BAYI
Aduh lucunya bayi ini...hampir seratus persen yang hidup duluan akan berkata demikian. Begitu suci bersih dari nilai buruk maupun nilai baik karena ia belum melakukan perjalanan apapun di dunia ini.
Tak ada nilai bagi sang bayi karena belum tertorehkan coretan tinta setitikpun pada kertas kehidupannya. Sorot matanya cerminan keheranan yang luar biasa atas perubahan alam yang ia lalui. Dari alam yang penuh keheningan dan penuh kecepatan cahaya berubah ke alam yang lambat dan butuh banyak perkakas untuk mencapai sebuah tujuan.
Sang bayi masih terlihat merindukan alam keheningan seakan-akan pandangan matanya menyihir merayu setiap mahluk dewasa untuk mengikutinya kembali ke alam itu. Namun mahluk dewasa banyak yang lupa akan kondisi alam itu sehingga ketika memandang sang bayi mereka hanya bisa sebatas berkata " aku kangen...aku rindu...aku gemes...aku damai memandangmu... tanpa tahu kerinduan itu diteruskan kepada apa.
Orang-orang itu mengerubuti, menciumi pipi, kening, hidung, mengendus-endus mencari dimana titik pusat kekangenan dan kesucian nan damai itu. Namun mereka takkan mampu menemukan letak yang sesungguhnya karena wujud sang bayi hanyalah sebatas perantara kesucian dan keheningan...
Si mungil mulai menemui keterbatasan-keterbatasan hukum ruang dan waktu. Beruntung, Sang Penuntun dalam dirinya selalu mengajari bagaimana menyesuaikan batasan tubuh dengan konsep ruang waktu. Ia diajari oleh cahaya pengetahuan wujud dengan gerakan terlembut dan tersamar sehingga orang yang paling dekat dengannya tak mampu merasakan pertumbuhan itu.
Serasa masih kecil mungil tiba-tiba kok sudah minta kawin...begitu kata para orang tua.
Di satu sisi cahaya pengetahuan rasa mengenalkan berbagai kedalaman dari hasil tangkapan indra. Kedua cahaya ini berpendar terpecah memasuki ruang masing-masing yang akhirnya terhenti bersemayam di otak kiri dan otak kanan.
Roda dunia dalam dirinya mulai bergerak berputar mengikuti segala bentuk hukum yang ada. Detik demi detik cahaya wujud dan cahaya rasa ini mulai bersinergi dengan dunia. Cahaya wujud selalu bergerak rapi dan terukur mengikuti segala bentuk perubahan materi baik yang sebesar gunung sampai inti atom yang terkecil. Cahaya rasa mempunyai gerak lompatan tak beraturan tapi mempunyai kemampuan menyimpulkan makna hukum pergerakan materi secara cepat dan luar biasa.
Sang bayi memulai segala proses penyesuaian hidup dengan terbata-bata. tak ada peraturan benar dan salah dalam dirinya, yang ada hanya mencoba dan mencoba. Menjauhi yang tidak cocok, mencari yang menyenangkan. Cocok nggak cocok, enak nggak enak, suka nggak suka telah menjadi bangunan konsep tersendiri berdasar atas pengalaman pribadi sang bayi.
Semua dilakukan secara alamiah tanpa ada rasa keberatan, tanpa terlalu difikirkan. Seakan bayi itu mengajari kita bahwa tanpa ada perjalanan yang sesungguhnya maka tak akan ada orang mampu meneruskan hidup di dunia. Bukankah orang frustrasi akibat dari ketidakseimbangan antara kecepatan berfikir dengan kecepatan bertindak... atau juga sebaliknya. Seperti sirkus, keseimbangan memang harus dilatih sedikit demi sedikit setiap detik.
Aha...tiba-tiba bayi itu telah mampu mengucapkan suara yang bermakna. Dia bisa ngomong ...! Orang tua merasa lega karena mereka beranggapan bahwa berbicara adalah pembeda antara manusia dengan mahluk yang lain...kata-kata adalah bekal untuk menundukkan orang tanpa menganiaya jasadnya ...kalimat-kalimat mantra dipercaya sebagai perwujudan ruh yang keluar menyapa seluruh umat manusia. Tulisan-tulisan telah mampu menggerakkan imajinasi manusia walau tanpa dibarengi realitas sesungguhnya...Maka terbentuklah jaringan komunikasi yang lebih mudah antara orang tua dan anak.
Sayangnya oh sayangnya, para orang tua lebih mendominasi pemaknaan kata berdasarkan pengalaman pribadi. Berbagai doktrin dijejalkan kepada anak hanya karena orang tua tak ingin kerepotan mendidik dan menjawab pertanyaan anak yang terkadang sangat liar. Ini lho yang paling benar...ini lho yang paling enak...jutaan kata yang tersembur dari mulut orang tua akan mengerucut pada kedua makna itu.
Naifnya orang tua belum tentu membuktikan sendiri dengan segala pencariannya karena ia sendiri juga hanya mendapat jejalan-jejalan kata dari generasi sebelumnya. Tapi the show must go on...ngapain repot..."Kenyataannya anakku berbakti ! “ ( mungkin dengan terpaksa )" begitu kata kebanyakan para orang tua. Akhirnya makna mendidik secara perlahan mulai berubah sedikit demi sedikit menjadi makna memenjarakan. Sebuah lingkaran setan dari generasi ke genarasi yang tak pernah putus.
Oleh sebab itu orang tua jangan tergesa-gesa senang punya anak kecil berprestasi dan penurut. Karena prestasi dan kemenurutannya belum tentu berasal dari proses perjalanan yang alamiah sesuai bakat dan kemampuan anak tapi hanya akibat dari doktrin yang dipaksakan. Sebab kelak ketika waktunya tiba ia akan memuntahkan segala penolakannya dengan tenaga amarah yang lebih dahsyat namun halus dan sistematis.
Ia bisa mengatasnamakan peraturan, logika, agama, bangsa, hukum, rakyat, perusahaan, komunitas dan segala yang berbau umum untuk mendapatkan kompensasi kasih sayang dan kemerdekaan yang hilang di masa kecil.
Memang sungguh repot mempunyai bayi. Harus begadang, kerja lembur, rumah berantakan dan nggak bisa kemana-mana. Tapi inilah metode paksaan alamiah dari Tuhan agar orang mau memahami kembali asal muasal diri yang berlimpah kesucian dan ketenangan tanpa batas. Agar hidup di dunia yang lamban dan serba terbatas ini tak terlalu menjadi tujuan...
Please visit our updated blog at http://airsetitik.tk or http://airsetitik.co.cc. Look forward to having your share of thoughts.
BalasHapusAir Setitik