Selasa, 17 Juni 2008
Duduk Di Ayat Kursi
Jabatan apa yang paling saya dan anda idamkan ? Kalau saya seorang musisi maka akan meniti karir menjadi eksekutif produser atau komposer. Kalau anda seorang kutu buku pasti menginginkan jabatan kecendekiawanan. Seorang politikus pasti mengincar jabatan presiden. Karyawan ya pasti ingin meraih jajaran direksi. Pebisnis tentu ingin menjadi fund manager handal atau pemegang ribuan lot blue chip.
Seorang santri pun menginginkan kenyamanan keustadzan atau kekiayian. Karena menurut kita semua di situlah tempat duduk ternyaman dengan segala kepemilikan eksistensinya. Tapi ternyaman versi apakah gerangan ? nyaman di lidah, nyaman di telinga, nyaman di mata, nyaman di angan-angan, atau sekedar nyaman di pantat di mana kita duduk di kursi itu ?
Dalam Ayat Kursi ( 2 : 255 ) Allah dengan sombong dan otoriter menunjukkan jabatan diri sebagai sosok tunggal eksistensi keilmuan beserta kedudukannya sebagai pemilik seluruh isi langit bumi. Namun dengan sombong pula ternyata kita juga menolak kekuasaanNya dengan cara yang paling linear bertahap dan samar. Mau bukti ?
Pertama ketika kesadaran ruh Ilahiah tersentuh maka spontan kita pasti menjawab Iya, semua milik Allah, seluruh isi langit bumi tak dapat disangkal ! tak terkecuali ! Quran kok dibantah ! kita ini punya apa ! dengan gagahnya kita menjawab. Tapi ketika pertanyaan itu berlanjut menukik tajam, benarkah...? yuk kita uji realitasnya... handphone yang di sebelah kananmu berarti milik siapa ? sedikit gagap kita masih bisa menjawab bahwa ini titipan Allah sebagai kamuflase perasaan memiliki yang mulai muncul....ketika pertanyaan itu berlanjut ...pinjam handphone titipannya ya buat pesan makanan ( maksudnya dijual untuk beli makanan ), secepat kilat kesadaran itu turun pada kesadaran ketubuhan ...lho enak aja ! ini milikku, ini perangkat kerjaku, ini modal intelektual statusku, ini kebutuhanku....
Lalu milik Allah yang mana dong bila setiap orang menganggap gunung, air, tambang, hutan, frekwensi udara, dan segala pernik bumi itu milik pribadi-pribadi ? Semenit yang lalu kita dengan gagah menjawab bahwa semua milikNya tapi dengan pertanyaan sesederhana itu tiba tiba semua berubah menjadi milikku dan ku ku lain yang masih berlapis-lapis.
Lho tapi kan.....tapi ini...tapi itu.....tapi inu...tapi iti...jutaan alasan yang keluar hanya sekedar membolak-balik kata tanpa pernah merubah makna. Aha... ternyata kata " tetapi" memang senjata terhebat sepanjang sejarah hubungan manusia dengan Tuhannya. Kata ini bagaikan perwakilan kata kesaksian penyangkalan iblis terhadap Adam. Api menolak tanah. Sesuatu yang berkobar menolak yang diam. Obor penerang jalan menolak landasan tempat berjalan.
Lalu bagaimana mendudukkan perkara ini biar nggak bikin bingung ? memang gampang - gampang susah persis seperti menyuruh berhenti merokok bagi seorang perokok berat. Seakan akan tanpa rokok dunia kiamat. Mungkin butuh terapi, mungkin butuh denda dan penjara, mungkin butuh hipnotis, atau mungkin butuh baca buku " Bagaimana cara menghentikan kebiasaan merokok ". Semua sah -sah saja.
Tapi ternyata ada cara lain yang lebih mudah dan cepat yaitu berhenti saja mulai detik ini ! nggak usah nawar ! inilah cara yang nggak perlu cara namun efektif. Cara yang nggak perlu cara itu dinamakan niat. Dengan niat kita akan dituntun dan diarahkan untuk menjadi bisa menperoleh segalanya tanpa perasaan memiliki. Kata Rasul niat itu letaknya dalam hati. Tapi hati itu yang mana ? jantungkah ? liver kah ? atau daging dada menthok yang seperti dadanya ayam ini ?
Ternyata yang seputar dada itu sekedar starter pemicu penghubung dari hati yang lebur di alam semesta yang merasuki segala frekwensi, lapisan alam, pusat atom dan inti cahaya. Oleh sebab itu dalam pelajaran tarikh disebutkan sewaktu kecil rasul "dioperasi" oleh malaikat lalu dibelah dadanya, bukan di belah batok tengkoraknya.
Dari jalur ini segala kemengertian masuk baru kemudian mengalir menuju kepala memberi info tentang tugas akan dijadikan apa diri kita di dunia ini. Ia menjadi pembanding dan pengendali budi atas segala tangkapan indera. Namun yang seringkali terjadi, pada perjalanannya indera dengan berbekal tangkapan -tangkapan dari luar diri atau disebut "dunia " merasa percaya diri mulai menggusur peranan ilmu budi atau akhlak ini. Terjadilah kudeta di mana sang indera menguasai seluruh otak dan memenjarakan akhlak menjadi terkucil, kemudian biasa disebut dengan hati kecil nurani.
Dalam keterpenjaraannya, sang nurani terus berteriak lantang walaupun hanya terdengar sayup-sayup oleh sang tubuh.
Dari kudeta inilah orang ingin bereksistensi diri untuk menduduki jabatan atau kursi yang diinginkannya dengan cara diluar akhlak budi dan tak sesuai dengan tugasnya. Kacau deh...akhirnya yang pedagang jadi pendakwah, yang pendakwah jadi politikus, yang politikus jadi pelawak, yang pelawak jadi panutan. Dan karena kelihaiannya, semua orang tersihir yakin akan hal itu.
Juga nggak perlu heran seumpama saya mempunyai referensi agama seperpustakaan lalu tiba -tiba dengan segala keilmuan mengklaim satu-satunya kebenaran, ingin berkuasa, mengawasi sana - sini, curiga kepada manusia lain, sebab, mungkin sebenarnya tugas saya di dunia ini hanya jadi satpam yang memang dibekali insting menyidik, bukan kyai atau ustadz yang dibekali sifat merawat, menyantuni dan berendah hati.
Hei...terus gimana dong kok panjang amir keterangannya...mendudukkannya itu lho...yang penting mendudukkannya...biar nggak tambah rumit...
Lho.. ya langsung aja duduk dalam ayat Kursi...
Maksud loh... !
Iya...langsung duduk duk dan bersiaplah !
Siap apa ?
Orang yang duduk dalam Ayat Kursi harus siap kehilangan eksistensi diri, deeksistensi, fana...tak punya apa -apa. Kata Arek Malang talarem ( bahasa balikan sekenanya dari kata melarat ).
Gawat ajaran apalagi nih...fatal ! eskapisme ya...hilang dong karir gue...
Bbb..bbukan begitu.... Allah itu dengan tegas dan baik -baik kan sudah mbisiki kita bahwa kemuliaan dan keagungan itu milikNya doang, kesombongan itu pakaianNya doang, selain sifat itu silahkan pakai...lha tapi kenyataannya dalam keseharian kita ini lebih sering membusanakan diri dengan kedua sifat pakaian itu. Jadinya ya mirip doang...nggak bisa benar -benar agung dan mulia.
Dengan mencuri sifat itu kita jadi ingin memiliki kandungan bumi langit dengan segala cara. Kita memantas -mantaskan dan mematut diri bahwa kitalah yang berhak mengatur dan memiliki. Padahal seakan -akan dalam ayat Kursi Allah menantang " Kalau kamu ingin sifat itu, coba dulu sifatKu yang lain... "
Dalam "intro" ayat Kursi betapa Allah menunjukkan sifat ngeladeni mahluk terus menerus tidak ngantuk tidak tidur dan pada endingnya tidak ada keberatan secuilpun dalam pemeliharaannya. Wuihh..kalau kita waras berfikir, ternyata kita nggak sanggup untuk tidak tidur dan tidak repot... maka terkaparlah kita di kefanaan itu, fakirlah diri kita, super minderlah diri kita dihadapan kesegalaanNya, nggak ada apa -apanya dengan pengakuan sesungguh-sungguhnya sampai seakan-akan isi otak ini meleleh hancur karena tak kuat menyaksikan kerja Allah yang begitu dahsyat...
Ampun Gusti....wong saya ini sekedar kepingin niru secuil laku Muhammad sang rasul yang begitu perhatian tanpa kenal lelah meladeni segenap mahluk masih jauh dari mirip kok ya terkadang kesusu kepingin menjadi pemimpin umat...Ya Allah berilah kerendahan hati agar tetap jadi makmum yang lurus -lurus saja...karena Engkaulah sejatinya Sang Pemimpin.
Ketika duduk di kefanaan itu dengan sungguh - sungguh biasanya kita akan diperjalankan Allah menuju jabatan dan kedudukan yang benar -benar sesuai dengan kemampuan diri sehingga jabatan itu tak lagi mengandung unsur pengakuan kepemilikan dan ngrepoti dalam arti yang sesungguhnya - bukan sebatas filosofi pikiran atau sekedar pernyataan. Kita akan merasa pede dan enjoy bila ternyata Allah lah yang menyematkan jabatan itu.
Sekali lagi bayangkan.. Allah sendiri yang memberi kedudukan itu dan rasakan kenyamanannya.... Ketakjuban itu jauh melebihi perolehan jabatan menteri hasil dari resuffle kabinet atau jabatan seorang presiden sekalipun. . Dalam wilayah ini memang diciptakan untuk pemenuhan segala kebutuhan setiap manusia dalam menjalankan proses kekhalifahannya. Di sinilah tempat bergelimangnya harta ghaib pengetahuan sejati yang tak akan hilang walau dirampok rezim terganas.
Di wilayah ini orang tidak lagi ribut mengenal kasta golongan petani , pedagang , pejabat atau ulama. Karena mereka yang bertempat di wilayah ini otomatis akan memperoleh seluruh ilmu dari empat lapisan kasta tersebut tanpa butuh sebuah eksistensi pengakuan diri dari luar. Inilah sistem Islam, tak ada kasta ! memerdekakan !
Orang -orang ini tak lagi berebut posisi sebab telah tersadar bahwa jabatan - jabatan beserta pernik ilmu pengetahuannya sekedar jalur -jalur yang ditempatkan dalam diri masing -masing kekhalifahan manusia untuk mengenal Tuhannya. Akhirnya masalahnya menjadi sangat sederhana sekali, kenal atau tidak. Tak lebih.
Ada cara mudah sekali dalam penggunaan ayat Kursi untuk mentransfer ilmu ghaib itu ke dalam diri ( wuih..kayak dukun, sekedar bercanda ) agar keseharian lebih rileks dan dibukakan pengetahuan serta kemengertian akan posisi diri. Awalnya mungkin butuh menyentuh tengah dada dengan jari, kurang lebih yang sejajar persis dengan ketiak. Niatkan kepada Allah ingin mengetahui apa saja yang ingin diketahui atau dibutuhkan. Lalu nikmati saja niat itu bersama Allah semampu waktu yang anda punya...perlahan setelah itu entah sekedip mata, semenit kemudian, sejam, sehari, sebulan atau setahun InsyaAllah apa yang diinginkan datang tanpa harus dengan memeras otak dan keringat secara berlebihan. Cepat dan tidak datangnya keinginan itu biasanya tergantung kesungguhan niat itu sendiri.
Namun sialnya seperti pengalaman saya pribadi, lagi enak -enaknya menyentuh dada...eehhh tiba -tiba nggak tahu kenapa tangan ini kok reflek berpindah menyentuh jidat...plak...lalu memegang pantat...plok...kemudian muncul kebiasaan pikiran liar itu." Plak ! waduh...sudah tanggal tua... plok !...isi dompet nipis....plak ! kerjaan belum kelar...plok ! jatuh tempo.hutang semakin dekat ...
Wahai mahluk yang bernama ekonomi... ! kenapa engkau selalu menggangggu kekhusyukanku... ! Aku pun plak plok plak plok lari bagai kuda mengejar rejeki dengan kacamata hitam yang hanya bisa melihat lurus ke depan...terserah Sang Sais mengendali kuda supaya baik jalannya...
plok...! auww...! cemeti itu menampar pantatku lagi....
Wassalam, semoga bermanfaat
Dody Ide
Sabtu, 14 Juni 2008
Hanya Makmum
Setiap saat ribuan masjid berdiri
Ribuan Imam pun bermunculan
Berebut mimbar dakwah yang kosong
Bukan rahasia lagi masjid ada dulu walau jamaah
menyusul
Merayu orang agar percaya
Hanya masjid sebelah sini yang menawarkan kebenaran
sejati
Terlalu banyak rumah ibadah didirikan
Sudah terlalu pelik banyak orang berhasrat jadi Imam
Bahkan menganggap dirinya Imam Mahdi
Para makmum datang berduyun terheran-heran
Tak lupa sikut-sikutan demi berkah shaf terdepan
Padahal tanah tuk sujud masih lapang
Bagaikan keinginan mencium hajar aswad
Sekedar mengharap sim salabim revolusi nasib instan
Menginginkan dunia akhirat tanpa tirakat
Entah kapan nasib jutaan makmum akan berubah
Karena setiap hari hanya mendengar bingkisan kata
Tanpa mendapat sedekah jalan nyata
**
Akulah Sang Makmum garda terbelakang
Kusiapkan diri duduk kancrit di pojok sempit
Sekedar mencari pahala sebiji sawi
Kakiku tak sempat menginjak halaman masjid
Karena aku tak ingin ada orang lagi di belakangku
Aku ingin memastikan wajah khusyu wajib di depanku
Akulah makmum penjaga gerbang masjid
Tugasku hanya mempersilahkan masuk
Sambil mengharap mereka keluar dengan ketundukan yang
membekas
Akulah penjaga sepatu sandal
Agar alas kaki itu tak menginjak lantai suci dan
dicuri
Tak terkecuali terompah Para Imam
Aku tak ingin ikut menambah jumlah masjid
Aku hanya ingin jadi makmum yang baik
Memakmurkannya dengan cara ummi
Kan ku datangi ribuan masjid-masjid itu
Sekedar mesra membisikkan Subhanallah ke telinga Para
Imam
Bila saja mereka lupa bahwa pancaran masjid Allah ada
di dalam nurani
Lebih dekat dari urat leher
Meliputi Segala Sesuatu
Tak Terbanding
Dody Ide
Malang, 29 Desember 2007
Rabu, 11 Juni 2008
Memahami Allah
Para pejalan laboratoriumnya di dalam diri, modalnya berkeyakinan.
Sama - sama mencari kemantapan rahasia hidup...
Siapakah yang cepat sampai ?
Abad 21 adalah titik klimaks sebuah pencarian manusia terhadap Tuhanya. Di belahan bumi India para maha guru spiritual menganggap abad ini adalah ttitk ordinat peredaran simetris terbaik antara jagad mikrokosmos dengan makrokosmos sehingga orang akan mudah belajar mengenai ketuhanan. Di belahan barat para intelektual kebingungan mencari titik perhentian karir, titik Tuhan, God spot. Para spirilogic mengkotak - kotakkan IQ, EQ dan SQ kemudian menganggapnya sebagai sebuah temuan besar yang harus dipatentkan guna sebuah urusan professional alias imperium perut.
Tak ketinggalan para pecinta dunia berusaha meluruskan konsep bisnisnya dengan Spiritual Capital. Psikolog tak kalah anehnya menyederhanakan puluhan teori usang menjadi sebuah teori flow, pasrah mengalir sajalah agar mampu mencapai authentic happiness.
Bagaimana dengan dunia Islam, khususnya di Indonesia ? tentu tak kalah unik...
Terkadang akhir -akhir ini saya merasa agak geli ketika melihat buku-buku baru atau hot topic di internet kok semua bahasan mengenai kebenaran Allah harus dilegalisasi dulu oleh ilmu pengetahuan moden, entah itu fisika, kimia , biologi, kedokteran dan semacamnya. Seakan-akan walau memperoleh manfaat sebab dari bertaqarub dengan Allah tetapi dilain hal nggak ilmiah, maka kita akan tertolak, sesat.
Sebuah pertanyaan ke dalam diri, sejak kapan sih seorang muslim harus menunggu legalisasi logis formal untuk memperoleh spiritual journey sebuah ayat ? Apakah hanya karena sebuah alasan modernitas ilmiah maka kita harus mengalahkan keyakinan akan manfaat sebuah perjalanan ? Padahal sejauh dan secanggih saat ini, kalau sudah sudah membahas sebuah agama, ilmu pengetahuan hanya bisa berputar -putar di wilayah hipotesa, tesis, disertasi dan rumusan -rumusan tanpa bisa lebih jauh masuk menjadikannya sebuah inti perjalanan.
Sebagai contoh seorang Einstein atau Stephen Hawking dan kawan-kawan seprofesi bisa saja merumuskan hukum melipat waktu, konsep black hole, big bang ataupun teori kecepatan cahaya dan semua itu memang relatif berbanding benar dengan ayat Quran. Tetapi tanpa mengurangi rasa hormat, apakah beliau-beliau ini bisa mengalami, mengaktifkan dan menjalankannya ? Apakah beliau seorang pejalan atau masih terhenti sebatas pemikir ? Padahal di kalangan pejalan spiritual muslim yang banyak bertebaran di Malang pinggiran, Jember, banyuwangi, dan banyak ttik lagi di penjuru Nusantara hal itu sudah menjadi realitas perjalanan.
Dan tentu saja Rasulullah Muhammad adalah panglima pelipat waktu, pengajar sejati metode perjalanan kecepatan cahaya ini dengan pembuktian peristiwa Isra Mi'raj. Dan dalam hal ini Abubakar yang terkenal cerdas dan sidiq langsung mengiyakan tanpa banyak riset.
Inilah yang dinamakan konsep iman. Percaya dan akhirnya harus mengalami sendiri.
Anehnya kalau kejadian semacam ini sebenarnya tetap ada dan saya ungkapkan seperti sekarang, mungkin orang yang terbiasa kritis dan sangat ilmiah malah menarik mundur jam waktu, menyetel mindset seperti pendeta menghadapi Galileo, menyelidiki siapa penulis penyebar berita awu -awu ini.. Ah itu sihir...jin beserta kemampuan tehnologinya ...Kita berbalik 180 derajat menjadi penuduh yang tercerabut dari tradisi ilmiah dan keakhlakan.
Pertanyaan dasar, bagaimana mungkin jin bisa secanggih itu padahal menurut Islam hanya manusia saja mahluk yang berakal. Lalu bagaimana mungkin sihir wong modalnya cuma baca La ilaha ilallah dan La haula walaquwwata ila billah plus puasa sunnah. Sebuah penyerahan full dan berlindung di dalam benteng Allah masak jin bisa masuk sih ?
Sebegitu lemahkah benteng Allah untuk ditembus ? masak safety nya kalah sama benteng Pentagon ? Padahal para dukun KGB nya Soviet atau spiritual manapun dengan kekuatan bantuan bolo kurowo jin gendruwo ndhas klunthung saja nggak mampu mencuri data di Pentagon. Belum lagi kalau saya ungkapkan ada banyak orang yang mampu menjalankan proses materialisasi, menciptakan benda dengan perantara partikel udara seperti teori - teori ilmiah hanya bermodal meyakini komposisi ayat kun fayakun dan La haula walaquwwata ila billah yang dihunjamkan sampai akar keyakinan terdalam.
Begitu sederhananya aplikasi teori ayat ini sehingga kita yang hidup di jaman modern menolaknya karena tidak mengandung kemewahan konsep, entah itu konsep fisika, biologi ataupun hukum fiqih. Padahal saat ini seorang anak bangsa, Professor Johanes Surya dengan pasukan fisikawan muda yang merajai olympiade fisika tingkat dunia malah bercita-cita menggunakan fisika tanpa rumus. Semua rumus digantikan dengan prinsip dasar MESTAKUNG alias semesta mendukung. Penjelasan sederhananya, bahwa ketika sesuatu dalam keadaan terdesak maka seluruh partikel alam raya akan mendukung dan menolongnya.
Hebat benar beliau. Bangunan pikiran yang begitu eksak menjadi non eksak. Sebab sebenarnya non eksak hanyalah sebuah bangunan eksak dengan parameter tak terhingga sehingga orang sulit membuat rumusan pasti. Bagi saya beliau sangat Islami sekali walaupun entah KTP nya beragama apa.
Dan, sebenarnya konsep puasa dibarengi berniat kalimat tauhid adalah konsep mestakung sejati yang telah diajarkan Rasul belasan abad yang lalu. Ketika seseorang melakukan puasa, otomatis bangunan konsep material dalam dirinya perlahan mulai tampak melemah. Pertama tenaga fisik yang gemagah mulai berkurang, kemudian otak yang katanya cerdaspun menurun gelombang frekwensinya. Kewaspadaan terhadap dunia luar mulai berkurang namun kewaspadaan ke dalam diri semakin bertambah tingkat kekonsentrasiannya.
Lambat laun hanya dengan sebuah proses latihan mengikhlaskan sebuah pengakuan bahwa kita benar -benar nggak punya kekuatan, Blesss...semesta mendukung apa yang kita maui...tiba - tiba kesuperpoweran diri terkuak, semua seperti mimpi yang terkendali penuh dengan kekuatan lintas dimensi, entah dimensi benda, dimensi akal, dimensi ruang ataupun dimensi waktu....semua ada dan dapat kita gunakan...kata pedagang Padang, dipilih...dipilih...dipilih...tinggal pilih...tinggal pilih...tinggal pilih....Semua adalah imajinasi yang mewujud mengikuti Kehendak. Kun fayakun...
Tapi ini adalah sebuah perjalanan yang masih bersifat Isra' yang harus diteruskan menuju perjalanan Mi'raj. Sebab banyak sekali orang yang mengalami pembebasan konsep diri melalui ke Isra' an ini lalu menganggap sebagai puncak pencapaian karena memang di sinilah digelar dengan nyata senyata-nyatanya segala kemampuan sang masterpiece, menungso !.
Perjalanan Isra adalah konsep perjalanan horizontal yang kita sebut hablumminannas dimana semua pencapaiannya masih bersifat kebutuhan dunia itu sendiri entah yang terwujud dalam ilmu ekonomi, politik, budaya, pengobatan, hukum fiqih, fisika biologi, olah raga bahkan kebatinan yang sering dianggap orang sebagai ilmu kegaiban langit.
Dan pada kenyataannya semua ilmu itu memang hanya berlaku dan berguna selama nafas masih di kandung badan, urusan hablumminannas. Sebab setelah kehidupan dunia ini usia yang berlaku hanyalah urusan Mi'raj. Ruh yang kembali, jiwa yang tenang.
Benar adanya bahwa nanti yang dipertimbangkan terlebih dahulu amal seseorang adalah kebenaran sholatnya, bukan modal kapital, keringat atau akal karena ketiganya harus balik maning ke bumi untuk dimanfaatkan generasi selanjutnya. Untuk itulah kemudian diperlukan konsep Mi'raj.
Lalu bagaimana konsep Mi'raj itu sendiri ? Mi'raj adalah kumpulan ingatan kepada Allah yang di rangkum dalam ibadah sholat. sholat itu Mi'raj nya orang mukmin...begitu kata Rasul. Lebih begitu sederhananya lagi konsep ini sehingga orang yang berada di wilayah Isra' pun terkadang malah tak percaya sebab orang sudah kadung terbiasa dengan alam yang aneh-aneh dan menara gading pikiran.
Konsep Mi'raj sangatlah mudah... Ingatlah, ya, cuma mengingat.....mengingat tidak ada rumusannya selain mengurut kejadian ke belakang, bukan malah menebak ke depan...hanya dengan MENGINGAT Allah-lah hati menjadi tenteram ( RA'D :29 ). Jadi parameter orang yang ingat pernah bertemu Allah ya sederhana saja, jiwanya selalu tenang walau menghadapi berbagai persoalan hidup
Tapi bagaimana mau ingat wong ketemu aja nggak pernah ? Contoh semisal, saya ingat kalau putri Diana adalah teman saya waktu kecil sebab memang dulu pernah bertemu akrab bahkan selalu mengendarai kuda bersama. Lha kalau waktu kecil nggak pernah ketemu, apanya yang harus diingat ? masak saya harus ngaku-ngaku dan pura -pura ingat bahwa dulu pernah akrab dan selalu bertemu di Istana.
Untungnya Allah begitu mahfum bahwa daya ingat otak kita yang pandai ini ternyata masih sangat cekak. Untuk itu dengan murahnya Allah menjelaskan bahwa sebenarnya kita pernah berhadapan langsung " Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keEsaan Tuhan)" ( Al A'raf 172 ).
Maka ber Mi'raj lah dengan membahas dan memahami Allah dengan cara yang sangat sederhana yaitu mengingat-ingat - merunut kebelakang mencari asal muasal kejadian diri dengan metode Berdzikir. Masalah saya dan anda hanya bisa mengingat sebatas NamaNya, SifatNya, IlmuNya, atau CiptaanNya saja ya nggak masalah. Allah maha Memahami kok.
Selama berniat yakin bisa berjumpa dengan Allah, nanti lama-lama keyakinan itulah yang membimbing pada tujuan akhir dengan sebuah proses yang unik tak terduga. Pun seandainya kita sudah bisa menyaksikan Dzatnya sebagai konsekuensi kelanjutan ada nama pasti ada yang dinamai , lebih baik disimpan saja sebagai kenangan terindah sebab kalau diomongkan nggak akan pernah ketemu, malah - malah hilang nikmatnya plus berakhir hanya sekedar jadi fitnah dan kehebohan yang tak bermakna.
Biarkan ban luar tetap berada diluar, ban dalam tetap di dalam dengan penuh angin agar roda kehidupan tetap berputar dengan baik.
Wassalam, Semoga bermanfaat
Dody Ide
Poses Mi'raj lebih dari tujuh samudra tinta terhapus
Ketika tiada yang tertulis maka tak ada yang terbaca
Maka muncullah sang ummi yang bersyahadat di sudut keheningan....
Selasa, 10 Juni 2008
Doa Kesiangan
Seandainya diriku terlempar jauh keluar dari Bima Sakti
Ah...nun jauh di sana aku tetap bertemu diriku sendiri
Seandainya aku terseret cahaya fisika sampai ratusan tahun cahaya
Entahlah...di sana aku tetap bersama diriku seorang diri
Seandainya diriku melebur masuk menggapai inti DNA
Pastilah di situ hanya aku yang bermukim sepi
Seandainya aku tersedot blackhole
Tentu hanya aku sendirian kegelapan terkurung sunyi
Ya Tuhan kenapa Kau tak pernah kujumpai
Kemanapun aku menghadap, hanya ilmuku yang mewujud
Engkau pun tak pernah terjamah kecuali sekedar atas nama sesembahan
Kemana pun kupandang hanya maujud prosesi otakku yang muncul
Tak pernah kujumpai Sang Penggerak otak
Tak pernah kurasakan usapan lembut itu
Serasa hanya akulah sang ada
Seakan akulah sang penggerak atas diriku sendiri
Apakah aku sedang terhijab perolehan ilmuku sendiri
Entahlah
Apakah ini disebut malpraktik manunggaling kawula Gusti salah kaprah
Yang menyelip cantik di belantara kata ilmiah
Ku kira salah letak wahdatul wujud hanya terjadi pada jaman batu
Ternyata semua tetap terjadi dengan huruf, suara dan visual yang berbeda
Apakah Engkau memang hanyalah baju atas nama pencarian tak berujung
Karena memang begitulah sifat kodrat nafsu otak yang tak mau diam
Tak bisa kekal betah mutmainah lurus menghadap
Pada hati yang Baqa'
Selalu merengek meminta buah quldi
Walau telah mendapat prioitas surga
**
Bila ilmuMu tujuh petala langit bumi
Sanggupkah aku kaffah menggapainya
Sedang usiaku hanya seumur jagung
Sedang setitik ilmuMu yang bernama tehnologi sudah terlalu memabukkan
Penggenggamnya bagaikan sang Karun yang menggembol seluruh kunci dunia
Di atas punuk ontanya yang berjalan lamban namun gemulai
Bila Engkau saja sekarang hanya sekedar menjadi objek bahstul masail
Apalagi milyaran hambamu yang gaptek ini
**
Ya Allah, aku hanya ingin ilmu yang tepat guna
Sudah seharusnya sang ilmu mutlak tunduk padaku
Ku perintahkan ia menyejahterakan para dhuafa yang kelaparan
Sebab di situlah sesungguhnya teruji ketangguhan akal yang Kau anugerahkan
Aku hanya ingin belajar merangkak menjadi khalifah
Menjadi payung berteduh di mana tanah kupijak
Jangan sampai terulang lagi
Tehnologi tinggi berakhir tukar beras ketan
Ujung-ujungnya hanyalah akal yang tunduk pada kebutuhan perut
Tempat jutaan nafsu rendah hewani bersarang mesra
Ya Allah, aku hanya belajar meniru Sang Rasul
Makan bila lapar berhenti sebelum kenyang
Karena wilayah itu akan menguak tabir ilmu
Mana tipuanMu mana sejatiMu
Sungguh aku takut bila ilmu yang Engkau pinjamkan tak barakah
Bagaikan terkurung neraka saqar, tidak meninggalkan tidak membiarkan
Ya ayyuha lmudatstsir, Qum faandzir...
Hai orang yang berselimut, bangunlah !
Lepaskan seluruh selimut dan bersihkan pakaianmu
Lepaskan iradah kehendak pribadi dan persangkaan ilmumu
Engkau tak akan mampu menetapkan apapun
Entah itu walau sebiji atom ataupun sepasti bilangan biner
Ahh…kosong yang palsu itu begitu berisi
Bangun Dod !
Sudah Siang !
Malang, 16 Februari 2008
Sekedar mengaji Surah Al Muddatstsir
Dody Ide
Sabtu, 07 Juni 2008
Menunggu Itu Menyenangkan
Menunggu itu menjemukan. Memang betul idiom itu secara kebiasaan umum. Tetapi sesungguhnya menunggu itu bisa berbalik menjadi hal menyenangkan. Hal yang menyebabkan kejemuan itu tak lain karena diri kita terjerat angan - angan. Tepatnya, jeratan interkoneksi antara angan - angan yang sudah dan belum terjadi.
Bila saja kita mampu meng"nol"kan angan - angan, maka akan timbul sebuah kesenangan tak terduga. Ketika kita menunggu, sebenarnya kita sedang mengkonsentrasikan diri terhadap sesuatu yang belum terjadi. konsentrasi ini bila kita arahkan pada suatu hal akan berbuah kekuatan dan kesenangan.
Tetapi kalau konsentrasi kita terpola pada yang sudah terjadi masa lampau atau keinginan masa depan, otomatis diri kita goyah persis seperti bandul jam. Isinya cuman tadi - nanti, tadi - nanti yang tak kunjung usai. Dari hal ini timbullah suatu mekanis yang sifatnya berulang -ulang dan tentu saja mengandung hukum kejenuhan.
Contohnya ketika kita antri tiket, pikiran lampau kita adalah misalnya, saya ingin meniti karir yang lebih tinggi dari profesi yang sudah saya jalani. Pikiran masa depannya, saya harus dapat tiket supaya lekas terbang ke Amerika. Goalnya, esok masa depan kan lebih cerah dan bye bye masa lalu yang suram.
Dalam kondisi antri tiket ini, konsep bawah sadar kita sudah terhipnotis untuk mengulang -ulang pemikiran seperti ini. Namun kenyataannya ketika alam bawah sadar ini muncul dalam kesadaran normal, eehh ternyata badan fisik kita masih lunglai berdiri antri panjang. Di sinilah mulai terjadi chemistry fetakompli antara alam bawah sadar dan alam kesadaran umum.
Tubuh mulai berontak, tangan dan kaki mulai tidak bisa tenang. Mata pun menerawang, melirik kiri kanan dan nafas pun mulai menghela. Semua anggota badan meminta pembuktian atas kecepatan asosiasi pikiran. Tentu akhirnya yang terjadi adalah ketidaktenangan dan ketidak sabaran. Ya jelas tidak nyaman hidup ini toh....Padahal ini masih urusan antri tiket. Bagaimana dengan urusan antri pengen punya mobil, apartemen bagus dan sejenisnya yang skala waktunya jauh lebih lama ?
Kira - kira selama penantian itu hidupnya bisa tenang nggak ya ? wallahu'alam
Ada satu cara mudah yang sering saya lakukan ketika antri menghadapi sesuatu. Baik antri yang sifatnya menit, bulan bahkan tahun. Prinsip yang saya pegang adalah - tadi sudah selesai, nanti bukan hakku. Kalau jangka panjang, dulu sudah berlalu, esok milik Yang Maha Satu. Kata orang Jawa klemben - klemben, roti - roti. Biyen -biyen saiki-saiki ( dulu ya dulu, sekarang ya sekarang ).
Ketika kita sampai pada tahap yang paling saat ini, yaitu nol koma milisecond detik tak terhingga waktu berjalan, diri ini akan terasa timeless dan spaceless. Anehnya, di wilayah ini semua malah terasa cepat dan tak terbatas. Kesadaran kita full di dalamnya. Sehingga waktu di bumi ini tak terasa terlewati.
Kesimpulannya, karena kita tak punya konsep lampau atau masa depan, dan juga tak punya konsep ruang waktu. Otomatis syaraf-syaraf otak kita "seakan" tak bekerja. Karena tak bekerja, ya otomatis tidak capai. Berarti rileks !
***
Beberapa bulan lalu saya harus mengantar istri ber'USG" mengintip posisi bayi. Wadah...ada kabar kurang menyenangkan. Jabang baby masih saja sungsang !. Padahal sudah menginjak tujuh bulan. Tentu jadi berita sedih. Refleks sebagai ibu atau bapak, normalnya tentu kalang kabut sebab di sinilah mulai terjadi antrian menunggu nasib yang kurang menyenangkan. Gimana waktu lahir nanti ? Operasi ? Biaya ? Selamat ? terbelit usus ? dll berkecamuk.
Benar - benar masa menunggu yang tidak enak.
Untungnya saya sudah membiasakan yang namanya hidup adalah saat ini. Kemarin sudah mati, esok belum hidup. Daripada pusing akhirnya saya hanya mengkonsentrasikan saat paling kini, saat yang paling hidup. Tak lain agar tetap tenang. Kata orang madhep manteb marang Gusti Allah.
'" Ya Allah, apa yang sudah tertulis sudah ku jalani. Esok tak tahulah... sekarang aku hanya bersimpuh denganMu. Yah, hanya sekarang, saat ini....
Ehh... ndhak tau gimana, tiba -tiba seakan kepala saya seperti ada bola lampu kayak di film kartun. Efek Aha ! begitu jelas gambaran itu. Injury time ! yah detik terakhir sukses ! seakan -akan hanya ada penegas yang jelas, " Tenang Dod, semua pasti beres. Lakukan apa yang ingin kau lakukan saat ini, jangan pikir biaya opreasi dan jangan bingung mencarinya. Hibur dirimu dengan apa yang kamu bisa. Bukan saatnya bersedih. Injury tme ! "
Lhadalah... ini jawaban kok nggak tanggung jawab...Jangan jangan bisikan mahluk halus...
Tapi entah bagaimana, hati ini senang saja menerimanya.
Ya sudahlah daripada hati dan otak ini diisi pikiran keruh, lebih baik turuti saja kata hati itu...
Akhirnya, tak terasa dalam masa menunggu kelahiran, saya banyak melakukan kegiatan - kegiatan hobi daripada kegiatan profesi. Tak terasa kurang lebih dua bulan, dua minggu, dua hari, dua jam, masing masing saya lakukan dengan pernak - pernik membuat hal yang berbau kesenangan.
Dua bulan membuat gitar akustik elektrik nylon dengan soundhole dari penutup kamar mandi . Kemudian berlanjut dua minggu membuat kolam ikan di belakang rumah.
Setelah itu dua hari mengerjakan rak dari bahan limbah kaca dengan modal hanya 19 ribu doang. Terakhir dua jam membuat kap lampu dari stick es krim .
Setelah itu, malamnya tiba masa menegangkan. Istri mules berat. Mau melahirkan ! Waduh gawat, masih sungsang. Diusahakan beberapa jam tetep aja. Operasi ? hampir. Udah gitu sang bidan juga mendapat kabar kurang baik bahwa salah satu anggota keluarganya meninggal. Waduh tambah nggak karuan suasananya...
Tetapi saya teringat injury time. Sudden death, perpanjangan waktu.
Nggak tahu gimana ceritanya, tiba-tiba bidan Enny beranjak. Memeluntir kondisi bayi yang masih sungsang dengan sekuat tenaga, mendorong kuat kuat dengan di bantu dua asisten. Memaksa keluar. Procot ! lahir sang jagoan dengan selamat.
Alhamdulillah nggak jadi operasi...Alhamdulillah selamat..Alhamdulillah sehat....Alhamdulillah anakku jadi lengkap laki perempuan seperti keinginan istri... dan Alhamdulillah kok juga diskon 100% alias gratis ? sungguh semua tak pernah terbayangkan...
Alhamdulillah lengkap rasanya kebahagiaan ini. Pulang ke rumah ada kolam ikan untuk cari inspirasi, ada gitar buat refreshing, ada dua buah hati penghibur, ada banyak teman dan saudara berdatangan saling melepas kekangenan. Ada juga tiba- tiba job mulai mengalir lagi tanpa disangka - sangka.Wayarzuqu min hayitshu la yahtasibu ...
Ah..menunggu itu kok menyenangkan ya......
Ya Allah, benar -benar dah...desain kebahagiaan yang hampir kutampik karena persangkaan keterbatasan logika otakku ternyata ......
Benar adanya, .Allah membuat grand design kebahagiaan setiap jalan hidup seseorang yang orang itu sendiri sering membantahnya karena merasa bisa berlogika. Padahal yang dinamakan logika hanyalah bila akal seseorang mampu menjangkau. Bila akal tak mampu menjangkau, biasanya langsung divonis nggak logis.
Padahal ketidak mampuan jangkauan hanyalah masalah rentang. Makin pendek rentang berfikir, maka makin sering seseorang berkata berdasar logis atau tidak.
Pendek rentang tersebut karena seseorang tak pernah sungguh – sungguh menjangkau yang sangat jauh, yaitu keimanan ghaib akan akhirat. Alias hanya punya cara berfikir pragmatis materialistis. Kedonyan. Baik kedonyan yang sifatnya harta ataupun keilmuan yang hanya berputar - putar tentang isi jagad semesta dunia ini .
Jadi, kok kayaknya terlalu mempersulit diri bila seseorang mengukur kebahagiaan hanya dengan perangkat logis dan tidak logis. Ia hanya akan menemui jalan buntu dalam merealisasikan Alhamdulillah menjadi hati yang lapang.
Intine, wis pokoke isine awak iki Alhamdulillah thok !..........gak ngurus lianya...
Kamis, 05 Juni 2008
Syekh Siti Jenar Berpolitik Bersahabat dengan Wali Songo
Syekh Siti Jenar tidak ada, Yang ada Allah Allah tidak ada, Yang ada Syekh Siti Jenar
Sekelumit penggalan dialog di atas sangat populer dan menjadi puncak keributan masa itu. Percakapan ini dari abad ke abad selalu di shooting dalam frame tema ketauhidan sehingga mudah ditebak endingnya adalah sebuah telunjuk yang menuding dan menepuk dada tanpa ada pemaknaan lebih. Dengan kata lain semua cerita seputar Syekh Siti Jenar dan Wali Songo masih menjadi tontonan yang belum diteruskan menjadi tuntunan. Artinya kita masih seperti menonton film action yang selalu terjebak pemujaan atau penghinaan terhadap tokoh protagonis vs antagonis tanpa bisa melihat sebuah keutuhan akan sebuah hikmah tuntunan pesan cerita.
Entah kenapa saya tiba-tiba ingin sekedar menapaktilasi percakapan itu dan yang saya temukan anehnya bukan sebuah dialog ketauhidan melainkan percakapan " politik Tuhan " yang sebenarnya sampai saat ini masih sering di gunakan oleh orang yang gemar berebut kekuasaan atas nama Tuhan, di seluruh dunia, apapun agamanya. Saya pribadi bukan pemuja atau pembenci Syekh Siti Jenar tetapi saya harus mengakui bahwa ada makna politis rendah hati dan gentlemen dibalik kata - kata bombastis dan terlihat angkuh yang oleh sebagian besar orang sudah terlanjur dimaknai secara akidah ketauhidan.
Kalau kita melihat cerita ini sangat jelas bahwa dialog ini terjadi antara Syekh Siti Jenar dengan punggawa kerajaan yang berarti para punggawa itu adalah representasi dari kekuasaan. Dalam kalimat Syekh Siti Jenar tidak ada, Yang ada Allah adalah ungkapan makna atas sebuah seting bahwa SSJ adalah seorang tokoh berpengaruh waktu itu. Dalam hal ini pemanggilan SSJ adalah sebuah kepentingan legalisasi kekuasaan sehingga jawaban yang keluar adalah Syech Siti Jenar tidak ada, Yang ada Allah- bila dijabarkan menjadi kalimat yang lebih mudah dipahami seolah SSJ berpesan ...
" Kamu jangan menggunakan pribadiku sebagai legalitas penstabil sistem kekuasaan yang sedang engkau bangun ! Sebab di padepokanku tak lebih hanya kuajarkan bagaimana manusia mendekatkan diri dengan Khalik sesuai kemampuan masing-masing. Dan bila mereka telah teguh bermiraj mengenal Tuhannya, langkah selanjutnya pasti saya kirim ke para guruku Walisongo untuk belajar hijrah masalah sosial kemasyarakatan. Sebab aku dulu juga berguru kepada mereka. Singkatnya aku hanya membahas Allah, yang ada di kajianku hanya spesialisasi Allah, jadi tenang aja... SSJ nggak ada pengaruhnya dengan legalitas kekuasaan dunia sebab yang ada hanya legalitas Allah. Lebih singkatnya SSJ nggak ada yang ada hanya Allah.
Masalah ada beberapa orang yang dulunya bekas penguasa yang sekarang tergusur kemudian menempel mendekatiku, itu urusan pribadinya. Pun kalau ada orang yang ngaji kesini sekedar mencari celah atau menjadikan diriku sebagai bahan api permusuhan, itu juga urusan dia dengan kesibukan dirinya sendiri. Tugasku hanya menjadi "tombo ati" untuk mengingatkan bahwa tiada kekuasaan yang kekal selain kekuasaan Allah apapun landasan ideologi yang dibangun atas kekuasaan itu." Nyata bahwasannya Allah menggilirkan kejayaan setiap kaum...memang begitulah adanya bahwa tiada kemapanan bersandar selain kepada Allah.
Di sinilah independensi seorang ( ulama ? ) sedang di uji. Sang ulama tidak mau mendatangi umara, tak ada cerita sumur sebagai mata air mendatangi timba.
Para punggawa pun dengan keterbatasan pemahaman melaporkan ungkapan Syech Siti Jenar tidak ada, Yang ada Allah .
Oke kalau begitu panggil Allah kalau memang SSJ nggak Ada. ..Titah pun dilaksanakan. Namun sesampai dipadepokan tak kalah cerdiknya SSJ menjawab Allah tidak ada, Yang ada Syekh Siti Jenar. SSJ rupanya ingin menyampaikan pesan tersirat " Ngapain lo balik lagi pake bawa nama Allah segala....udahlah di sini cuman ada SSJ . Kamu ke sini sebenarnya kan cuma cari aku dan cari kesalahan - kesalahan toh ? bukan niat mencari Allah ?
Kalau urusan sama Allah langsung aja wong Allah itu lebih dekat dari urat leher. nggak harus kesini...di kerajaan juga bisa, di rumah bisa, di manapun bisa... kenapa sih panggil - panggil Allah kok harus nunggu restu ya tidaknya saya ? Emangnya saya ini atasan Allah ? Apa sih pengaruhku ? Emangnya aku ini pembesar yang setiap ngomong diamieni umat ? Wong saya ini cuman solitaire sebatang kara. Fakir, fana gitu.... Sebenarnya kamu sendiri kan juga bisa apalagi di tempatmu juga ada sahabat dan guruku, para Wali Songo....Mereka adalah orang yang siap mengajarimu bagaimana cara terbaik berhubungan dengan Tuhan dan berakhlak lembut kepada sesama manusia.
Ending cerita, Walisongo pun tak kalah canggih sehingga pada akhirnya para beliau mampu membujuk Syekh Siti Jenar. Para Walisongo seakan berkata lembut " Begini lho dik Siti...kita ini kan intinya mendidik umat dari menyembah benda mati atau paham materi seperti patung dan sejenisnya untuk diteruskan tanpa perantara ini itu menjadi langsung menyembah mengagungkan Yang Maha Hidup, Allah....
SSJ sedikit menyela..." Lha iya toh ...dinda kan udah benar mengajari begitu. Adapun dinda sering memakai jargon manunggaling kawula Gusti itu tak lebih untuk melepas kerak pemahaman mereka yang sangat berkarat tentang anggapan bahwa untuk menghadap Tuhan harus pakai wasilah rumus materi, makelar berhala atau rabi pendeta beserta segala fatwanya.Hal itu kan dilarang dalam kitab suci ! Wajar dong kalau dinda pakai kata-kata ekstrim semacam itu sebagai shock therapi sebab mereka sudah kadung turun temurun meyakini feodalisme ketuhanan yang berlapis-lapis seperti agama-agama terdahulu...biar bisa patas gitu lho....
Para Walisongo meneruskan percakapannya " Masalahnya bukan itu dik...tetapi orang yang mengaji di tempat sampeyan dan di tempat para wali ternyata saling berseberangan. Jangan sampai mereka mengatasnamakan diri kita dan agama untuk berebut urusan pamor dunia walaupun sesungguhnya saat ini aroma itu sudah sangat terasa.
SSJ " Lalu...?"
WS " Bagaimanapun demi syiarnya agama tauhid yang lagi merekah indah, dalam kasus ini mau tak mau harus ada yang dikorbankan, dan tentunya bukan mengorbankan umat...
SSJ " Berarti salah satu dari pemimpin mereka harus ada yang dikorbankan, entah yang di pihakku atau di pihak Wali songo ?
WS " Jangan...nanti kita malah dianggap berpihak kepada salah satu dari mereka. Malah rumit dan banyak makan korban padahal ini notobene urusan dunia. Lagipula tidak baik dampaknya bagi penyebaran agama ini....Jangan terjebak wacana mereka. Ingat, Innama alhayatu alddunya laaibun walahwun, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya permainan dan senda gurau. Nggak perlu menohok orang lain lah...santai aja.
SSJ " Trus..
WS " Ya terpaksa ente jadi korban...
SSJ " Lho kok ane ? nggak lagi bersenda gurau kan ?
WS " Duduk permasalahannya begini...mohon diingat sekali lagi, ini demi syiar, ini demi umat. Sekali lagi intinya gini, Raja yang berkuasa saat ini sangat patuh dan tunduk terhadap apa yang di ucapkan dewan wali. Apapun yang diomongkan para wali akan dilakukannya demi luasnya pengaruh. Memang kondisinya sama patuhnya seperti bekas para pembesar yang juga tunduk kepada dik Siti...Tetapi bagaimanapun yang sedang berkuasa tentunya mempunyai bawahan dan perangkat sosialisasi yang lebih solid untuk diarahkan sebagai alat syiar agama. Dik Siti harus ingat di tanah ini ada istilah sabdo pandito ratu, titah raja berkuasa penuh. Jadi bila para dewan wali berhasil mengendalikan sang raja, ya otomatis seluruh wilayah kekuasaannya ikut serta. Dan yang harus dipertimbangkan kondisi saat ini masih dalam masa peralihan dari pengaruh kekuasaan yang dulu sehingga bisa saja terjadi perlawanan. Untuk itulah dik Siti harus berkorban...
Mengapa ? sebab kemungkinan besar padepokan dik Siti dijadikan ajang konsolidasi dan ketiak berlindung untuk mengatur strategi perebutan kembali kekuasaan yang telah hilang. Bila itu terjadi jelas berbahaya sebab bila mereka melakukan kudeta dan menang, belum tentu mereka tunduk pada dewan wali agar mau melakukan syiar alias akan balik maning ke agama nenek moyang yang feodal birokratis. Pun belum tentu bila mereka telah berkuasa tetap mau ngaji sama dik Siti . Gagal lah kita semua....
Bila dik Siti yang berkorban maka jelas tak ada tempat untuk konsolidasi yang tentu saja berimbas tak akan ada pemberontakan, tak ada atas nama-atas nama, dan yang lebih penting umat tidak menjadi korban. Sebab kalau dik Siti cuman dipenjara, itu malah jadi bahan perlambang ketertindasan dan perlawanan sebab di situ ada figur kharismatik yang masih hidup. Mudah ditebak, akhirnya agama ini tak akan membawa maslahat. Kita hanya akan terjebak ikut isu-isu politik yang melelahkan sehingga tak sempat secara nyata berkeringat ngurusi umat selain hanya merasa sudah sibuk yang akhirnya cuman sekedar menang di awang - awang.
Masalah para kawula alit yang ngangsu kawruh di padepokan dik Siti tak usah dipikirkan sebab kami akan meneruskan pengajaran itu. Dan kami yakin mereka tak akan meributkan masalah ini sebab para wali yakin bahwa dik Siti telah mengajarkan pada mereka apa makna hidup sesungguhnya, bahwa dunia ini sekedar mampir ngombe, laaibun walahwun....sebab memang begitulah yang sering kami dengar di pasar-pasar, di warung-warung, dan di gardu tentang ajaran dik Siti yang begitu memikat mereka....
Untuk itulah kami para wali memohon kerelaan dik Siti untuk ikhlas meninggalkan dunia yang fana ini...sebab saat ini hanya inilah jalan satu-satunya.Toh dik Siti juga sudah paham bahwasannya alam langgeng lebih baik daripada kehidupan dunia yang fana ini. Mohon dikerjakan dalam tempo yang sesingkat singkatnya. Sekali lagi ini demi berkembangnya syiar dan keselamatan umat...
Akhirnya setelah mendengar penjelasan itu, Syeh Siti Jenar dengan sigap berkata " Baiklah kalau begitu, demi syiar yang lebih luas dan damai, ane siap meninggalkan dunia ini. Mati sajroning urip sudah kujalani, sekarang urip sajroning mati adalah ajaran para sahabat dan guruku Wali songo yang harus ku tempuh saat ini. Aku tak mau tanah yang sedang kuajari bertauhid bersama walisongo kembali menjadi tanah yang rumit dalam bertuhan dan kembali menuhankan hukum materi dengan segala rumusan dewa yang begitu banyak dan ribet. Aku juga tak mau mengorbankan umat sebab aku bukan tipe pemimpin yang bermakmur sentosa di atas penderitaan umat.
Maka hari ini saksikanlah...Aku Syekh Siti Jenar alias Syekh Lemah Abang alias Syekh Tanah Merah yang bermakna seorang ahli yang telah menguasai tanah yang merah membara penuh prahara...seorang yang telah mampu menundukkan segala merahnya nafsu yang muncul dari segala keindahan perut bumi...Aku akan kembali kepada Tuhanku dalam keadaan rela...Sesaat kemudian Syekh Siti Jenar bertafakur sejenak masuk kedalam diri sejati, lalu dengan sengaja mengoyak temali ghaib berwarna cemerlang untuk memutus hubungan dengan dunia laaibun wa lahwun menuju tirtamaya alias air kehidupan sejati....
Namun diluar sana...dasar politik....isu yang berkembang pun nggak karu-karuan. Lha wong yang mati orang berpengaruh ..ya jelas bikin geger. Semua saling mencari celah dan saling memanfaatkan. Adu domba pun tak terelakkan yang berakibat para santri SSJ yang sebenarnya ingin meneruskan ngaji ke wali songo malah terhadang oleh kendala isu politis yang mengakibatkan mereka membentuk koloni -koloni sendiri secara sembunyi - sembunyi.
Mereka terputus hubungan secara keterpaksaan politik dengan wali songo.Dan memang akhirnya yang kita dapati saat ini para pengikut Syekh Siti Jenar dalam melakukan ibadah banyak terkesan nyentrik nganeh-nganehi walaupun sebenarnya itu bukan terjadi atas sebuah niatan pasti. Seperti misalnya ada ajaran SSJ tentang sholat di atas daun atau pelepah pisang.
Tetapi jangan sampai fokus kita terpancing pada daun atau pisangnya sehingga kita menganggapnya syirik bid'ah dkk , tetapi lihatlah bahwa di situ ternyata tetap ada ajaran sholat. Adapun daun adalah sekedar perlambang sebuah kehidupan dan tempat keluar masuknya sirkulasi nafas pohon, maka dalam sholat hendaklah selalu tertuju kepada Yang Maha Hidup dan Maha Menguasai Gerak Nafas. Sedangkan pelepah pisang adalah perwakilan pohon pisang dimana segala bagiannya selalu berguna bagi manusia. Pelajaran ini memaknakan orang yang telah benar sholatnya pasti menjadi orang yang murah hati, ringan tangan, tidak mudah mencela dan berakhlak luhur.
Di lain hal juga sudah seharusnya para pengikut SSJ tidak hanya berhenti oleh gambaran " syariat laku " sholat di atas daun atau beralas pelepah pisang melainkan memaknai lebih dalam dan disesuaikan dengan kondisi jaman agar tidak terjadi salah paham yang berkepanjangan. Misalnya menindaklanjuti shalat versi sujud di atas daun beralas pelepas pisang dengan cara menjaga kelestarian hutan tempat tumbuh kembangnya dedaunan dan pisang yang saat ini lagi dibabati para cukong dimana disitu terdapat paru-paru bumi sebagai cadangan gerak hidup nafas kita.
Sudah seharusnya para penghayat SSJ secara sistemik meluruskan kondisi bahwa hutan-hutan itu harus kembali menjadi hutan lindung dalam arti sesungguhnya yaitu sebagai pelindung ekosistem dan dan AC bumi sebagai peredam pemanasan global, bukan hutan yang melindungi perut segelintir orang. Hal ini akan sesuai dengan ayat Quran bahwasanya sholat itu berdampak keberanian mencegah kemungkaran.
Lepas dari ajaran itu sebenarnya sih sholat di atas daun yang notobene made in Allah ini jelas lebih baik daripada sholat di atas sajadah made in negara berpaham komunis yang saat ini paling memonopoli pasar peredaran peralatan sholat di seluruh dunia. Sebab kita tak tahu persis kandungan kehalalan bahan dan proses pembuatannya, itikad jual beli lobi monopolinya, sistem penghargaan keringat buruhnya, atau keuntungan sahamnya yang ternyata untuk menggilas pemakai sajadah itu sendiri dan banyak hal abu-abu di balik itu.
Di balik sejarah yang sudah terlanjur mem-plot kejadian ini sebagai sebuah konflik ketuhanan, yang sebenarnya harus diakui bahwa proses islamisasi tanah Jawa atas kejadian ini adalah proses Islamisasi yang paling santun setelah masa rasulullah, mengakar kaya makna, sedikit korban dan jelas paling banyak menghasilkan pengikut. Hal ini karena adanya kemengalahan pemimpin, bukan keterkalahan umat....
Memang tipis bedanya dua hal ini namun sebenarnya mudah di deteksi ...tapi apa parameternya ?
Yaitu bila ulama tidak lagi punya wibawa di depan umara karena ulama lebih senang sowan ke penggedhe daripada turun gunung. Tak lain hanya demi mendapatkan cipratan pamor dan insentif...
Hal ini bagaikan sumur yang mencari timba...pasti air umat kececeran tak terurusi....
Kata orang Jawa " kebo nyusu gudhel "
Untuk itu memang seharusnya kita membiasakan menempatkan derajat penghormatan kepada ulama lebih tinggi dari umara walaupun di tataran praktis harus tetap patuh pada umara. Semua itu harus dilakukan semata-mata agar kehidupan tidak kacau. Karena ulama lah pemegang rahasia hidup.
Namun sebelumnya kita juga harus mencari ulama sejati pemimpin umat itu. Tapi siapakah mereka ? Carilah mereka yang paling di garda depan getol menemani orang tertindas, tereliminasi dan teryatimkan secara struktur kemasyarakatan, tidak mencari nama baik diri, dan siap dianggap tidak populer. Merekalah yang berhak disebut warosatul anbiya, pewaris para nabi, mensifati peran nabi...." Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu.............( At Taubah 128 ).
Merekalah orang yang telah siap lahir batin duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Tapi di mana mereka ? coba saja cari di Meruya, Porong Sidoarjo, Jatinangor, Kali code gunung kidul, gang-gang sempit yang tak terjamah da'i selebritis, bantaran sungai atau tempat-tempat sejenis. Personifikasikan mereka seperti ketika rasulullah meretas perjuangan seorang diri membela kaum dhuafa di tengah masyarakat jahil yang saling berebut kuasa berhala ekonomi, berebut pamor menjadi pujangga penyair intelektual dan bendera-bendera partai kesukuan.
Kalau saya dan anda tidak menemukan mereka di tempat-tempat itu, mari berbaik sangka bahwa ternyata negara kita sudah berada pada tahap tinggal landas terkabulnya doa para ulama yaitu negara madani baldatun toyyibatun warobbun ghofur sehingga tak ada yang perlu dibela selain kesenangan-kesenangan yang bersarang di otak dan hati kita. Anggap saja kejadian - kejadian di tempat itu cuma karangan televisi dan koran agar tidak mengganggu kekhusyukan ibadah, kenikmatan diskusi, dan selera makan tidur kita.
Seperti yang saya maksudkan, tulisan ini sekedar menshoot dari angel lain bahwa Wali Songo dan Syeh Siti Jenar adalah para lakon yang ditakuti penguasa namun ter fetakompli saling berhadap-hadapan demi menyelamatkan umat yang lagi disandera berhala kekuasaan.
Mungkinkah kasus Al Hallaj atau Ibn Arabi juga begitu ? Wallahualam. Di balik itu semua ada baiknya kita belajar dari sejarah keterpecahan umat Islam akibat dari mengatas namakan Tuhan dan Al Quran. Karena memang inilah jargon paling efektif sebagai alat bela diri paling ampuh untuk mempertahankan sesuatau yang dianggap berharga, mulai jaman nabi Adam sampai entah kapan.
Sebab apa-apa yang keluar dari mulut seorang anak Adam ternyata latar belakangnya sangat komplek. Bisa karena urusan harga diri pribadi, perut, perebutan klan atau trah, aktualisasi eksistensi diri, kedudukan, feodalisme strata, ekonomi, almamater, cari pengikut, kedekatan hubungan, fanatisme partai atau golongan, ketersaingan intelektual, kecemburuan sosial, karir, jaim, caper dan tentu saja dibalik itu tetap ada penjaga gawang yang selalu setia tulus ikhlas sepi ing pamrih rame ing gawe menangkapi bola-bola liar agar gawang agama tidak kebobolan karena para pemain lagi asyik masyuk berebut menjadi penyerang garda depan demi memperoleh penghargaan hingga lupa pertahanan....
Untuk itu sudah saatnya kita menjadikan akhlak sebagai parameter utama berislam, bukannya malah terus mempanglimakan fikih dan teologi yang terbukti ratusan tahun malah memecah belah dan gagal memajukan umat. Sebab pokok ajaran Islam ( salam ) mengerucut sederhana pada Ayat Quran bahwa Muhammad di utus ebagai pembawa rahmat ( kasih sayang ) dan perkataan rasulullah " Aku di utus tak lain hanya untuk menyempurnakan akhlak ". Lha kalau kita sudah bisa mengenal atau berhubungan langsung dengan Allah tetapi masih keras dengan manusia lalu apa bedanya dengan iblis yang tidak mau bertawadhu sujud menghargai manusia ? sebab iblis juga berdialog berhadapan langsung dengan Allah.
Juga kalau kita sudah bisa berfikih ria secara ndakik bin njlimet tapi masih suka agresif menindas orang yang tidak sejalan lalu apa bedanya dengan mental para orientalis yang agresif menjajah dan mencari - cari kelemahan Islam ? sebab mereka saat ini juga lebih lihai bahkan lebih lihai dari kyai dalam meneliti kitab kuning dan sumber- sumber tarikh Islam karena kekuatan informasi, modal dan ekspansinya.
Pun kalau kita ini telah menguasai teologi secara pembelajaran sistematis sampai mampu menjadi konseptor idea alias filsuf tetapi masih suka meremehkan kalimat-kalimat sederhana berketuhanan, terus apa bedanya dengan orang yang telah mencapai gelar S2 atau S3 program teologia di Malang di mana di daerah saya ini terdapat banyak lembaga-lembaga tinggi pembelajaran semacam itu yang bertaraf internasional dan terbesar di Asia.
Sebab di perpustakaannya berderet lengkap konsep agama - agama di seluruh dunia dan mereka wajib membacanya bahkan ada divisi menghapal Al Quran segala. Tetapi anehnya karena terbiasa rumitnya berfilsafat, mereka malah kesulitan memahami ayat Al Quran yang mukhamaat alias gamblang alias saklek alias sederhana, Lakum diinukum waliya diini sehingga hidupnya selalu memakai style memaksa - maksa dan membantah orang yang telah mempunyai keyakinan yang pasti dengan cara menyodor-nyodori apa yang pernah mereka pelajari dengan berbagai argumen yang kelihatannya sangat masuk akal.
Dan ternyata ungkapan Syech Siti Jenar tidak ada, Yang ada Allah dan Allah tidak ada, Yang ada Syech Siti Jenar hanya karena malasnya SSJ ngomong panjang lebar sebab SSJ sudah hafal betul tabiat kekuasaan. Dialognya hanya sekedar mengajarkan pesan bahwa batas ulama dengan umara harus jelas. Bahwa seorang ulama harus independen dan siap berkorban demi keselamatan umatnya.
Sebab sang ulama sejati sebenarnya mempunyai kekuatan tak terbatas melebihi institusi apapun. Mengapa ? karena mereka adalah orang yang begitu menyadari kedekatannya dengan Sang Penggengggam Segala Gerak Hidup, Al Hayyu, Allah sebagai pusat kehidupan, kekuatan dan kekuasaan sehingga ia begitu memandang kecil kekuatan kekuasaan selain Allah. Tak ada settik rasa takut di dadanya...
Dan seperti biasa, di balik tulisan yang kelihatannya menggugat ini, saya sendiri ternyata masih sebagai kapasitas seorang makmum yang sok sibuk di shaf paling belakang dekat pintu masjid menjadi penerima tamu Allah sambil mempersilahkan masuk dan menanyakan asalnya darimana terus tujuannya mau kemana....pak, bu, mas, dik, om, tante....
Jadi, jangan terlalu di besar-besarkan gugatan model warung kopi ini....
Wassalam, semoga bermanfaat
Puasa dan Evolusi Makanan
Memori Ramadhan...
Dulu sebelum kesadaran orang mengerti akan kegunaan kandungan vitamin, protein, karbohidrat dan sejenisnya, untuk urusan makanan yang terpenting adalah jumlah atau kuantitasnya. Kandungan gizi bukanlah pertimbangan utama. Ukuran pertama adalah kenyang dan nikmat. Bahkan demi mengejar rasa enak, suatu masakan harus di hangatkan berkali-kali berhari-hari. Makin sering dihangatkan makin top rasanya. Padahal di sisi lain kandungan nutrisi makin hilang.
Contoh paling gampang kita temui adalah gudeg dari Jogjakarta. Tapi siapa yang tidak ingin mencicipinya ? sampai - sampai beberapa teman menyebut makanan sejenis ini dengan plesetan bahasa Inggris sebagai sayur " don't yesterday favourite " alias " jangan wingi favorit". Jangan adalah kata bahasa Jawa yang berarti sayur, wingi berarti kemarin. Sayur bikinan kemarin memang masih menjadi favorit kuliner orang Indonesia, apalagi yang berbasis kuah santan. Makin kemarin makin mak nyus...
Sejalan dengan itu di sisi lain para dokter dan ahli gizi tak henti -hentinya menasehati dan memberi penyuluhan kesana kemari tentang pentingnya arti sebuah kualitas makanan daripada sekedar kuantitas banyaknya makanan yang masuk ke dalam perut.Tapi inilah manusia...kalau mulutnya tak bergerak barang sehari entah karena makanan atau sekedar ingin bercuap -cuap ngobrol, suasana akan terasa sangat hambar. Semua mengejar nikmatnya rasa di mulut. Masalah memasukkan (makanan ) atau mengeluarkan ( ngobrol ), itu hanya sekedar diversifikasi dari inti kenikmatan yang bersarang di mulut.
Jikalau suatu saat para ahli gizi sudah mampu memproduksi secara massal dan murah pil nutrisi pengganti makanan seperti yang di pakai para astronot, mungkin saja manusia tetap tak begitu peduli dan tetap saja membutuhkan sesuatu yang bisa di kunyah alias makanan yang berwujud dan menggugah rasa seperti soto, rawon, kare, hamburger, sop buntut, kolak, es doger dan saudara-saudaranya.
Maka untuk mengendalikan dan menyadarkan akan pentingnya nilai daripada jumlah dibutuhkanlah puasa. Bahkan sampai seakan-akan perintah puasa ini harus setiap hari, tidak menunggu hanya bulan Ramadahan. Lho ?...Coba saja gabungkan ajakan atau tauladan Rasulullah, bila puasa Senin Kamis digabung puasa Nabi Dawud As yang sehari makan sehari puasa, ditambah lagi puasa tiga hari di tengah bulan, juga puasa - puasa awal akhir bulan seperti Syawal, Rajab, nisfu sya'ban dll....Ah matilah kenikmatan wisata kuliner dunia ini...
Untung saja Allah Maha Penyayang dan Maha Tahu atas kemampuan dan tabiat manusia yang suka menawar hingga cukuplah Ramadhan saja yang diwajibkan. Ramadhan saja kadang kita juga bukan puasa melainkan hanya pindah jadwal makan dari siang ganti ke malam yang ujung -ujungnya hanya menambah rasa kangen dan nikmat terhadap makanan. Akibatnya otomatis bahan makanan makin mahal harganya karena para spekulan tahu bahwa Ramadhan bukanlah suasana prihatin melainkan suasana pelampiasan atas ketersiksaan siang hari. Air di tengah gurun sahara adalah prinsip dagang yang diberlakukan di bulan Ramadhan oleh para spekulan.
Memang sih dosa bila para pedagang menjadi spekulan pengeruk keuntungan berlebih. Tetapi dosa ini berawal dari kesalahan kita bersama dalam memaknai puasa sehingga hukum wajib Allah kalah dengan hukum wajib pasar. Memang rumit seakan di tengah keinginan menjalankan ibadah Ramadhan, malah kita lah tertuduh yang menyebabkan hukum Allah tentang kewajiban berpuasa terporak-porandakan oleh hukum pasar.
Puasa secara plesetan hikmah menjadi singkatan menge'pas'kan rasa, semacam fitting badan ketika membeli baju baru. Bila pakaian itu pas di badan maka enaklah kita melenggang beraktifitas. Tetapi dalam berpuasa, rasa apakah yang kita pas'kan ? rasanya sate, rasanya bakso, atau rasanya es teler ? atau rasa lapar ? atau rasa khusyuk ? atau rasanya berhadapan dengan ruh sendiri karena kita telah melepaskan segala rasa itu sendiri ?
Terlepas dari itu semua maksud berpuasa adalah mengendalikan nafsu yaitu segala kecenderungan ketertarikan terhadap isi bumi, entah itu ketertarikan materi maupun angan - angan aktifitas pikiran baik yang mewujud atau belum kemudian digantikan dengan makanan sesungguhnya yaitu makanan ruh. Lho lagi... ? apakah ruh butuh makan ? dalam hal ini bukan berati kita mengibaratkan ruh punya mulut lalu dengan lahapnya mengunyah sesuatu. Sama sekali bukan.
Persis seperti jasmani yang berasal dari saripati tanah yang selalu membutuhkan maintenance dari segala sesuatu yang muncul dari tanah untuk merawatnya dengan menggunakan mediator mulut ketika menghubungkan dua alam ( jasmani dan tanah ) menjadi satu kehendak hidup , demikian juga ruh membutuhkan asalnya untuk merawat eksistensinya agar menjadi satu kehendak hidup ( wahdatul wujud ). Lalu apakah asalnya ruh ? sudah jelas..."Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan kutiupkan kepadanya ( sebagian ) ruh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".( Shaad : 72 ). Asal dari ruh adalah Allah. Metode makan ruh adalah puasa karena laku ini sebagai media penghubung antara dua kehendak yang seakan berlainan menjadi satu kehendak.
Tirakat yang satu ini sebenarnya adalah kecanggihan terselubung dari rentetan evolusi pola makan yang sedikit sekali diketahui orang karena telah terlanjur tertanam anggapan bahwa puasa adalah lawan kata dari makan. Padahal seharusnya puasa adalah tingkat evolusi tertinggi dari multikomplek nutrisi yang sangat lembut mudah dicerna dan berkualitas untuk memunculkan generasi insan kamil.
Seperti intro tulisan di atas, tahap pengetahuan dasar manusia atas makanan adalah banyaknya bentuk kasar yang masuk ke perut, kemudian anggapan ini terbantahkan bahwa sebenarnya bukan banyaknya bentuk kasar melainkan bentuk lembut yaitu kandungan gizi. Kemudian di era biotehnologi ini ternyata masih ada yang lebih lembut lagi semisal yang biasanya diformulasikan ke dalam cairan infus atau susu bayi seperti AA, DHA, Spyngomyelin dan sejenisnya.
Kalau kita tarik garis linear evolusi, ternyata ada kecenderungan keinginan manusia modern yang berfikir maju dan sadar akan hakikat makan selalu ingin mencari unsur yang lebih halus dan ringkas dari sebuah proses makan. Nah untuk itu wong namanya orang beriman, mari kita 'mentok' kan saja bahwa yang terhalus, terlembut adalah Allah sehingga ketika kita ingin hidup yang sangat berkualitas haruslah secara simultan mengkonsumsi Allah, dengan kata lain berpuasa terhadap sesuatu selain Allah alias dzikrullah .
Ketika seseorang telah mampu mencapai yang ter latief terlembut ini maka otomatis ia akan menemukan nutrisi energi daya hidup terbesar yaitu Al Hayyu alias yang Maha Hidup itu sendiri sehingga akhirnya ia akan mudah mencerna segala pesan dari cerita kehidupan . Sebab memang Adam As diciptakan untuk mengetahui pesan hakikat cerita hidup melalui proses 'a ba ta' nya. Dan tentu saja akhirnya di pertegas oleh Rasulullah Muhammad SAW dengan wahyu pertama, Iqra. Hal inilah yang tidak dimiliki malaikat walau ia mampu melihat segala kejadian dan mampu bergerak dengan kecepatan cahaya ( Al Baqarah : 30 ).
Kembali lagi bahwa kita memerlukan nutrisi untuk hidup, jelasnya bahwa nutrisi sekedar wasilah penghantar hidup itu sendiri .Lalu apakah inti nutrisi itu ? .......Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup....( Al Anbiyaa : 30 ). Aha...ternyata basic dan simpel sekali...Air !. Air adalah komposisi Hidrogen dan Oksigen. Dan tak terasa sebenarnya kita ini berendam dalam air yang sangat halus sehingga tetap hidup...bukankah udara yang kita butuhkan agar tetap hidup adalah O2 sebagai bagian ikatan lembut dari komposisi air. ....bayangkan bila kita tidak mendapatkannya barang beberapa menit. Persis seperti ikan yang lompat dari akuarium.
Begitulah sebenarnya yang kuasa hidup itiu adalah airnya, bukan ikannya. Memang 'air' lah penyangga utama kehidupan namun kita begitu mengingkarinya oleh sebab dampak dari keprimitifan pola makan yang belum ber evolusi kearah yang lebih halus. Selama ini kita menganggap roti, keju, daging kambing dan kawan-kawan adalah penyangga utama gerak hidup. Sehingga ketika Allah hendak memajukan kualitas hidup kita dengan jalan puasa, kita malah bersiap-siap dengan sempurna mengumpulkan sapi, ayam, lele dan saudara setanah airnya menjadi penghuni setia perut kita di awal berbuka.
Kalau kita sadari dari proses ini, jelaslah bahwa bahan makanan empat sehat lima sempurna dalam proses tumbuh kembangnya tak akan berfungsi tanpa ada campur tangan air sebab inti nutrisi hidup berada pada air. Ini seharusnya menjadi penelitian mendasar sarjana pertanian. Mungkin juga para dokter bisa menjelaskan mengapa orang kuat tidak makan sebulan tetapi akan mati bila tidak minum air barang seminggu. Dan seandainya kita tingkatkan kualitas konsumsi air serta metode mengkonsumsinya dengan benar, mungkin manusia tidak lagi butuh makanan seperti saat ini. Sebab dalam air terlembut terdapat mineral yang sangat tinggi sekali dan tentunya sangat menopang sistem ketubuhan kita.
Lalu bagaimana caranya ? apakah mungkin ? ya mungkin saja...Allah itu menciptakan manusia dengan kemampuan dan kecanggihan ( sulthan ) yang luar biasa kok...kenapa kita harus membatasi diri ?
Sedikit cerita, Sosrokartono, kakak kandung dari RA Kartini adalah sebagian dari orang yang mampu menyadari air hidup ini sehingga bertahun-tahun tak pernah makan kecuali secuil cabe atau sesendok santan. Itupun bila diperlukan. Lalu apakah sehat ? sangat sehat kondisinya bahkan sering mengobati orang sakit dengan hanya bermodal huruf Alief ( huruf ini sebenarnya hanya perlambang lurusnya Tauhid ).
Nggak modern ? sangat modern karena prestasinya yang luar biasa. Hampir duapuluh bahasa dunia dikuasai dengan fasih, menjadi wartawan perang dunia pertama dari Indonesia, pelobi pendamai tingkat tinggi antara negara yang sedang berperang, penghasilannya sekitar $ 1.250 perbulan pada tahun 1920an, bergaul dengan seluruh strata dan komunitas internasional, sebagai salah satu guru dan penasehat presiden Soekarno dalam ketatanegaraan, mendirikan balai pengobatan gratis termasuk terbesar di jamannya yang dibiayai keringat sendiri tanpa meminta infaq kanan kiri , dll.
Kata lain dari mengkonsumsi air hidup yang kita jalani secara tak sadar adalah yang kita sebut bernafas. Angin yang kelihatannnya tak ada apa-apanya ini begitu setia keluar masuk tanpa kita perintah, tanpa pernah kita syukuri kehadirannya layaknya kita bersyukur ketika dapat parcel lebaran. Namun anugerah nafas ini keteraturan dan kejernihannya tergantung dari sang jiwa menyikapi hidup.
Semakin bergejolak jiwa atau pikiran, semakin tersengal-sengal atau tersendat nafas kita. Terus bagaimana cara mengkonsumsi air hidup ini dengan benar ? secara gampangnya persis ketika kita mengkonsumsi makanan sehari hari dengan prinsip dasar dikunyah yang benar, kalau makan nggak boleh sambil ngomong. Dua prinsip dasar ini dapat kita transformasikan ke dalam proses bernafas .
Dikunyah yang benar dalam arti mengendalikan nafas atau diperhatikan dengan benar gerak-geriknya jangan sampai tersengal tak beraturan. Setiap aktifitas kejiwaan entah itu berfikir, mencintai, marah, dapat lotre, sakit hati dan sejenisnya kalau kita perhatikan akan berdampak langsung terhadap gerak-gerik nafas. Bila dalam beraktifitas ini sampai mengacaukan irama nafas maka dampak ketidak stabilan nafas ini persis seperti dampak orang makan yang tidak di kunyah dengan benar. Walaupun empat sehat lima sempurna sebuah makanan tetapi bila proses mengunyahnya nggak beres akhirnya tetap merusak jeroan alias usus, ginjal, lambung dan sahabat-sahabatnya.
Demikian juga masalah makanan ruhani bila tidak dikunyah dengan benar alias disikapi dikunyah dengan emosional, sebaik apapun ajaran, sehebat apapun gurunya akhirnya hanya membuat scizophrenia alias kepribadian ganda. Merasa sudah empat sehat lima sempuran rukun iman dan Islam, tetapi kenyataannya nggak bisa legowo ( riya' ) menghadapi tantangan hidup.
Prinsip kedua, makan jangan sambil ngomong. Bila kita berolah ruhani alias sholat bolehkah ngomong ? batal kan ? tapi bagaimana kalau yang ngomong terus itu pikiran ? Coba kita sadari ketika pikiran berkelana waktu sholat pasti nafas sedikit terhambat, lalu....lalu....lalu pasti dada kita malah tambah sesak. Kita bersholat tiap hari tetapi malah melatih dada menjadi sesak. Apa akibatnya ? Namanya sesak ya pasti gerah. Namanya gerah ya pasti sumpeg. Namanya sumpeg pasti ya bawaannya ingin marah. Karena kita tidak tahu asal -usul marah itu, akhirnya kompensasi ketidak tahuan itu dengan tendang sana tendang sini. Hujat sana-hujat sini dengan membawa perasaan sudah beramal sebagai katarsis ketidaktahuan jati diri.
Untuk itulah kenapa hal ruhani yang membatalkan puasa adalah mencari cacat amalan orang lain, ngomongin orang. Sebab sebenarnya bila kita tidak mudah mencela orang, biasanya secara sunatullah rahasia dalam diri akan mulai terkuak secara perlahan tapi pasti. Hal ini dikarenakan sistem tubuh kita menjadi stabil dan otomatis pasokan oksigen ke dada dan otak kita lebih joss. Terkadang masalah utama sih batalnya hal ini karena tidak kelihatan secara fisik sehingga kita yang menjalani merasa tidak batal.
Akhirnya kata Rasulullah kita cuman dapat lapar doang yang tentu saja bila diterus -teruskan puasa itu hanya merusak organ tubuh kita. Kalau tak percaya coba sedikit eksperimen yang agak ngawur tapi demi pembuktian sebuah sabda. Sebelum berpuasa silahkan general check up kesehatan di klinik terdekat, lalu selama berpuasa silahkan menuruti hasrat ngrasani hujat sana hujat sini.
Bagi anda yang suka Islam pluralis silahkan hujat dan ngrasani sepuas-puasnya organisasi Islam garis keras begitu juga sebaliknya. Yang suka Islam kapitalis silahkan nggak terima dengan berbagai alasan hidup terhadap Islam tasawuf, begitu juga sebaliknya. Yang sudah merasa kaffah silahkan mencibir para mualaf dan Islam setengah hati. Setelah lebaran silahkan general check up lagi. Taruhan pasti tensi darah naik atau sangat drop, ginjal capek, limpa atau hati mengeras membuat daerah antara ulu hati sampai bagian bagian punggung dan ruas atas tidak nyaman untuk direbahkan. Aha ...tidak sesuai dengan Sabda nabi berpuasalah kamu maka kamu akan sehat.
Sebagai ibarat penegasan atas pelatihan makan jangan sambil ngomong itu tadi, dalam konteks puasa Rasulullah menganjurkan agar sepuluh malam terakhir di isi beritikaf di Masjid- berdiam diri jangan banyak omong mulut maupun pikiran agar menyadari kedirian bahwa Allah itu sebenarnya sangat mesra kepada kita semua. Kemudian apakah ultimate goal nya ? Tentu Lailatul qadar... bila diartikan secara sederhana adalah malam yang ditentukan.
Pertanyaannya, adakah malam yang tidak ditentukan ? adakah Allah lepas dari penentuan kehendak dan kuasaNya selain satu malam itu....
Bayangkan bila lailatul qadar itu terasa ada di setiap malam hidup kita ... Bisa saja akan selalu terjadi asalkan kita menyadari bahwa seluruh gerak hidup kita benar-benar ditentukan Allah persis seperti kiasan ikan dalam aquarium. Bukan ikan yang hidup tapi airnya...Bila itu sudah menjadi darah daging konsumsi nutrusi hidup maka....selamat berjumpa dengan seribu bulan yang menerangi dada dan otak kita, hidup yang lebih bermakna, hidup yang terang benderang tanpa menyilaukan diri atau orang lain, hidup dimana seakan dedaunan tak bergerak, burung menahan nafas terbangnya, malaikat sang cahaya rahmat menyelimuti hidup kita.
Semua tak lain karena diamnya gerak angin puting beliung dalam diri oleh sebab kita telah pada puncak konsumsi nutrisi terhalus....Allah
Itulah kenapa puasa disebut sebagai ibadah rahasia antara mahluk dengan Khaliknya karena pada tahap puasa yang sebenarnya akan terjadi perjumpaan kegembiraan ruh, setiap waktu, tanpa ada yang tahu....sebab bila masih ada yang bisa ngintip merasa tahu hubungan rahasia ini, yang ngintip itu tak lain adalah tabiat jiwa yang merasa bersih ( mutmainah )...Dan bila kita ingin lebih memaknai puasa, anak yatim dan fakir miskin kuncinya.
Pada merekalah sedikit-sedikitnya urusan dunia sehingga kita akan mudah menembus alam ruh. Sebab manusia adalah ruh yang menyublim menjadi bentuk materi. Makin sedikit kebutuhan materinya, makin tipis selubungnya. Dan sejatinya yatim piatu adalah Allah ta'ala karena tidak beribu dan berbapak, tidak beranak dan diperanakkan. Ternyata benar adanya kita disuruh memberi makan fakir miskin atau yatim piatu bila kita berhalangan puasa. Tak lain agar tetap konek dengan alam ruh.
Wa ba'du, mohon maaf bila dalam tulisan ini banyak daftar menu makanan. Harap jangan dibaca siang hari. Bukan maksud saya menggoda pembaca yang budiman tetapi karena pada waktu mengawali tulisan ini saya cuman puasa bedug setengah hari. Ini karena siang -siang otak sudah mulai mengkonsumsi berbagai macam hidangan nusantara...walaupun itu hanya makan sebatas angan alias makan angin berbentuk, alias angin kasar. Akibatnya saya kena denda juga ( atau berkah ?). Tiba-tiba saya didatangi nenek sebatang kara yang sudah lama bertahun-tahun mencari -cari rumah saya yang baru. Beliau datang jauh- jauh entah naik kendaraan apa, entah bertanya kepada siapa, entah dapat alamat dari mana, hanya ingin mencari keluarga saya dan sekedar minta sodaqoh barang sesuap nasi dan ongkos seperjalanan pulang. Saya pun hanya bisa menyodorkan sedikit rejeki sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya barang beberapa hari. Seperti biasa beliau selalu menyambut sodaqoh dengan ketulusan ucap doa untuk saya.
Hidup memang aneh, sanak saudara pun bukan, orang yang sudah pas-pasan kekuatan tubuhnya itu masih juga menyempatkan diri bingung sekedar mencari-cari dan mendoakan saya yang lusuh dan cuma sedikit amal ini...
Malu ah...
Wassalam , semoga bermanfaat