Minggu, 28 September 2008
TUA
Usia uzur benar -benar melegakan sekaligus menegangkan...
Pekerjaan - pekerjaan dan segala bentuk amal telah dijalani. Konsep -konsep ide dan kreatifitas telah terlaksana. Pemahaman dan pemikiran -pemikiran telah disebar ke seluruh pelosok jagad.
Saya telah berikhtiar...kata orang tua dengan leganya. Namun di balik itu ia mulai dihinggapi sebuah pertanyaan -pertanyaan yang tak mungkin terelakkan. Kemanakah setelah ini...mungkin sebagian orang telah memiliki persiapan jawaban...tetapi jawaban atas pertanyaan ini membuahkan pertanyaan baru lagi...yakinkah aku dengan jawabanku sendiri....?
Sebuah jawaban yang hanya butuh sebuah keyakinan utuh, jawaban yang tak memerlukan filosofi ilmu pengetahuan. Segala perolehan keringat dan pemahaman yang selama ini diagungkan tak kan mampu menjawab dengan pasti....tak ada garansi...hanya keyakinan yang mampu menembus batasannya.
*
Proses tranformasi menuju asal muasal cahaya membuat seluruh kedirian yang bersifat fisik berangsur mulai melemah. Cahaya itu menarik - narik mundur kembali melewati tahapan - tahapan yang pernah dilaluinya.
Mula -mula seseorang dalam masa ketuaannya kembali merasa masih mempunyai kekuatan dan kejayaan atas segala perolehannya, kemudian mundur lagi menjadikannya ia merasa seseorang yang paling mengerti dan bertanggung jawab dalam segala hal seperti ketika ia dewasa, lalu mundur lagi...ah dia mengalami puber kedua...remaja keriput...nafsu besar tenaga kurang....
Tetapi tak lama kemudian cahaya itu terus menyerap mundur, ia menjadi kekanak-kanakan suka bermain, emosinya meledak -ledak dan menjadikannya suka berteman dengan anak kecil.
Tibalah titik terlemah dalam perjalanan mundur sebuah cahaya ini. Sang manula seperti bayi. Ia tidak sanggup makan sendiri...tak sanggup berjalan sendiri...tak mampu melihat, mendengar, bahkan untuk mengunyah pun tak mampu.
Akal fikiran yang selama ini didewakan tiba -tiba tak berfungsi begitu saja. Ia kembali menjadi tidak tahu. Menjadi tidak tahu dengan melewati jalan yang penuh penderitaan...
Perjalanan cahaya telah menyentuh file -file lamanya namun tak ada kesadaran dan pemaknaan bahwa ini semua sebenarnya adalah sebuah peringatan proses pengembalian menuju wujud asal.
Sang uzur melewati dengan segala ketidakpuasan, ketertekanan, keterombang -ambingan. Keakuannya yang kerdil ingin bertahan dengan segala kebiasaannya. Sang Inti cahaya tak peduli akan hal itu...Ia tetap bersuara lantang....mau tak mau...terpaksa atau tidak...siap atau tidak...mulai sekarang waktunya pulang...ya mulai sekarang...bersiaplah...
Suara itu sebenarnya mengandung kelembutan yang luar biasa bagaikan kelembutan seorang ibu yang ingin tetap menyusui sang anak walaupun bandelnya minta ampun. Suara itu membimbing dengan sangat halus seakan -akan bimbingan itu tak terasa walau kenyataannya dengan tutuntunan itu telah membuat mahluk bernama manusia mampu melewati jutaan keadaan dan pengalaman yang tak tertandingi oleh mahluk yang lain.
Sejalan dengan panggilan itu, keakuan kecil ini tetap bertahan hingga akhirnya membuat si pemilik tersiksa selamanya. ia menjadi cahaya terluar, terkasar dan terkotor yang tak dapat melebur pada inti cahaya.
Ketika seseorang divonis mati, cahaya keakuan kerdil ini masih mempunyai kemelekatan dengan kebiasaan tubuh. Ia ingin berbaju dan berhias, apa daya jasad telah menyatu dengan tanah. Ia ingin makan, apa daya mulut, usus, dan perut telah termakan rayap. Ia ingin meneriakkan sesuatu yang dianggap benar, tetapi mulut dan lidah untuk berkoar telah terkubur. Ia ingin bersetubuh, naasnya perkakas itu telah membusuk. Ia hanya bisa berkelana tak tentu arah dalam kewilayahan yang menyiksa...
Ia tak dapat merasakan surganya inti cahaya...Ia seakan gentayangan ingin mencari jasad - jasad baru baru untuk memuasakan keinginannya. Cahaya terluar itu juga menginginkan jasad baru untuk menjadikannya sebagai media tranformasi penyatuan kembali menuju cahaya inti. Namun apa daya...waktu telah habis. Hanya kelembutan cahaya inti yang mampu menariknya kembali. Itupun bila sang Inti cahaya berkehendak....
Di sisi lain ada beberapa manusia yang melewati proses ketidaktahuan ini dengan kebugaran badan, jiwa yang tenang dan kesadaran terjaga. meraka adalah orang - orang yang pernah merasakan perjalanan ke inti cahaya.
Seusai terpahamkan oleh inti cahaya, hidupnya penuh kemerdekaan dan suka cita. Ia telah menganggap dunia ini benar - benar sebuah mainan persis seperti ketika waktu kecil. Ia tetap bermain namun hanya untuk sebuah keceriaan, untuk sebuah kerukunan dan kebersamaan.
Ia mulai menyentuh dada orang -orang sekitar dengan penjelasan -penjelasan maknawi.
Terkadang persentuhan itu berbenturan dengan para pemikir yang tak pernah tahu akan arti perjalanannya. Kekuatan inti cahaya tak berlampu ini begitu menggetarkan kualitas -kualitas cahaya di bawahnya. Ada yang langsung tertarik demikian dahsyat terseret mengikutinya. Ada yang blingsatan menabrak -nabrak menolaknya.
Ia hanya sekedar mengajak, tak lebih. Sanjungan dan penolakan tak mempengaruhi kesaksiannya tentang sebuah perjalanan ke inti cahaya.
Hari - hari di sisa hidupnya dilewati dengan berbagai macam pelepasan -pelepasan terhadap keterikatan pergumulan dunia. Orang - orang mendebatnya, ia mempersilahkan.Orang melempari mukanya dengan kotoran, ia memaafkannya.Orang ingin mematikannya, ia malah menghidupinya.
Semua berubah menjadi de eksistensi diri. Penggerusan keakuan kecil untuk dilebur kembali menjadi wujud non materi. Filosofi saya berfikir maka saya ada telah berubah menjadi saya tidak berfikir maka saya tak ada sebab yang ada hanyalah Inti cahaya. Ia menjadi tidak tahu dengan pengetahuan sesungguhnya.
Ia telah fana ketika jasadnya masih bergerak. Ia pun tak pernah lagi merasakan penderitaan...karena ia tak ada walaupun ada...
La ilaha ilallah…….
Wassalam, semoga bermanfaat
Dody Ide
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar