Jumat, 20 November 2009

beo Kafir


Pak Salam punya seekor burung Beo. Tiap dia pergi atau pulang kantor, si beo selalu menjawab salamnya.
" Assalamualaikum.......wa alaikumsalam... " begitulah aktifitas interaksi sehari -hari antara Pak Salam dan burung kesayangnnya.
Sayang karena sebuah urusan pekerjaan, Pak Salam harus ke luar kota. Tentu saja Si Beo nggak bisa ikut.
Dengan sedih Pak Salam menitipkan Beo itu pada tetangganya, Pak Slamet.

Pak Salam :" Pak Slamet, saya minta tolong titip burung kesayangan saya ya....saya mau luar kota nih..."
Pak Slamet : " Waduh pak, rumah saya sempit. Lagian di sini banyak anak -anak, ramai...nanti suaranya bisa rusak lho...
Pak Salam : " gak apa - apa lah... mau gimana lagi pak, di rumah gak ada orang, tapi kalau bisa sih di taruh di tempat yang agak sepi...tolong ya pak..."
Pak Slamet : " Ya sudah...saya taruh di belakang saja ya... di situ kayaknya tempat tersepi di rumah ini "
Pak Salam ; " Terimakasih pak, dijaga ya...."

Singkat cerita, sebulan kemudian Pak Salam pulang dari luar kota. Saking kangennya dengan si beo, dia tidak langsung pulang ker rumah.
Tujuan awal langsung ke rumah Pak Slamet mengambil burungnya....

Pak Salam : " Pak Slamet, saya mau ambil burung saya..."
Pak Slamet ; " Oh, iya ini pak...maaf saya hanya bisa kasih makan dan minum saja, gak bisa merawat lebih dari itu. Lha wong saya sendiri berangkat pagi pulang malam"
Pak Salam : " Waduuuh....lihat si beo ku seger waras gini aja saya sudah sangat berterimakasih paaak...Kalau begitu saya pamit dulu ya pak..terimakasih banyak lho...maaf ngrepotin..."

Sesampai di rumah, Pak Salam langsung ingin mendengarkkan lagi klangenan suara beo nya yang sudah lama tak terdengar...

Pak Salam : " Assalamualaikum......"
Beo : Preeee....eeet...
Pak Salam ; " Lho... ? Assalamualaikuuuum....
Beo : Heks !....preee...et ketek keteeek...ngghhhkh !
Pak Salam : Loh...loh...loh....ini pasti kerjaan anaknya Pak Slamet...kurang ajar dia..burungku kok jadi gini...dasar keluarga kafir !
Beo : heeiiiikkk... aahghh... preeeee..et....
Burung itu terus ngoceh begitu gak berhenti - berhenti...

Rupanya Pak Salam terlanjur naik pitam. " Hei burung kafir... ! dasssarrr ! diajak salam kok malah jawabnya gak karu -karuan ! mau meniru tetanggamu itu ya !
dasar Kafir ! kulabrak kau Met...dasar kafir... ! dasar kafir...! dasar kafir....!
Rupanya juga, si beo mulai merasa dilatih empunya belajar kalimat baru " dasar kapiiir....! dasar kafiiiii iiy ! dasar kafiiir... !

Pak Salam tambah kalut lihat burungnya gantian mencemooh dirinya kafir. Akhirnya ia melabrak mendatangi rumah Pak Slamet.

Pak Salam : " Paaaak ! Keluaaaarr... ! ini kenapa burungku kok suaranya jadi gini ! anak -anak sampeyan itu ngajari dia apa !
Pak Slamet : " Lho...sungguh saya nggak tahu...lha wong anak -anak itu sudah saya ingatkan jangan dekat -dekat dengan burung sampean, nanti suaranya rusak..."
Pak Salam : " Lalu kenapa bisa gini !
Pak Slamet : " Ya ndhak tahu pak...pak..kan saya bukan ahli burung. Semenjak bapak titipin, langsung saya taruh dibelakang rumah, pagi sama sore saya kasih makan. Itu aja...wong di sana juga nggak ada yang ngganggu kok.... "

Karena tak ada jawaban yang melegakan, akhirnya dengan geram Pak Salam ngloyor pergi sambil menyumpah serapahi Pak Slamet " Dasar tolol...dasar kafir....kafiirr..kebangetan...kafiirrr...!
Pak Slamet hanya bisa mbatin " yaah....sudah ditolong kok malah mencap orang dengan sebutan gitu ya...udahlah ikhlas saja...hanya Tuhan yang tahu bahwa saya sudah berbuat baik..."
Sambil garuk -garuk kepala, Pak Slamet akhirnya kepikiran juga " Eh, tapi kenaaaapa ya kok burungnya Pak Salam jadi gak bisa ngoceh ? bingung aku ..."

Rupanya Pak slamet tidak sadar kalau bagian belakang rumahnya, tepatnya tempat menaruh beo tadi berdekatan dengan WC keluarga. Jadi secara tak sadar tiap hari beo itu terlatih mendengarkan suara -suara yang ada dalam WC tadi...

" Heks !....preee...et ketek keteeek...ngghhhkh ! Preeee....eeet...heeiiiikkk... aahghh... preeeee..et...."

Pesan cerita : Jangan suka suudzhon mengkafirkan orang. Beo juga bisa !
Tebarkan Salam dengan santun kalau ingin Slamet.


Wassalam, bukan Beo

Dody Ide

Jumat, 13 November 2009

Ternyata Ada Yang Lebih Tinggi Dari Surga


Syahdan, gara - gara Hawa minta yang aneh - aneh kepada Adam, maka terusirlah dua sejoli ini dari surga. Lho ? ini gimana sih ! sudah enak - enak di surga kok masih minta yang lain. Emangnya yang diminta itu apa sih ? kok kayak - kayaknya lebih nikmat dari surga ?

Ini bukan pertanyaan mengada - ada. Tetapi fakta dalam Quran memang menyebutkan bahwa Adam terusir dari surga karena beliau menuruti suatu keinginan yang belum didapat Hawa. Nah masalahnya sekarang, sebenarnya yang membuat terusir itu, karena sesuatu barang yang diingini atau karena sifat ingin itu sendiri ?

Kalau misteri yang diingini itu ada di luar diri, sudah seharusnya kita memecahkan misteri benda apakah gerangan yang lebih menyenangkan dari surga itu ? Benda itu posisinya berada di dalam surga atau di dunia ini ? Kenikmatan apa yang ditawarkan oleh benda itu ?

Toh kalau ternyata misteri itu ada pada sifat dalam diri, kita tetap wajib menelisiknya. Setidaknya harus ada perenungan, kenapa ya... kok sebuah keinginan tak pernah bisa berakhir walau kita telah mendapat nikmat yang berlimpah ruah...

Juga seandainya keterusiran ini akibat pihak ketiga, yaitu iblis, mengapa sih peran pihak ketiga ini pembahasannya dalam berislam lebih berporsi besar dari pihak kedua ( manusia ), bahkan melebihi pihak pertama ( Allah ). Padahal logika peran mengatakan, pihak ketiga adalah pemeran pembantu yang ada dan tidaknya tak kan membuat jalan sebuah cerita terhenti.

Inti intronya, sebenarnya pihak keberapa sih yang harusnya kita besar – besarkan perannya ? Kalau pikiran dan hati kita terlalu tersita pihak ketiga, jangan – jangan kita ini diam – diam meng’akbar’kan pihak ketiga…..waduh gawat !

*

Seperti di kehidupan sehari – hari, cerita Adam Hawa ini ternyata berlaku di rumah tangga. Tak heran para Adam dibekali dengan surat An nisa. Tetapi jangan disalah pahami. Surat ini bukanlah untuk menindas atau menguasai kaum Hawa. Surat ini adalah surat amanah kepemimpinan lelaki.

Yang dimaksud kepeimpinan adalah sesuatu yang sangat berat. Pemimpin adalah orang yang kalau ada perang maju duluan, kalau ada hidangan makan belakangan. Sayangnya kita tidak bisa membedakan apa itu pemimpin apa itu penguasa.

Karena ketidak mampuan membedakan, akhirnya kita berlomba menjadi pemimpin entah mulai tingkat negara sampai yang terkecil tingkat rumah tangga. Padahal semua itu hanyalah sebuah perebutan kekuasaan yang berdasar dari sebuah ketidaktahuan atas keinginan hawa nafsu.

Kita masih di wilayah domain memimpin = menyuruh + diladeni + fasilitas + nama besar. Padahal itu semua adalah kebalikan sifat pemimpin, yaitu sifat penguasa yang identik dengan kezaliman. Konsep kepemimpinan kita masih jauh dari konsep laku keteladanan. Sayangnya, karena ketidaktahuan apa itu kepemimpinan apa itu kepenguasaan, para wanita juga mencoba mengambil alih posisi ini. Maka lahirlah sebuah konsep kesetaraan gender akibat ketidakpuasan ini.

Sebenarnya kasihan kalau ada ibu -ibu sampai termakan isu - isu kesetaraan gender persamaan hak yang dangkal dan banyak digaungkan di dunia modern. Para wanita tak sadar kalau ia mengambil alih sebuah tugas yang berat yang seharusnya tak perlu dipikul. Karena hal itu memang tak perlu sebab sesungguhnya yang kita idamkan adalah persesuaian hak dan keserasian gender. Sebuah kerjasama team yang baik. Bukan persamaan hak dan kesetaraan gender.

Coba kalau isu semacam itu diterapkan dengan jujur. Di mana wilayah ini benar -benar sudah tidak peduli klasifikasi kerja dan pembedaan gender secara konstruksi biologi. Pastilah betapa berat bagi ibu - ibu itu sendiri.

Contoh gampang, ketika musim hujan dan atap rumah bocor. Maukah ibu - ibu dengan ikhlas berkata " Pakne pakne...demi kesetaraan gender, aku saja yang mbetulin atap rumah yang bocor... " waduh...apa gak jadi tontonan gratis orang sekampung.

Atau bapaknya bilang begini, ' Bu, ini televisi kok gambarnya kabur. Mbok ibu yang kerja mbetulin tiang antena di atas..." wah...wah...sudah disuruh di atas, harus mbetulin tiang lagi ...dasar bapak tak punya perasaan...wong tenaganya lebih besar kok maunya di bawah santai -santai...

Tentu masih banyak lagi profesi yang tidak menghormati wanita bila kesetaraan gender itu dijujurkan tanpa agenda tertentu. Misalnya tukang gali sumur, tukang gali kuburan, kuli angkut, tukang becak, dan seputar itu..waduh kok profesi ini gak di urus sama aktifis sosialita ya ? kok yag disetarakan cuma profesi yang enak - enak aja ya ?


**

Kalau saja para lelaki tahu kalau jadi pemimpin itu tidak enak, mungkin tak ada yang mau jadi pemimpin. Enakan jadi makmum, gak susah -susah. Bagaimana mau enak, lha wong pemimpin itu kerjaannya tiap hari menyatukan, merawat, merekatkan, melindungi, mengalah dan memberi sangsi. Ya kalau sangsi itu hanya mengenai istri, lha wong kadang sangsi itu banyak memberatkan yang memberi sangsi itu sendiri.

Contoh gampang, Masak enak laki – laki disuruh memisahkan istri dari tempat tidur ( an Nisa 34 ). He..he..Sebab faktanya tanpa dipaksa dipisahkan oleh suami, sering ibu -ibu malah sukarela memisahkan diri dari urusan tempat tidur. Entah karena kecapekan merawat anak, gak mood, berhalangan atau ada sesuatu keinginan yang belum dipenuhi suami secara maksimal. Lha ini kan sangsi yang bikin para lelaki kedinginan...yang dihukum santai, yang menghukum bingung sendiri.

Bagaimana juga kalau laki - laki lagi diuji ala Nabi Nuh yang istrinya ingkar terhadap segala nasehatnya. Terus mau cari kenikmatan dan keteduhan di mana lagi ? Mau ke surga ? wong surga sudah bukan di sini hare...

Atau ada ujian model nabi Ayub yang gara - gara punya penyakit kulit, beliau diasingkan istrinya. Dan sesungguhnya ujian penyakit kulit kalau dikontekstualkan saat ini sebenarnya bukan kudisan atau panu... lha wong orang kota pada rajin mandi semua kok. Tetapi hakekatnya adalah masalah buruknya kebutuhan luar ( kulit ) manusia, seperti ujian kecukupan ekonomi dan kehormatan sosok eksistensi di mata orang lain.

Mungkin juga ada laki - laki yang takut istrinya nglunjak gara - gara sering nonton sinetron Suami -Suami Takut Istri. Kalau saya pribadi kok malah senang dan nggak ada khawatir. Bahkan saya biarkan nonton sampai puas. Saya menyadari tontonan itu mungkin katarsis pelampiasan istri akibat saya terlalu " kenceng " dan condong bersifat penguasa daripada memimpin dalam berprinsip kesakinahan hidup.

Tetapi kira - kira mungkin setelah berapa puluh episode dan terasa ada yang terwakili istri, saya tinggal bilang dengan santai,

" Itulah contoh suasana lingkungan keluarga dan masyarakat kalau istrinya mencoba menjadi pemimpin tanpa tahu makna pemimpin. Suasan kacau, para lelakinya malas, karirnya tak bisa berkembang, kerjaannya cuma ngumpul di pos ronda tanpa tujuan yang jelas kecuali sekedar melamun dan ngrumpi mencari pendamping hidup yang lebih anggun. Itulah suasana Adam yang menuruti Hawa. Suasana yang terusir dari surga. Akhirnya Adam dan Hawa sama -sama menanggungnya.

Tapi sesungguhnya segala pemaparan cerita kenabian dan Adam Hawa di atas, kalau kita terhenti pada pemahaman kulit akan terjadi ketidakadilan, ketersinggungan dan keberpihakan. Karena jelas - jelas kita lahir di dunia tidak bisa memilih akan jadi laki - laki atau perempuan. Segala cerita itu harus dikupas lagi sampai dalam dan menyentuh sebuah ruang yang tak ada gender. Ruh !

Ketika kesadaran kita berhenti di kesadaran ruh, akhirnya kita hanya tunduk dan bersaksi bahwa kulit luar yang berupa laki -laki atau perempuan hanyalah sebuah media lakon untuk menempuh sebuah kenikmatan sejati. Setiap kejadian pria atau wanita dibekali jalan tersendiri untuk menemuinya. Dan jawabannya banyak di surat An Nisa.

Jadi, intinya sesungguhnya cerita Adam dan Hawa atau ujian para nabi adalah konsep pengendalian diri. Dan pengendalian diri tidak mengenal jenis kelamin. Bisa saja dalam sebuah rumah tangga sang wanita malah berposisi sebagai Adam atau Nuh. Sebab si laki -laki bawaannya pengen macem - macem terus yang gak ada berhentinya. Bahkan sampai menjurus korupsi karena kehabisan dana untuk menuruti nafsu atas sebuah keinginan. Di sinilah para ibu -ibu wajib berperan menjadi Adam atau Nuh.

Kalau kita tahu sejarah, di Nusantara hal semacam ini sebenarnya sudah berjalan sejak lama. Cut Nja Dien atau R.A Kartini adalah salah satu lakon yang tertugaskan menjadi Adam membenahi silang sengkarut pemaksaan hegemoni keinginan atas kesadaran hidup.

Inilah yang disebut keserasian dan persesuaian gender sejati. Saling mengisi. Samasekali bukan urusan kesetaraan perolehan dunia beserta segala anggapannya. Tetapi sebuah peningkatan kualitas kesadaran hidup untuk kembali ke Asal Kejadian. Ruh !

Lalu dari segala model ujian kepemimpinan diatas, ketika terasa berat dan kalut menghadapinya, kemanakah kita mencari pengganti surga ? kemanakah tempat yang teduh tuk berlindung itu ? manakah sesungguhnya yang lebih tinggi dan lebih dekat dari surga ? Sebab surga masih nanti dan jauh di atas sana...

Jangan khawatir, sebab ternyata yang lebih tinggi dari surga adalah pemilik surga itu sendiri. Allah SWT.

Sungguh, kalau kita mencari surga, itu masih urusan nanti. Juga belum tentu dapat. Tetapi kalau mencari Allah, bisa sekarang dan pasti dapat ketenangan sejati. Pakai saja modal dua ayat , hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram, Allah lebih dekat dari urat leher ( Ra'd : 28 & Qaaf : 16 ). Enak toh, manteb toh...apa masih kurang Allah berfirman sedemikian gamblangnya ? Akankah kita membuat ayat sendiri yang lebih tinggi dan lebih jelas dari itu ?

Inilah yang disebut surganya surga. Sebuah kenikmatan tiada tanding. Sebab di luar itu hanyalah sebatas sebuah kenikmatan yang masih bersifat angan -angan, nggak riil. Tapi wong namanya angan -angan rasa ingin tahu itu pasti selalu asyik dan bikin orang ketagihan. Mintanya lebih, lebih dan lebih...kayak narkoba.

Sedang nikmat kehadirat Allah bila dipenuhi, wuiihh… jangan tanya..surga tidak ada apa-apanya...semakin kita berposisi lebih dekat, semakin terburailah dada ini…selapang Padang Mahsyar…gak ada matinya…gak ada bosannya...

Ah...ternyata kenikmatan itu hanya ada dua yaitu nikmat kehadirat Allah dan nikmat akan rasa ingin tahu alias angan - angan . Naasnya, rasa ingin tahu ini bila sudah di penuhi, nikmatnya hilang. Seperti kita ingin mobil baru, nikmat ketika masih berangan - angn akan memiliki jauh lebih excite ketimbang ketika mobil itu sudah di tangan. Seiring mobil sudah kita miliki, rasa nikmat itu perlahan mulai memudar berganti dengan rasa repot mempertahankan dan merawatnya. Persis seperti kejadian Adam Hawa

***

Sekedar pelepas penat, Future ( funny ) story : Kelak ketika orang - orang digolongkan berjajar paralel baris berbaris menuju antrean neraka dan surga, eeh..jangankan ahli maksiat, Kyai dan Ustadz ternyata banyak juga yang berada di barisan menuju neraka. Usut punya usut kesalahan beliau persis seperti kesalahan Adam. Terlalu menuruti sebuah keinginan.

Yang mengagetkan, di barisan neraka lha kok ada para pakar spiritual yang tersohor. Waduh ! gimana nih ? yang top spiritualnya saja kok masih berada di barisan neraka...

Lebih mengagetkan..JLiNG ! lho..lha kok saya berada di barisan surga ? Apa gak keliru ?

Tentu saja hal ini membuat ketidakterimaan para pakar spiritual. Akhirnya dengan sedikit marah, beliau mendamprat saya. " Dod ! kamu ini kok bisa-bisanya masuk barisan surga sih ! udah sholat pas - pasan...ilmu agama juga cethek..! sedangkan kami yang mati-matian belajar agama, sholat khusyu dan pasrah enthek ngamek kok malah baris di bagian neraka. Emangnya you punya rahasia apa sih ? "

Dengan santainya saya menjawab " Swear ! saya ini nggak punya rahasia apa -apa...lha wong saya di barisan ini cuma disuruh istri paaak...paaaak....hiks...nasiiib nasiiib..."

Tapi saya percaya kok, para pembaca ini semuanya adalah ahli surga yang paten tak diragukan. Walau ke sononya melewati jalan neraka dulu ...halah....!

Tapi jangan terhenti perolehan surga. Kalau ingin keluarga sakinah, berharaplah selalu "gandeng renteng" dengan Allah sebagai pusat ketenangan, surganya surga. Sebab kalau terhenti di surga seperti yang kita idamkan selama ini, kasihan ibu -ibu. Kan kalau bapaknya dapat bidadari, lha ibu - ibu masak dapat bidadara ? apa ada dan gimana cara membayangkan bidadara itu ?

Belum lagi nanti anak -anak pada nanya sama ibunya " Bu, bapak di surga polygami ya ? kok nggak sama ibu sih ...? apa ibu gak cemburu ? terus ibu sama siapa... ? lha kita - kita sebagai anak ini kan pengen keluarga utuh rukun di surga tanpa ada pihak ketiga !

Terus ngejawabnya gimana hayo...

Itulah keinginan....selalu membuat orang terperangkap dalam ruang keliaran pikiran dan keragu - raguan....neraka paling samar...


Wassalam

Dody Ide, Pencari surganya surga