannya. Buah pikiranmu malah bisa meracuni orang yang mendengar.

Mereka mengikutimu sedang engkau sendiri tak mau melanjutkan perjalanan. Kau hilangkan rumah mereka yang dulu tetapi tak kau pastikan di mana sesungguhnya rumah baru itu. Mereka bagai memakan racun simalakama...

Hmmh...Padahal engkau sendiri sudah tidak mungkin lagi kembali ke aliran asalmu. Pun bila kau paksakan kembali pada aliran - aliran itu, jalanmu akan naik melawan jalannya sifat air...engkau akan tersedak nak...

Engkau akan menjadi angkuh karena bisa menceritakan pada khalayak umum atas perolehan pandangan tentang samudera. Padahal engkau sendiri belum berani bermukim di samudera tanpa batas. Hidupmu akan terasa berat, nak !

Bila engkau tak kuat menuju samudera, biarlah Sang Cahaya Mentari memanggilmu naik dan menjadikan dirimu uap yang suatu saat diperintahkan turun di tempat yang telah ditentukan. Itu lebih jelas dan bermanfaat nak...

Seakan terkesiap dari sihir kata - kata Pak Tua tadi, sang makmum memotong pembicaraan.

Ah, Pak Tua....jangan sekali - kali mengguruiku...lagipula bicaramu terlalu aneh...

Sudah kuputuskan, aku lelah mencari guru...pada akhirnya semua guru memaksakan keyakinan mereka...bukan menumbuhkan keyakinanku sendiri...guruku hanya menjeratku dalam kebingungan - kebingungan baru... dan kayaknya mereka puas bila murid semacam aku tahluk dalam kebingungan...

Lho, tapi bagaimanapun engkau haruslah tetap berguru pada manusia...walau guru itu bukan aku. Engkau ditakdirkan menjadi manusia dan fitrahmu mencari kelengkapan ilmu hidup lewat seseorang yang telah mengarungi samudera ilmu...tentu, ia adalah manusia...bukan dedhemit ataupun jenglot....

Tidak ! manusia terlalu tinggi untuk kuangkat jadi guruku. Pikiranku terlalu lelah menuruti kata - kata orang - orang suci itu. Bagaimana tidak, paham si Fulan yang mengaji di surau sebelah mengajakku begini, sedangkan di masjid Timur hal ini malah tidak diperbolehkan. Padahal mereka sama - sama merasa paling tahu dan kenal dekat dengan Tuhan...

Tuhan itu Satu Wajah Nak...Ahad, berdiri Sendiri, dan bebas suci dari persangkaan. Hanya isi tiap kepala manusia saja yang menjadikan Tuhan bermacam - macam wajah. Dan itu semua akan membuat mereka saling bertengkar bila bertahan pada persangkaan masing - masing. Kecuali mereka telah memahami arti sembilan puluh sembilan Nama...

Maksudmu ?

Sembilan puluh sembilan Nama akan mengurai kebingunganmu mengenai Tuhan. Sifat dominan dalam dirimu adalah salah satu percikan Nama. Engkau pemarah, engkau penyabar, engkau pandai, engkau perkasa atau gemulai hanyalah sebuah kemurahan Tuhan.

Engkau harus mengenali Tuhan lewat sifat dominan yang ada dalam dirimu sendiri....Bukankah ada yang mengatakan siapa yang mengenali dirinya sendiri akan mengenali Tuhannya ?

Tetapi bila kau tak tahu peta dirimu, sifat apa yang dominan dalam dirimu, maka berlaku lah belas kasih atau sabar kepada sesama. Karena sifat itu adalah nama pembuka dan nama penutup semua sifat. Di dalamnya terangkum semua sifat. Lelaku belas kasih dan sabar inilah yang akan memunculkan sifat dominan sesungguhnya yang ada padamu...

Bisa jadi dengan pengasahan sifat belas kasih dan sabar malah akan memunculkan bahwa sifat aslimu yang sesungguhnya adalah pemarah. Dan sifat pemarahmu bukanlah sifat pemarah seperti yang kau lihat dan kau sangka selama ini. Sifat pemarahmu adalah sifat reflek dirimu yang engkau sendiri tak merekayasa sebab terjadinya.

Aku masih tak paham Pak Tua !

Marahmu bukanlah marah dendam kesumat karena egomu terbakar. Marahmu marah non ego. Marahmu adalah marah kepedulian.Marah ketegasan nak...

Layaknya sahabat Rasul Umar bin Khatab, beliau mempunyai sifat pemarah. Tetapi kemarahan itu bukanlah kemarahan ego. Kemarahan itu adalah kemarahan belas kasih demi sebuah tegaknya hidup yang adil.

Beliau pemarah, tetapi beliau sangat belas kasih hingga diriwayatkan mau memanggul kantung makanan demi mengenyangkan perut umatnya. Dan lelaku beliau itu adalah sebuah proses memarahi dirinya sendiri karena beliau teledor dalam mengurusi umat. Ya, Beliau sangat - sangat sanggup memarahi dirinya sendiri.

Jadi sangat tidak bisa engkau meniru sifat orang yang kau idolakan atau kau anggap guru secara mentah - mentah. Engkau hanya memperoleh marah - marahnya saja tetapi tak kan mendapat hikmah apapun dalam hidupmu... akhirnya engkau hanya bisa marah kepada orang lain, tapi malas mengurusi nasib mereka yang serba kekurangan...

Engkau pun juga tak bisa berpura - pura santun mengalah dan mengajarkan kasih cinta damai atau apalah namanya bila engkau sendiri belum bisa keras tegas terhadap diri sendiri. Sebab mau berkeras terhadap diri sendiri adalah inti ajaran rahman rahiem. Ajaran kasih sayang sesungguhnya...

Apa sih arah pembicaraanmu Pak Tua !

Berpuasalah nak....puasakan pikiranmu selain Tuhan...puasakan ketergantungan ragamu dari makanan...agar engkau tahu bahwa yang menggerakkan kaki, tangan, jantung dan segala jerohanmu bukanlah makanan. Apa yang kau makan hanyalah perantara wasilah kekuatan. Janganlah berhenti pada wasilah anakku...lihatlah apa sesungguhnya yang berada dibalik kekuatan makanan itu...

Sebuah perantara atau wasilah hanyalah karena keterbatasan dirimu. Bila kau mau mendekat kepada Tuhan Yang Maha Tak Terbatas, maka wasilah itu semakin lama semakin tak diperlukan....

Bila kau gali seluruh ajaran keyakinan di dunia, bab puasa pasti ada dan diwajibkan. Puasa adalah proses berkeras kepada diri sendiri yang paling jujur dan santun. Kegagalanmu dalam proses berpuasa adalah kejujuran letak maqommu sebenarnya.

Dan kegagalan itu tak membuat dirimu marah - marah. Engkau malah berani menerima peringatan kelemahan diri ini dengan santun tanpa bisa lagi mencari alasan penyangkalan...itulah wilayah kesadaran nak...

Proses jatuh bangunnya berpuasa inilah yang akan membuat dirimu santun kepada manusia sekelilingmu. Engkau juga akan jujur menerima kekurangan mereka apa adanya layaknya engkau jujur berani mengakui kelemahan - kelemahan diri....

Akhirnya engkau menjadi manusia penyayang dan penyabar yang tak terhenti pada retorika saja...

Dinukilkan juga bahwa puasa adalah rahasia Tuhan dengan hamba. Maksudnya, bila engkau mau berpuasa tanpa mengharap pahala apa - apa, maka Tuhan akan membukakan sedikit demi sedikit rahasia - rahasia hidup.

Jati dirimu yang selama ini tertutupi dengan berbagai macam doktrin akan muncul perlahan - lahan bagai mutiara yg mulai tampak sinarnya. Itulah pahala di atas pahala nak...

Pahala di atas pahala ? Omongan apa lagi nih Pak Tua...!

Tuhan adalah Cahaya Maha Cahaya, Nur ala Nur....bila engkau berpuasa demi Tuhan, maka engkau akan di anugerahi terbukanya cipratan Nur...dan engkau akan menjadi bagian suluh terang umat manusia...

Engkau akan menjadi orang merdeka yang bermandikan kebahagiaan...Sebab, kebahagiaan sejati hanya tumbuh bila manusia bisa bermanfaat bagi yang lainnya, walaupun engkau hanya bisa melakukan secuil upil...itulah sebuah perwujudan salam yang kau ucapkan di setiap akhir ibadahmu nak...

Omonganmu semakin tak terarah Pak Tua ! cara bicaramu sepotong demi sepotong...aku lelah menyimpulkannya...

Seakan tak peduli kiritikan sang makmum, Pak Tua terus nerocos bicara...

Jadilah dulu dirimu sendiri Nak...maknailah saat Sang Nabi mengajarkan agar kita berbicara sesuai dengan kemampuan lawan bicara... Nah, jangan terlalu bermimpi kau anggap anjuran ini untuk orang lain. Gunakan anjuran ini untuk dirimu sendiri.

Dirimu adalah lawan bicaramu. Pelajarilah keyakinan agamamu sesuai kemampuan sifatmu. Jangan kau paksakan mengajak bicara diri sendiri dengan bahan dan sifat yang asing dengan lelaku dirimu sendiri.

Bila engkau sesungguhnya belas kasih dan sabar, kenapa kau ajak dirimu berbicara dengan bahasa marah - marah yang sesungguhnya bukan jatah watakmu ?

Ehmh..terlalu membingungkan Pak Tua ! otakku sudah jenuh dengan filsafat semacam itu...

He he...otakmu memang takkan sanggup menampung wilayah ini. Bila kau paksakan, bagai makan dengan gelas, minum dengan sendok...hanya mendapat kecapekan dan kebingungan yang tak perlu...sesungguhnya itu semua hanya masalah salah letak anakku !

Uffhh...sudahlah pak Tua,tiap hari otakku serasa bertengkar sendiri bila mendengar pendapat - pendapat yang saling bertentangan....padahal aku sebagai pemilik otak seharusnya mampu mendamaikan isi otak ini demi keselamatan diriku sendiri...aku ingin menyelamatkan otakku dari badai pertempuran pemikiran....

Itu hanya karena pikiranmu terlalu melebar nak...engkau masih ingin baju milik orang lain...engkau masih ingin mencari pencapaian tertinggi dengan menaiki tangga orang lain.

Jadilah tangga yang tinggi walau hanya sanggup untuk dinaiki diri sendiri. jangan terlalu mimpi muluk bila memang jatahmu hanya segitu...Sebab sesungguhnya satu langkah anak tangga kecil sama nilainya dengan satu langkah tangga besar.

Memang, ada sebagaian manusia yang terlahir dengan bekal tangga besar. Itulah manusia pemimpin umat. Tapi jangan sekali -kali engkau terheran - heran dengan kebesaran tangganya yang mampu menjadi pijakan banyak orang. Namun lihatlah apakah ia mampu mengajak manusia menapaki anak tangga yang lebih tinggi hingga sampai puncak Arrasy....

Semua memiliki garis edar bagai planet nak... Dan semua telah ditetapkan tak terbatahkan. Satu putaran kecilmu mengelilingi Sang Cahaya sama dengan satu putaran besar para pemimpin...

Inilah kesejajaran thawaf nak...siapapun manusia, besar kecil, tua muda, kaya miskin, pandai bodoh, penguasa jelata, suci pendosa...haruslah mengelilingi Baitullah dengan jumlah yang sama...dan akan menemui pahalanya sama....

Pak tua ! otakku terlalu asing mendengar ocehanmu ! tambah lama bicaramu tambah sok mengerti ajaran suci...

Gunakanlah hatimu nak...gunakanlah kesadaranmu seperti engkau menyayangi ibu atau anakmu ...dan rasa sayang itu tak perlu menggunakan dalil dan dalih kecanggihan otak....

Camkanlah nak..sifat otak memang tidak bisa bersandar pada apapun. Padahal dalam perjalanan hidup, pastilah engkau membutuhkan sebuah sandaran..

Sifat dasar otak yang lain adalah jenuh dengan apa yang pernah didapat dan dilaluinya. Padahal engkau mempunyai percikan sifat Tuhan yang tiap hari, bahkan tiap detik harus kau lalui, kau diami dan kau ulang - ulang sebagai dasar pijakan ketenangan hidupmu...

Diam pak Tua ! tolong, diamlah....Saat ini aku hanya ingin berguru pada air. Aku terkagum - kagum dengan kedahsyatannya yang tersembunyi. Air mampu menampung gerakan ikan sebesar apapun... aku ingin otakku seperti air yang mampu menampung segala gerak hidup dunia...

Aku ingin merasakan gerak peradaban terbesar...aku ingin menjadi air yang menghidupi ikan - ikan besar itu...akulah khalifah peradaban...ikan bergerak karena aku sang air...ikan - ikan yang mau berfikir pasti akan mencari wajah air. Walaupun akhirnya tertunduk tahluk atas kedigdayaan misteri air.

Aku ingin seperti rahman rahiemnya udara atas manusia...sangat menghidupi walau tak pernah dirasakan keberadaannya. Kecuali bagi para hamba yang bersyukur dan berakal.... ohhh...udara adalah keikhlasan...air adalah kehidupan....

Hei anak muda...! jangan terlalu muluk - muluk....! Bagaimana engkau akan mampu menampung ikan besar peradaban, sedangkan engkau masih takut samudera....

Engkau masih terlalu takut melihat dahsyatnya gelombang...Padahal jika kau tahu, bila kau mau menyelam lebih dalam, kau takkan menemukan lagi gelombang. Yang kau temukan hanyalah keindahan dan ketenangan.

Pak tua ! telah kudatangi ribuan kekasih Tuhan dan para leluhur...telah kuserap habis - habisan ilmu mereka. Kulihat mereka semua memiliki gambaran hidup yang sempurna. Jauh lebih hebat dari dirimu !

Bahkan saking jeniusnya, seakan - akan tingkah laku dan pola berfikir mereka keluar dari nilai kebenaran khalayak umum....dan aku ingin menjadi seperti mereka...sebuah kecerdasan lintas batas...

Perhatikanlah dirimu dulu nak...akal mata inderamu masih terlalu kuat melebihi akal mata bathinmu. Engkau masih kebingungan melihat riak gelombang...

Hmmmhh... tapi memang itulah gambaran hidupmu selama ini....Engkau masih terkagum - kagum dengan riak gelombang para kekasih Tuhan....engkau terhenti pada keanehan - keanehan mereka. Bahkan riak gelombang yang sedang membawa bangkai kapal perniagaan kau kagumi juga...

Segeralah engkau menyelam wahai anakku ! engkau kan mengetahui rahasia - rahasia sesungguhnya...engkau akan menemui pertemuan dua lautan yang dihebohkan banyak orang itu....dan itu semua ada pada dirimu. Yah, dirimu adalah gambaran kecil pantulan semesta....

Sebentar Pak Tua...omonganmu tadi menyinggung pertemuan dua lautan. Setahuku yang ada hanyalah pertemuan aliran dan samudera...

Anakku...Pertemuan dua laut adalah laut permukaan dan dalamnya laut itu sendiri. Semua ikan yang tahu sebuah kedalaman, pastilah ingin menyelami.

Hmh...begitu dahsyatnya mukjizat pertemuan ini nak...Bahkan ikan dari kantong pancingmu yang sudah mati pun akan hidup lagi melompat kegirangan di pertemuan dua laut ini.

Ikan mati itu layaknya hati manusia yang remuk redam pekat berkarat lalu tiba -tiba mendapat hentakan cahaya... Ia akan terlahir kembali menjadi manusia yang berbinar terang....

Tapi ingat wahai anak muda...semakin menyelam, semakin besar tekanan air. Telinga dan dadamu bisa pecah bila engkau tak mempersiapkan jiwa ragamu.

Dirimu akan keletihan, frustasi dan ketakutan yang akhirnya engkau tergoda untuk berhenti dan kembali ke daratan...kembali berlindung pada bebatuan...alam - alam dunia materi yang mati bagai berhala yang tak bisa menghidupi.

Padahal jika engkau kuat dan tidak teledor, di situlah sesungguhnya titik pertemuan laut itu terkuak.

Sejenak Pak Tua menghela nafas panjang...

Yaaahh..Ketika asa harapanmu telah hilang terhadap dunia...ketika engkau mampu memaknai bahwa alam bebatuan materi tak lagi dapat melindungimu, maka lautan hidup akan menampakkan wujudnya...

Dan bila kau mau, air hidup dalam dirimu akan segera melebur dengan air samudera kehidupan tak terbatas...asal engkau berani menumpahkan air dalam dirimu ke samudera...

Sebentar Pak Tua...aku penah mendengar hal - hal tentang pertemuan laut dan ikan itu dalam kitab suci...apakah ini cerita pertemuan Musa dengan Khidir ?

Heh !!!...sudahlah...jangan bicara kitab suci dulu...bagaimana kita bisa mengerti kitab suci sedangkan kita belum suci. Kitab suci adalah kandungan ruh suci. Sudah semestinya engkau hanya bisa menyentuhnya bila ruh mu tak terhalang lagi oleh kekotoran - kotoran keinginan rendah.

Ingatlah yang ku katakan nak...manusia adalah mahluk tertinggi ciptaan Tuhan karena di dalamnya ada cipratan ruh suci.

Bahkan malaikat yang terbuat dari nur suci mau tahluk sujud kepada ruh yang ada dalam dirimu. Karena ruhmu yang suci itu sesungguhnya adalah kitab suci itu sendiri, Firman Tuhan, titah Tuhan tertinggi yang tak dapat disangkal kebenaran dan kemulyaannya.

Bila engkau masih senang dengan ciptaan Tuhan yang lebih rendah dari penciptaanmu, engkau tak bakalan bertemu ruh suci...tak bakalan bisa menjamah kitab suci nak....

Bisa saja engkau membaca kitab suci yang tertulis lewat tangan - tangan manusia, tetapi ingat nak, engkau tak bakalan bisa menjamah maknanya sebelum engkau menyadari dulu bahwa hakekat sesungguhnya dirimu adalah ruh suci, bukan alam materi.

Bisa juga engkau merasa tak butuh kitab suci karena engkau merasa pikiranmu telah mandiri. Tetapi ingatlah nak...yang seperti itu takkan bisa merubah peradaban dalam diri, apalagi peradaban kekhalifahan kemakmuran bumi.

Akhirnya engkau tak mau menghiraukan aturan hidup bersama, tetapi di sisi lain selalu berambisi berbicara kemulukan spiritual...itu semua hanya menjadikanmu hidup enggan mati tak mau.

Sungguh nak, kalau engkau mencoba hidup seperti itu dan merasa benar jalanmu, maka harapkanlah kematian dengan sungguh - sungguh...Ya, kematian yang bukan sekedar dogam filsafat. Tetapi layaknya matinya raga yang dikembalikan ke tanah selama - lamanya...

Jangan sekali - kali bersembunyi di balik gua - gua batu...tantanglah kematian seperti lelaku para pejuang dan pahlawan di tanah airmu...mereka benar -benar tak lagi mencintai kenikmatan fisiknya...

ketahuliah, bahwa alam materi hanyalah cipratan cahaya terlambat dan kualitas rendah dari ruh sucimu sendiri. Ingatlah kejadian planet ini dimana semua berasal dari cahaya matahari. Lalu ledakan energi cahaya itu melambat geraknya, menggumpal dan mewujud bumi yang kau pijak. Apakah engkau tak befikir anakku ?

Hmmh...sekarang coba gunakan nalarmu anakku ! Seorang panglima pastilah hanya mau berbicara dengan panglima, seorang pengusaha hanya mau berbicara dengan pengusaha. Amat - amat jarang panglima berbicara langsung kepada prajurit atau pengusaha berbicara langsung kepada pedagang kaki lima....

Maksudnya ya itu tadi nak...kitab suci hanya bisa dijamah dan berbicara kepada manusia yang sudah mengenal ruh sucinya sendiri. Sama sekali tak bisa dijamah dengan manusia yang masih suka di alam yang lebih rendah dari penciptaannya sendiri...

Bahkan orang yang sudah mengaku pernah memasuki alam ghaib pun belum tentu bisa mengerti makna kitab suci. Sekali lagi, ingat nak, engkau adalah ciptaan tertinggi. Alam - alam lain, entah alam genderuwo, jin dan seluruh alam masih lebih mulya dirimu. Engkau adalah masterpiece di sisi Tuhan...malaikat pun geleng - geleng dan sujud kepadamu.

Itu tandanya engkau di atas siapapun selain Tuhan....tapi sayangnya banyak manusia bangga dan merasa lebih tinggi bila bisa memasuki alam - alam itu. Itulah air payau yang kumaksud tadi nak....dagingnya seakan putih tetapi bila dimakan bisa membuat tenggorokan sakit...

Tugasmu bukan lagi memasuki alam - alam. Dirimu adalah tertinggi...maka masukilah kejadian dirimu. Dan semua perjalanan akhir mengarungi dirimu hanya tertugaskan satu, kembali kepada Tuhan...innalillahi wa innailaihi roojiuun....Asalnya engkau darimana dan akan kembali kemana...itulah yang harus kau tata mulai sekarang nak...

Mungkin hanya itu yang ku ketahui nak...hhmhh....mengenai kitab suci, bila kau ingin mempelajarinya, ingat dulu kebiasaanmu...

Bila engkau masih mencintai daging ayam, maka penalaranmu terhadap kitab suci ya persis seperti ayam yang kepalanya tengak - tengok terus gak bisa diam. Hidupmu hanya terisi keheranan - keheranan dan kebingungan di tengah perjalanan spiritual yang kau anggap digdaya itu...

Bila engkau masih suka nasi kebuli ya siap - siap saja dirimu akan dikibuli penalaran otakmu sendiri...he he he....itu semua salahmu sendiri karena engkau lebih suka hidup di alam yang lebih rendah penciptaannya dari dirimu ketimbang mencintai ruh suci....

Ah, tapi sudahlah...daripada bicara kitab suci yang terlalu tinggi, lebih baik kita bicara yang ku ketahui dan apa yang ingin kau ketahui nak.... itu lebih sehat bagi pikiran dan jiwa kita...

OK...oke... Pak Tua...! sebenarnya aku masih penasaran tentang perihal kitab suci yang kau jelaskan tadi...tapi aku takut malah membuat tumpukan pikiran baru dalam diriku...Kita kembali saja tentang laut tadi...nah, sekarang apa yang harus kupersiapkan untuk menyelam di pertemuan dua lautan tadi wahai Pak Tua ?

" Jalan darahmu dan jalan nafasmu nak..."

" Maksudnya ...? "

" Darahmu adalah cairan ragamu, nafasmu adalah cairan ruhanimu. Bila engkau mampu merawat kedua cairan ini, maka akan kau temukan hakekat cairan samudera semesta..."

" Saya belum ngerti Pak Tua ! engkau jangan mulai berfilosofi lagi ah...."

" Jalan darahmu hanya bisa kau perbaiki dengan puasa. Tetapi ingat, puasa bukanlah sekedar memindahkan waktu makan. Puasa adalah puasa.....ehhmm maksudku puasa adalah tidak menyentuh makanan secara lahir maupun bathin. Puasa adalah jalan untuk mengetahui apakah sesungguhnya sumber kekuatan itu...

Puasa adalah pencarian nikmat yang bukan dari luar jasadmu... Sedang makanan, minuman, lawan jenis, asupan mata dan telinga adalah kenikmatan yang bersumber dari luar dirimu....

Maka berpuasalah dengan sesungguhnya puasa....puasa yang telah lepas dari keterjajahan isi kepala....puasalah sampai titik di mana ternyata sumber kenikmatan itu ada dalam dirimu, bukan lagi luar dirimu nak....puasakan luar dirimu nak....

Sebab, tanpa puasa, pemahamanmu sampai mati hanya akan terhenti bahwa sumber kekuatan dan kenikmatan adalah yang kau makan , kau dengar dan kau lihat.

Pikirkanlah nak...yang engkau makan adalah hewan dan tumbuhan. Yang kau lihat dan dengar rata - rata adalah alam yang penciptaannya lebih rendah di bawahmu...Sedangkan engkau manusia kan ... ?

Hhmmhh...bagaimana bisa sesuatu yang derajatnya lebih rendah mampu menopang kehidupan yang lebih tinggi ?

Hufhh...Betul juga katamu Pak Tua...

Jalan nafasmu adalah rahasianya rahasia...engkau tak akan bisa mencapai wilayah ini bila jalan darahmu belum kau tata dengan baik. Jalan darahmu adalah lelaku gerak akhlak manusia. Sedangkan jalan nafasmu adalah lelaku diamnya manusia.

Laiknya kehidupan sehari - hari, engkau takkan tahu nikmatnya istirahat bila engkau tak pernah bekerja dengan sungguh - sungguh. Padahal jalan nafasmu adalah peristirahatan terakhir...

Jalan nafasmu adalah sahabat sejatimu....akupun takkan bisa menjelaskan siapa sahabat sejati yang sesungguhnya selalu dekat denganmu itu. Walau aku telah bersahabat dekat dengannya.

Hanya orang terpilih yang mampu membisikkan mesra kabar kemesraan ini...Mereka adalah orang -orang yang tak lagi berfikir tentang nama besar diri, perolehan rejeki, keselamatan ego ataupun berlagak super hero kesiangan.

Ingatlah nak...aku bukanlah pembisikmu...suaraku terlalu pekak dan parau....aku hanyalah pembual cerita tentang hidupku sendiri...aku hanya bisa mengiming -imingi tentang nikmatnya hidup yang aku rasakan. Walau semua orang menganggapku gila, pun aku tak kan mundur....

Cobalah tanya ribuan kekasih, cendekiawan, orang sakti dan para leluhur yang pernah kau datangi, lalu tanyakanlah siapa aku. Pasti mereka takkan menemukan spiritualitas dan intelekstualistas apapun dalam diriku...

Aku hanyalah orang fakir...yah, fakir di hadapanmu...fakir di hadapan para wali, para nabi dan sudah pasti fakir di hadapan Tuhan...aku tak memiliki kesaktian, kecerdasan, ilmu laduni, aura atau apalah nak.....diriku benar - benar nol...

Aku hanyalah seonggok daging yang entah kenapa kok bisa bergerak sendiri... tetapi bagiku ini adalah keajaiban besar nak....

Tak ada sejumput pun yang bisa kuceritakan dengan sesungguhnya tentang keajaiban besar ini kecuali sebuah ruang pribadi yang saat ini sedang kutumpahkan kepadamu nak...karena sesungguhnya engkau dan aku berada dalam satu kesunyian yang sama....

Engkau dan aku sedang berendam di sesuatu yang kebanyakan orang menampiknya...

Sesuatu yang tetap hidup dan berdiri sendiri...

Sesuatu yang tidak tidur dan tidak mengantuk...

Sesuatu yang memenuhi langit bumi...

Sesuatu yang menyertai segala kejadian...

Sesuatu yang ada di depan samping belakang atas bawah kita....

Sesuatu yang menyelinap di segala ilmu....

Sesuatu yang kedudukannya meliputi langit bumi...

Sesuatu yang tak pernah merasa berat dan terbebani oleh kehadiran kita...

Yah... sangat tinggi dan tak terbatas ukurannya...

Setelah mendengar panjang lebar tumpahan rasa Pak Tua tadi, dengan sedikit gemetar dan perasaan campur aduk, sang makmum mendekat seraya bersimpuh di hadapan Pak Tua...

Pak tua...maaf, mungkin sejak awal pertemuan aku terlalu ketus padamu... Benar yang engkau katakan, sesungguhnya aku berada dalam kesunyian yang hebat...aku membutuhkan orang sepertimu...yah, orang yang berani mengakui bahwa dirinya sedang mengalami kesunyian....

Sebab kulihat semua orang, bahkan orang yang mengaku paling kenal Tuhan sekalipun merasa dalam kehiruk pikukan yang menyenangkan. Mereka melawan sifat dasar kesunyian dengan menutup nutupi pamrih - pamrih kemulyaan hidup dan suluk pengabdian yang membahana...Semua berlomba mencari pengikut sebanyak - banyaknya demi melawan kesunyian itu....

Untuk itu, karena engkau telah berkata jujur tanpa gengsi, maka ijinkanlah aku berguru padamu... Pikiranmu tak terbelenggu....engkau bukan manusia yang mengada - ada....

Seperti katamu tadi, bagiku mungkin engkau hanyalah tangga kecil. Tetapi aku yakin engkau mampu menaikkan diriku menuju ufuk tertinggi...

Hei, bangun nak...sudahlah...tak pantas engkau bersimpuh seperti itu...!

Tidak nak, aku bukanlah orang yang pantas menjadi gurumu. Cukupkan aku menjadi sahabatmu saja....

Ah tidak...di hadapanku engkau harus lebih tinggi lagi dari itu walau aku baru mengenalmu... Yah, engkau harus menjadi maha guruku...guru sejatiku yang membimbingku dalam mengarungi misteri hidup....

He he he...jangan keburu nafsu anak muda...harap kau ketahui, sesungguhnya sahabat itu lebih dari guru lho ...

Ehm...maksudnya gimana Pak Tua ?

Gurumu hanya mengajarimu. Ia banyak bicara dan jarang mendengarmu. Ia juga belum tentu tahu keadaanmu sebenarnya. Begitu juga engkau tidak benar - benar tahu akan keadaan gurumu...

Bahkan suatu saat engkau bisa saja kecewa bila ternyata gurumu tak sehebat yang kau bayangkan. Bisa juga engkau menjadi angkuh bila suatu saat perolehan ilmumu telah melebihi orang yang tadinya kau anggap guru.

Tapi tidak demikian dengan sahabat...mosok sih kamu tak pernah punya sahabat nak ? coba dong ceritakan bagaimana suasana sahabat nak...

Oo...iya iya... sahabat mau mengerti aku apa adanya. Sahabat memberikan energi yang lebih...eeeh... apalagi ya ....

Sahabat lebih banyak mempengaruhi perubahan tingkah polahku ketimbang nasehat pak guru ataupun orang tua sekalipun. Sahabat mau berbagi walau ia hanya memiliki sedikit... sahabat tak pernah pamer atau mengungguli... sahabat tak pernah memaksa... ia hanya menyampaikan...ya, hanya menyampaikan dan menemani dengan setia setiap langkahku... Yah.....pak Tua....aku jadi ingat hikayat bahwa di sekitar Muhammad yang agung hanyalah para sahabat. Bukan murid atau bawahan....

Hah...!!! aku paham....Sahabat adalah engkau Pak Tua ! engkau ada dalam diriku...!!!

He...he...he...saammmaa...Sahabat adalah engkau anak muda ! engkau juga ada dalam diriku...!!!

Ha ha ha ha....tra la la...tri li li.....indahnya hidup ini....la la laaaa......

mereka berdua tersenyum sambil bernyanyi bersama.....merayakan sebuah kemenangan bersama atas perdebatan hidup...tak ada yang kalah dan dikalahkan....mereka sama - sama bergembira karena telah menemukan jawaban hidup...

Terciptalah suasana saling ikhlas dan mengikhlaskan diri....lepas sudah buhul - buhul sekat antar anak manusia itu. Tak ada keraguan dalam dada mereka....

Dan akhirnya mereka berdua menjadi sahabat hati sejati yang tak terpisahkan bagaikan bertemunya dua samudera di kala senja malam mulai memunculkan wajahnya...

Jin, gondoruwo, ndhas klunthung, tuyul dan dedhemit tak lagi berani menampakkan wajah dan takkan mampu menjangkau sebuah ikatan silaturahmi tingkat tinggi ini...

Semburat samudera cahaya hidup seakan menahan gelap yang akan segera memaksa menghampiri...

Ah.... shidratul muntaha itu...

Dua lautan telah bertemu dan menjadi jalan tengah yang lurus...

Ah... siraathal mustaqiim itu...

Hhmmh... sebuah hidayah silaturrahmi dari Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang......

Hmmhh...nelangsanya, akhir cerita walau terasa berat mereka harus berpisah secara ragawi. Keduanya harus mengikuti jalan takdir dunia sampai jatah waktu yang telah digariskan. Hingga kehidupan yang sesungguhnya menyatukan kembali di bawah guyuran telaga Al Kautsar....

Ya, tuk sesaat mereka harus memendam rindu teramat dalam...amat dalam...amat dalam....


wassalam, Makmum Pencari Ikan

Dody Ide

Malang 17 Juni 2010

5 komentar:

  1. Hmm ... seru dan mendalam sekali dialognya mas Dodi. Sip dan lanjutkan mas!

    BalasHapus
  2. terima kasiiihhhhh :)

    BalasHapus
  3. biyen sak ngertiku judule "sang makmun mencari imam"....kok saiki berubah, opo aku sing salah lihat judle tho Cak Dod ?!

    BalasHapus
  4. Sang Makmum memncari Imam judul bukue Mas, lek iki judul esai baru...he he...mbuh maringene makmum e golek opo maneh ???? dody

    BalasHapus
  5. maternuwun ,maternuwun sanget

    BalasHapus