Sabtu, 07 Juni 2008
Menunggu Itu Menyenangkan
Menunggu itu menjemukan. Memang betul idiom itu secara kebiasaan umum. Tetapi sesungguhnya menunggu itu bisa berbalik menjadi hal menyenangkan. Hal yang menyebabkan kejemuan itu tak lain karena diri kita terjerat angan - angan. Tepatnya, jeratan interkoneksi antara angan - angan yang sudah dan belum terjadi.
Bila saja kita mampu meng"nol"kan angan - angan, maka akan timbul sebuah kesenangan tak terduga. Ketika kita menunggu, sebenarnya kita sedang mengkonsentrasikan diri terhadap sesuatu yang belum terjadi. konsentrasi ini bila kita arahkan pada suatu hal akan berbuah kekuatan dan kesenangan.
Tetapi kalau konsentrasi kita terpola pada yang sudah terjadi masa lampau atau keinginan masa depan, otomatis diri kita goyah persis seperti bandul jam. Isinya cuman tadi - nanti, tadi - nanti yang tak kunjung usai. Dari hal ini timbullah suatu mekanis yang sifatnya berulang -ulang dan tentu saja mengandung hukum kejenuhan.
Contohnya ketika kita antri tiket, pikiran lampau kita adalah misalnya, saya ingin meniti karir yang lebih tinggi dari profesi yang sudah saya jalani. Pikiran masa depannya, saya harus dapat tiket supaya lekas terbang ke Amerika. Goalnya, esok masa depan kan lebih cerah dan bye bye masa lalu yang suram.
Dalam kondisi antri tiket ini, konsep bawah sadar kita sudah terhipnotis untuk mengulang -ulang pemikiran seperti ini. Namun kenyataannya ketika alam bawah sadar ini muncul dalam kesadaran normal, eehh ternyata badan fisik kita masih lunglai berdiri antri panjang. Di sinilah mulai terjadi chemistry fetakompli antara alam bawah sadar dan alam kesadaran umum.
Tubuh mulai berontak, tangan dan kaki mulai tidak bisa tenang. Mata pun menerawang, melirik kiri kanan dan nafas pun mulai menghela. Semua anggota badan meminta pembuktian atas kecepatan asosiasi pikiran. Tentu akhirnya yang terjadi adalah ketidaktenangan dan ketidak sabaran. Ya jelas tidak nyaman hidup ini toh....Padahal ini masih urusan antri tiket. Bagaimana dengan urusan antri pengen punya mobil, apartemen bagus dan sejenisnya yang skala waktunya jauh lebih lama ?
Kira - kira selama penantian itu hidupnya bisa tenang nggak ya ? wallahu'alam
Ada satu cara mudah yang sering saya lakukan ketika antri menghadapi sesuatu. Baik antri yang sifatnya menit, bulan bahkan tahun. Prinsip yang saya pegang adalah - tadi sudah selesai, nanti bukan hakku. Kalau jangka panjang, dulu sudah berlalu, esok milik Yang Maha Satu. Kata orang Jawa klemben - klemben, roti - roti. Biyen -biyen saiki-saiki ( dulu ya dulu, sekarang ya sekarang ).
Ketika kita sampai pada tahap yang paling saat ini, yaitu nol koma milisecond detik tak terhingga waktu berjalan, diri ini akan terasa timeless dan spaceless. Anehnya, di wilayah ini semua malah terasa cepat dan tak terbatas. Kesadaran kita full di dalamnya. Sehingga waktu di bumi ini tak terasa terlewati.
Kesimpulannya, karena kita tak punya konsep lampau atau masa depan, dan juga tak punya konsep ruang waktu. Otomatis syaraf-syaraf otak kita "seakan" tak bekerja. Karena tak bekerja, ya otomatis tidak capai. Berarti rileks !
***
Beberapa bulan lalu saya harus mengantar istri ber'USG" mengintip posisi bayi. Wadah...ada kabar kurang menyenangkan. Jabang baby masih saja sungsang !. Padahal sudah menginjak tujuh bulan. Tentu jadi berita sedih. Refleks sebagai ibu atau bapak, normalnya tentu kalang kabut sebab di sinilah mulai terjadi antrian menunggu nasib yang kurang menyenangkan. Gimana waktu lahir nanti ? Operasi ? Biaya ? Selamat ? terbelit usus ? dll berkecamuk.
Benar - benar masa menunggu yang tidak enak.
Untungnya saya sudah membiasakan yang namanya hidup adalah saat ini. Kemarin sudah mati, esok belum hidup. Daripada pusing akhirnya saya hanya mengkonsentrasikan saat paling kini, saat yang paling hidup. Tak lain agar tetap tenang. Kata orang madhep manteb marang Gusti Allah.
'" Ya Allah, apa yang sudah tertulis sudah ku jalani. Esok tak tahulah... sekarang aku hanya bersimpuh denganMu. Yah, hanya sekarang, saat ini....
Ehh... ndhak tau gimana, tiba -tiba seakan kepala saya seperti ada bola lampu kayak di film kartun. Efek Aha ! begitu jelas gambaran itu. Injury time ! yah detik terakhir sukses ! seakan -akan hanya ada penegas yang jelas, " Tenang Dod, semua pasti beres. Lakukan apa yang ingin kau lakukan saat ini, jangan pikir biaya opreasi dan jangan bingung mencarinya. Hibur dirimu dengan apa yang kamu bisa. Bukan saatnya bersedih. Injury tme ! "
Lhadalah... ini jawaban kok nggak tanggung jawab...Jangan jangan bisikan mahluk halus...
Tapi entah bagaimana, hati ini senang saja menerimanya.
Ya sudahlah daripada hati dan otak ini diisi pikiran keruh, lebih baik turuti saja kata hati itu...
Akhirnya, tak terasa dalam masa menunggu kelahiran, saya banyak melakukan kegiatan - kegiatan hobi daripada kegiatan profesi. Tak terasa kurang lebih dua bulan, dua minggu, dua hari, dua jam, masing masing saya lakukan dengan pernak - pernik membuat hal yang berbau kesenangan.
Dua bulan membuat gitar akustik elektrik nylon dengan soundhole dari penutup kamar mandi . Kemudian berlanjut dua minggu membuat kolam ikan di belakang rumah.
Setelah itu dua hari mengerjakan rak dari bahan limbah kaca dengan modal hanya 19 ribu doang. Terakhir dua jam membuat kap lampu dari stick es krim .
Setelah itu, malamnya tiba masa menegangkan. Istri mules berat. Mau melahirkan ! Waduh gawat, masih sungsang. Diusahakan beberapa jam tetep aja. Operasi ? hampir. Udah gitu sang bidan juga mendapat kabar kurang baik bahwa salah satu anggota keluarganya meninggal. Waduh tambah nggak karuan suasananya...
Tetapi saya teringat injury time. Sudden death, perpanjangan waktu.
Nggak tahu gimana ceritanya, tiba-tiba bidan Enny beranjak. Memeluntir kondisi bayi yang masih sungsang dengan sekuat tenaga, mendorong kuat kuat dengan di bantu dua asisten. Memaksa keluar. Procot ! lahir sang jagoan dengan selamat.
Alhamdulillah nggak jadi operasi...Alhamdulillah selamat..Alhamdulillah sehat....Alhamdulillah anakku jadi lengkap laki perempuan seperti keinginan istri... dan Alhamdulillah kok juga diskon 100% alias gratis ? sungguh semua tak pernah terbayangkan...
Alhamdulillah lengkap rasanya kebahagiaan ini. Pulang ke rumah ada kolam ikan untuk cari inspirasi, ada gitar buat refreshing, ada dua buah hati penghibur, ada banyak teman dan saudara berdatangan saling melepas kekangenan. Ada juga tiba- tiba job mulai mengalir lagi tanpa disangka - sangka.Wayarzuqu min hayitshu la yahtasibu ...
Ah..menunggu itu kok menyenangkan ya......
Ya Allah, benar -benar dah...desain kebahagiaan yang hampir kutampik karena persangkaan keterbatasan logika otakku ternyata ......
Benar adanya, .Allah membuat grand design kebahagiaan setiap jalan hidup seseorang yang orang itu sendiri sering membantahnya karena merasa bisa berlogika. Padahal yang dinamakan logika hanyalah bila akal seseorang mampu menjangkau. Bila akal tak mampu menjangkau, biasanya langsung divonis nggak logis.
Padahal ketidak mampuan jangkauan hanyalah masalah rentang. Makin pendek rentang berfikir, maka makin sering seseorang berkata berdasar logis atau tidak.
Pendek rentang tersebut karena seseorang tak pernah sungguh – sungguh menjangkau yang sangat jauh, yaitu keimanan ghaib akan akhirat. Alias hanya punya cara berfikir pragmatis materialistis. Kedonyan. Baik kedonyan yang sifatnya harta ataupun keilmuan yang hanya berputar - putar tentang isi jagad semesta dunia ini .
Jadi, kok kayaknya terlalu mempersulit diri bila seseorang mengukur kebahagiaan hanya dengan perangkat logis dan tidak logis. Ia hanya akan menemui jalan buntu dalam merealisasikan Alhamdulillah menjadi hati yang lapang.
Intine, wis pokoke isine awak iki Alhamdulillah thok !..........gak ngurus lianya...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar