Minggu, 28 September 2008
TUA
Usia uzur benar -benar melegakan sekaligus menegangkan...
Pekerjaan - pekerjaan dan segala bentuk amal telah dijalani. Konsep -konsep ide dan kreatifitas telah terlaksana. Pemahaman dan pemikiran -pemikiran telah disebar ke seluruh pelosok jagad.
Saya telah berikhtiar...kata orang tua dengan leganya. Namun di balik itu ia mulai dihinggapi sebuah pertanyaan -pertanyaan yang tak mungkin terelakkan. Kemanakah setelah ini...mungkin sebagian orang telah memiliki persiapan jawaban...tetapi jawaban atas pertanyaan ini membuahkan pertanyaan baru lagi...yakinkah aku dengan jawabanku sendiri....?
Sebuah jawaban yang hanya butuh sebuah keyakinan utuh, jawaban yang tak memerlukan filosofi ilmu pengetahuan. Segala perolehan keringat dan pemahaman yang selama ini diagungkan tak kan mampu menjawab dengan pasti....tak ada garansi...hanya keyakinan yang mampu menembus batasannya.
*
Proses tranformasi menuju asal muasal cahaya membuat seluruh kedirian yang bersifat fisik berangsur mulai melemah. Cahaya itu menarik - narik mundur kembali melewati tahapan - tahapan yang pernah dilaluinya.
Mula -mula seseorang dalam masa ketuaannya kembali merasa masih mempunyai kekuatan dan kejayaan atas segala perolehannya, kemudian mundur lagi menjadikannya ia merasa seseorang yang paling mengerti dan bertanggung jawab dalam segala hal seperti ketika ia dewasa, lalu mundur lagi...ah dia mengalami puber kedua...remaja keriput...nafsu besar tenaga kurang....
Tetapi tak lama kemudian cahaya itu terus menyerap mundur, ia menjadi kekanak-kanakan suka bermain, emosinya meledak -ledak dan menjadikannya suka berteman dengan anak kecil.
Tibalah titik terlemah dalam perjalanan mundur sebuah cahaya ini. Sang manula seperti bayi. Ia tidak sanggup makan sendiri...tak sanggup berjalan sendiri...tak mampu melihat, mendengar, bahkan untuk mengunyah pun tak mampu.
Akal fikiran yang selama ini didewakan tiba -tiba tak berfungsi begitu saja. Ia kembali menjadi tidak tahu. Menjadi tidak tahu dengan melewati jalan yang penuh penderitaan...
Perjalanan cahaya telah menyentuh file -file lamanya namun tak ada kesadaran dan pemaknaan bahwa ini semua sebenarnya adalah sebuah peringatan proses pengembalian menuju wujud asal.
Sang uzur melewati dengan segala ketidakpuasan, ketertekanan, keterombang -ambingan. Keakuannya yang kerdil ingin bertahan dengan segala kebiasaannya. Sang Inti cahaya tak peduli akan hal itu...Ia tetap bersuara lantang....mau tak mau...terpaksa atau tidak...siap atau tidak...mulai sekarang waktunya pulang...ya mulai sekarang...bersiaplah...
Suara itu sebenarnya mengandung kelembutan yang luar biasa bagaikan kelembutan seorang ibu yang ingin tetap menyusui sang anak walaupun bandelnya minta ampun. Suara itu membimbing dengan sangat halus seakan -akan bimbingan itu tak terasa walau kenyataannya dengan tutuntunan itu telah membuat mahluk bernama manusia mampu melewati jutaan keadaan dan pengalaman yang tak tertandingi oleh mahluk yang lain.
Sejalan dengan panggilan itu, keakuan kecil ini tetap bertahan hingga akhirnya membuat si pemilik tersiksa selamanya. ia menjadi cahaya terluar, terkasar dan terkotor yang tak dapat melebur pada inti cahaya.
Ketika seseorang divonis mati, cahaya keakuan kerdil ini masih mempunyai kemelekatan dengan kebiasaan tubuh. Ia ingin berbaju dan berhias, apa daya jasad telah menyatu dengan tanah. Ia ingin makan, apa daya mulut, usus, dan perut telah termakan rayap. Ia ingin meneriakkan sesuatu yang dianggap benar, tetapi mulut dan lidah untuk berkoar telah terkubur. Ia ingin bersetubuh, naasnya perkakas itu telah membusuk. Ia hanya bisa berkelana tak tentu arah dalam kewilayahan yang menyiksa...
Ia tak dapat merasakan surganya inti cahaya...Ia seakan gentayangan ingin mencari jasad - jasad baru baru untuk memuasakan keinginannya. Cahaya terluar itu juga menginginkan jasad baru untuk menjadikannya sebagai media tranformasi penyatuan kembali menuju cahaya inti. Namun apa daya...waktu telah habis. Hanya kelembutan cahaya inti yang mampu menariknya kembali. Itupun bila sang Inti cahaya berkehendak....
Di sisi lain ada beberapa manusia yang melewati proses ketidaktahuan ini dengan kebugaran badan, jiwa yang tenang dan kesadaran terjaga. meraka adalah orang - orang yang pernah merasakan perjalanan ke inti cahaya.
Seusai terpahamkan oleh inti cahaya, hidupnya penuh kemerdekaan dan suka cita. Ia telah menganggap dunia ini benar - benar sebuah mainan persis seperti ketika waktu kecil. Ia tetap bermain namun hanya untuk sebuah keceriaan, untuk sebuah kerukunan dan kebersamaan.
Ia mulai menyentuh dada orang -orang sekitar dengan penjelasan -penjelasan maknawi.
Terkadang persentuhan itu berbenturan dengan para pemikir yang tak pernah tahu akan arti perjalanannya. Kekuatan inti cahaya tak berlampu ini begitu menggetarkan kualitas -kualitas cahaya di bawahnya. Ada yang langsung tertarik demikian dahsyat terseret mengikutinya. Ada yang blingsatan menabrak -nabrak menolaknya.
Ia hanya sekedar mengajak, tak lebih. Sanjungan dan penolakan tak mempengaruhi kesaksiannya tentang sebuah perjalanan ke inti cahaya.
Hari - hari di sisa hidupnya dilewati dengan berbagai macam pelepasan -pelepasan terhadap keterikatan pergumulan dunia. Orang - orang mendebatnya, ia mempersilahkan.Orang melempari mukanya dengan kotoran, ia memaafkannya.Orang ingin mematikannya, ia malah menghidupinya.
Semua berubah menjadi de eksistensi diri. Penggerusan keakuan kecil untuk dilebur kembali menjadi wujud non materi. Filosofi saya berfikir maka saya ada telah berubah menjadi saya tidak berfikir maka saya tak ada sebab yang ada hanyalah Inti cahaya. Ia menjadi tidak tahu dengan pengetahuan sesungguhnya.
Ia telah fana ketika jasadnya masih bergerak. Ia pun tak pernah lagi merasakan penderitaan...karena ia tak ada walaupun ada...
La ilaha ilallah…….
Wassalam, semoga bermanfaat
Dody Ide
Kamis, 25 September 2008
Puasa dan Sarjana Kuliner
Dalam hidup ini segala keilmuan entah ilmu lahir ataupun batin, eksak atau non eksak, ilmu logis maupun spiritual akhirnya hanya mengerucut pada dua pola kesarjanaan.
Pertama, yang diharapkan oleh Allah adalah sarjana kekhalifahan. Kedua, segala sesuatu kepakaran yang ujungnya hanya sekedar pemenuhan kebutuhan perut alias sarjana kuliner.
Kedua pola kesarjanaan ini terjadi karena ada tawar menawar antara nalar dan niat. Sarjana kuliner diwakili oleh nalar. Sarjana kekhalifahan diwakili oleh niat.
Nalar ada di kepala, niat ada di dada. Nalar adalah pencarian. Niat adalah ketetapan hati. Proses tawar menawar ini sangat ribut sekali melebihi keributan lantai bursa ataupun lelang pasar ikan.
Nalar tanpa niat bagaikan orang yang jago berpetualang tapi tak punya rumah berteduh. Selalu bingung mau dikemanakan simpanan nalar yang begitu banyak. Begitu juga niat tanpa dijalankan dengan nalar akan membuat seseorang terlihat ganteng tapi pakai kacamata kuda. Sedikit lucu dan suka menabrak orang lain
Intinya kedua hal ini sebenarnya sederhana, siapa yang harus unggul mengendalikan tanpa menafikan salah satu unsur. Bila yang unggul niat, lapanglah dada kita. Bila yang unggul nalar, ya siap –siap saja ketombean dan merasakan kepala yang berkabut. Gamang sampai akhir hayat.
*
Kalau diri kita tidak memiliki kemampuan identifikasi perbedaan antara nalar dengan niat, bisa cilakak tigabelas…Karena di dalamnya banyak sekali syubhat – syubhat ruhani yang sangat halus dan samar. Kayaknya niat, padahal nalar. Dan sebaliknya.
Contoh kecil dalam urusan dakwah, bisa jadi sesuatu yang semula sifatnya niat tulus merasa berkewajiban, tiba - tiba secara halus membuai berubah menjadi nalar merasa berhak. Dulunya hanya berkewajiban menyampaikan yang haq, sekarang merasa berhak mendapat imbalan atas hukum wajib yang telah ditularkan.
Hal ini tak lain karena orang yang sudah mendapat enlight pencerahan pun belum tentu bisa teguh memegang amanah kekhalifahan. Sebab setiap pencerahan juga akan dibarengi terbukanya syaraf nalar yang luar biasa.
Padahal semua itu masih wilayah zhon atawa persangkaan. Dan postulat persangkaan ini dilembagakan secara mendasar menjadi yang kita sebut nalar.
Di wilayah ini Allah menuruti seratus persen manusia. Aku sesuai persangkaan hambaKU. Ketika seseorang beriman dan bermain di wilayah ini, maka yang berlaku adalah iradah atau kehendak dan keinginan-keinginan manusia. Bahasa modernnya Law Of Attraction.
Dan apapun pasti terpenuhi wong bumi ini seratus persen untuk manusia. Pek-pek en kabeh Rek ! aku gak arep….tapi lek koen gak arep karo Aku yo goleko dunyo liyo. Allah begitu dahsyat menantang diri kita.
Ambil semua…tapi kalau kamu tak mau kembali kepadaKU Sang Pemilik, cari jagad lain selain milikKU. Waduh ! nyari kemana ya kira –kira …?
Sebenarnya untuk mengetahui parameter mana dominasi nalar mana dominasi niat itu mudah. Namun saking mudahnya, parameter itu akhirnya juga gampang dibelokkan karena dahsyatnya nalar.
Bila akhirnya segala sesuatu itu mengerucut pada kemakmuran diri sendiri atau paling besar kelompok, maka itu adalah syahwat nalar kuliner. Kalau sesuatu itu mengarah kayak lagu hymne guru alias pahlawan tanpa tanda jasa, maka itu adalah keridhaan kekhalifahan.
Untuk mempertajam deteksi dua hal ini, diperluka metode puasa. Metode dimana orang dilatih untuk tidak menuruti kepentingan diri dalam jangka waktu tertentu. Sampai ultimate goalnya seseorang menjadi abdullah total. Dalam hidupnya sampai akhir hayat seratus persen nggak ada ambisi pribadi.
Ketika orang lapar biasanya angan-angannya akan berkurang.Dari angan-angan ingin menguasai negara, majelis, ribuan hektar tanah, bisnis dan sejenisnya tiba –tiba luruh mengecil hanya ingin menguasai meja makan saat buka puasa.
Tapi ini juga tidak dibenarkan karena sebenarnya inti puasa adalah menghilangkan angan-angan dan kehendak kepentingan pribadi guna mengasah jiwa kekhalifahan sampai pada tingkat paling ideal, Rasulullah.
Benar kata Rasul bahwa setan menguasai jalan darah dan hanya bisa ditundukkan dengan puasa. Permainan darah inilah pada puncaknya akan memunculkan pengulangan tragedi Qabil dan Habil. Sebuah permainan nalar dan niat yang disindirkan Allah dalam Quran melalui cerita persembahan makanan.
Yup, kata kuncinya memang pengendalian makanan dan darah. Sebuah komposisi yang menentukan ke arah mana perjalanan seorang anak manusia.
Sedihnya banyak manusia menyerah terhenti menganggap bahwa dirinya hanyalah sebatas mahluk biologi layaknya seperti sapi, ayam kecoak dan kawan-kawan yang menjadikan makanan sebagai faktor ahad.
Dan pembenarannya bukan hal main –main karena rabaan iptek dan tafsir kitab suci dilibatkan untuk mendukung urusan kuliner ini.
Padahal moment puasa itu sangat jelas, untuk meraih hari kemenangan. Analogi kebalikannya berarti orang yang malas berpuasa alias suka makan, pasti hidupnya sering kalah. Entah kalah dari segi persoalan hidup sehari-hari sampai kalah tak punya daya tawar terhadapan peradaban yang sangat membius ini
***
Nasihat Cina kuno mengajarkan, kalau lagi bisnis, ajak makan dulu partnermu…pasti dia akan tunduk dengan kekuatan argumen lobimu.
Misterinya sih mudah saja, ketika perut kenyang, semua energi baik yang sifatnya ghaib sampai yag wujud seperti tekanan darah beserta syarafnya mengalir terfokus ke perut. Sehingga jatah oksigen yang otak akan berkurang. Ketika itu dengan mudah lawan bicara akan memasukkan afirmasi –afirmasi ke dalam otaknya yang lagi nglamun.
Sudah jamak bahwa kebutuhan kemakmuran perut ini akan merubah cara pandang seseorang. Misalnya orang yang hidup di Amerika pasti akan membenarkan segala sesuatu konsep kapitalis. Sebab tanpa memakai nalar itu itu, orang Amerika akan mengalami blank spot cara mencari sandang pangan papan.
Satu lagi contoh ekstrim ya kayak koruptor. Dalam jagad otaknya hanya ada satu kesimpulan paten yang menyatakan, kalau nggak korupsi nggak bakalan kaya. Segala daya nalar dan kelakuannya pun mengerucut pada asumsi dasar itu. Padahal ternyata di luar sana buanyaak sekali orang yang bekerja secara halal dan bisa sangat kaya.
Kalau orang pongah dalam seminar –seminar finansial biasanya selalu mengatakan, sekarang karena belum melek finansial, patern otak anda pasti masih “ besok makan apa. Tapi setelah ikut seminar ini, pasti akan berubah patern menjadi besok makan dimana sampai tahap besok makan siapa. Namuni intinya semua itu tetap saja yaitu nalar yang kekurangan. Nalarnya sarjana kuliner.
Sedangkan dalam konsep puasa kita ditawari kemuliaan sarjana kekhalifahan. Nalar legowo, nalar keluasan, nalar serba cukup. Dalam puasa pada titik puncaknya kita diajari “ Besok memberi makan siapa “ .
Puasa ditutup dengan kekhalifahan ajaran zakat. Ajaran berbagi karena telah mencapai kesadaran bahwa kita ini hidup lebih dari cukup atas segala Karunia Allah. Apapun dan bagaimanapun keadaan kita.
Inilah sebuah niat peneguhan syukur yang merontokkan nalar kekurangan.
**
Seorang sarjana kekhalifahan adalah karyawan Allah. Maksudnya ia hanyalah seorang yang berkarya karena ingin bersyukur kepada Allah atas kelengkapan karunia sempurna yang telah diberikan. Tak peduli pada saat berkarya ia tercemoohkan secara mata manusia
Ia bagaikan nabi kedua, Nuh yang membangun “ kapal gila “ setelah nabi pertama, Adam yang sempurna mempelajari kamus iqra dunia. Belajar lalu berkarya !
Orang – orang semacam inilah yang membawa perubahan dunia. Contoh termudah adalah revolusi industri Perancis dan revolusi digital Bill Gates atau pun larry serge nya Google. James Watt, thomas A Edisson , Serge dan Bill gates bukanlah orang menara gading pemikiran yang hanya berkutat pada kemulukan teori dan dunia seminar.
Bahkan ada guyonan rumah tangga Einstein. Suatu saat istrinya jengkel besar karena Einstein tiap hari siang malam tanpa henti bikin percobaan yang nggak jelas di laboratoriumnya. Sudah…sudah pa…mbok istirahat dulu…Wis, pokoknya papa harus istirahat. Santai…! hari ini nggak boleh kerja ! awas kalau tetap kerja nanti malam nggak tak kasih jatah !
“ Baiklah isitriku, saya akan refresing deh…”. Sang istri rupanya senang juga omongannya dituruti. Tak lama kemudia Einstein berkemas sambil membawa beberapa perbekalan.
“ Istriku, aku refreshing ke rumah teman dulu ya cari suasana lain…” iya pa…eit…tapi tunggu ! kok itu bawa perkakas laboratorium ?
“ Iya ma, siapa tahu nanti di laboratorium teman ada hal baru yang tak dapat kutemukan di sini….
Istri “ $)(^$^#$#>>>%%>>>…”
Hidup keseharian mereka adalah bengkel, eksperimen dan kerja. Mereka adalah orang – orang yang Ummi ( tak peduli) terhadap derajat formal ilmu pengetahuan universitas. Karena bagi mereka kampus universitas adalah dimana bumi dipijak, disitulah ia harus berkarya dan beramal secara universal yang bisa dinikmati sebanyak mungkin manusia.
Dan sejarah kepahitan mereka sama, ketika belum jadi apa-apa, mereka dianggap gila, ideot dan nggak mutu.
Mereka – mereka adalah prototype model kesarjanaan kekhalifahan Islam walaupun secara teologi dan doktrin, kita tak pernah tahu apa sesungguhnya agama mereka.
Bisa dikatakan ilmu yang kelihatan urusan dunia seperti matematika, fisika, akutansi, mechanical dan sejenisnya malah lebih agamis bila pelaku mendharma bhaktikan seluruh peluh keringatnya untuk kemakmuran Islam.
Sebaliknya ilmu yang kelihatan sangat agamis, religius dan pengalaman spiritual sekalipun bisa ter downgrade kan hanya menjadi urusan batas dunia saja bila pelaku akhirnya hanya terbelit urusan pamrih dunia beserta imbalannya.
Benar juga ada pepatah yang mengatakan: “witing trisno jalaran soko kuli…ner ”
Mengerjakan sesuatu dengan giat hanya karena ada imbalan kemakmuran perut…….
Kalau memang ini tujuan kita, ya nggak perlu puasa. Toh jauh –jauh hari diam-diam kita sudah berhasrat mentahbiskan diri menjadi sarjana kuliner.
Bolehlah cita –cita bermacam – macam. Entah itu jadi dokter, ilmuwan, pengacara, musisi, tehnokrat bahkan rohaniawan. Tapi yang penting tujuan utama harus makmur perut dan beken…
Tujuan pengabdian ? ahh…masih adakah …?
Hmmm… mokel ruhani ini kok lebih nikmat dan bergengsi ya….
Wassalam, semoga bermanfaat
Dody Ide
Sabtu, 20 September 2008
7 Langit & Bumi ( bagian 5 )
DEWASA
Semua manusia dewasa tiba -tiba dihinggapi ide ini...
Eksisitensi, aktualisasi, cogito ergo sum...saya berpikir maka saya ada. Tapi sejak kapan seorang manusia bisa berpikir ? Sejak bayi, anak -anak, remaja, dewasa, atau manula ? Dan apapula yang dimaksud dengan berfikir ? Mulai kapan manusia merasa mulai ada ? Sedetik yang lalu ? Kemarin ? Minggu lalu ? Bulan lalu ? Tahun lalu ? Abad lalu ..?
Apa yang dimaksud dengan eksistensi keberadaannya ? Daging kah ? Otak kah ? Perasaannya kah ? Pertanyaan -pertanyaan itu benar - benar tak pernah berujung pangkal...
**
Sebagian dari cahaya itu akhirnya menyeruak keluar merubah wujud menjadi berbagai kilau materi. Keluar melalui perantara tangan, mulut dan kaki menjadi berbagai bentuk kreasi. Banyak orang menyebutnya ilmu pengetahuan padahal ini hanyalah sebuah perpindahan ruang dan perlambanan gerak sebuah cahaya. Sebab di balik cahaya itu seakan ada yang selalu bersuara dengan sangat lantang …
" Akulah satu-satunya yang berwujud dan bisa merubah ke segala wujud, yang ada hanyalah Aku, Aku lah yang tahu '.
Lamat - lamat semua orang mendengar suara di balik cahaya namun sebagian besar terhenti pada aku yang paling lambat geraknya yaitu wujud materi, aku terkecil. Sebuah keakuan paling lambat dari sebuah unsur cahaya akan membuat gerak hidup ikut melambat pula .
Bila wujud keakuan terlambat ini selalu dipertahankan, terjadilah apa yang dinamakan stress karena sifat cahaya dalam diri yang masih bergerak sedemikian cepatnya ingin menarik -narik bagian dirinya di luar yang berbentuk materi yang lambat.
Persesuaian gerak antara cahaya tercepat dan terlambat akhirnya mengguncang -guncang seluruh tubuh. Otot dan syaraf menegang pada bagian kening, tengkuk, kram dada, sendi kaku, perut kejang, mata melotot, telapak tangan dan berbagai daerah lainnya.
Akhirnya ketegangan -ketegangan yang tak wajar itu membekas, orang menyebutnya sakit. Entah itu berjenis sakit fisik, mental atau spiritual, sama saja tetap nggak enak.
Pertentangan tarik menarik terjadi beberapa waktu lamanya sampai tubuh hancur tak kuat menahan. Kita menganggap sebuah kematian badan.
Dalam proses tarik -menarik itu terjadi ledakan yang menimbulkan percikan ilmu sejati. Ilmu yang menjadikan aman dan nyamannya sang tubuh, ilmu yang membuat proses tranformasi cahaya itu berjalan dengan tenang, ilmu yang menghilangkan sekat -sekat luar dalam, ilmu yang meleburkan cahaya luar dengan cahaya dalam, ilmu pembebasan, ilmu pengetahuan tentang makna cahaya, ilmu yang bisa menaungi segala wujud, ilmu asal usul. Kita menyebutnya ilmu agama.
Namun pada perjalanannya, percikan ilmu sejati telah berurai bercampur baur dan condong ke arah ilmu pengetahuan materi sehingga terkesan ilmu ini menjadi terkotak -kotak membentuk wadah masing- masing sesuai ciri sebuah hukum materi.
Sekat -sekat, sekte -sekte telah mempersempit ruang geraknya sehingga setiap pengikutnya malah tidak menemukan kecepatan dan kebebasan gerak cahaya.
Ilmu sejati yang hakikat tugas awalnya menggamblangkan cara merangkum hukum materi yang serba lambat terbatas untuk dikembalikan kepada fitrah cahaya yang serba cepat tak terbatas, kini berbalik menjadi terseret - seret memenuhi kebutuhan ilmu materi dengan segala pengkotakannya.
Akhirnya banyak orang yang beragama tidak menemukan kebahagiaan karena agama selalu dimaknakan dengan hukum keselamatan dan kenyamanan materi, baik materi berupa benda maupun materi yang telah menyublim berubah wujud menjadi pemikiran dan pemahaman - pemahaman.
Cahaya jidat, dada dan keturunan telah berpendar keluar demikian dahsyatnya membentuk silaunya peradaban dan alam - alam yang mencengangkan. Bangunan modern nan megah, filsafat beserta segala cabang akarnya, kekuatan budi dan keajaiban dunia supranatural, semua adalah hasil dari olahannya.
Semua manusia terperangah terkesima dengan kehebatannya. Mereka beranggapan bahwa... inilah penantian... inilah perhentian... inilah puncak kejayaan. Namun banyak manusia tak sadar bahwa di sisi lain dalam tubuh manusia ada sebuah initi cahaya yang selalu memangil - manggil...kembalilah...kembalilah...di sinilah sesungguhnya engkau kembali...cepat atau lambat....terpaksa atau ikhlas...
Inti cahaya itu tak terpengaruh keadaan apapun. Ia bagaikan terang tanpa lampu. Bersinar tanpa sebab. Wilayah yang terlepas dari hukum ruang waktu dan sebab akibat. Tiada apapun namun ada.
Seiring perjalanan manusia, Sang Inti Cahaya makin terasa terdengar bersuara lantang mengajak kembali. Suara itu tanpa perantara mulut, tanpa perantara getaran udara dan frekwensi sehingga juga hanya bisa didengar tanpa perantara apa -apa, tanpa telinga, tanpa kepemilikan apa -apa.
Cahaya - cahaya yang berada di jidat, dada, dan keturunan pun tak mampu mendengarkan karena mereka semua telah membawa bayangan materi yang penuh eksistensi keakuan kerdil. Bila ketiga cahaya ini memaksakan mendengar , ia hanya akan terbakar oleh bayangannya sendiri. Ketiganya bagaikan setan yang mencuri berita dari langit
Ketika seorang mengalami keadaan tiada namun ada, ia akan terpahamkan bahwa saat itu juga ia harus kembali atau ia akan tahu kapan harus kembali, tahun dan bulan keberapa, pada hari apa, jam berapa bahkan milisecond keberapa. Ia telah mengetahui arti kematian dan kapan harus meninggalkan jasadnya.
Rahasia telah terungkap. Ia paham bahwa yang dianggap kehidupan selama ini hanyalah sebuah permainan cahaya terkasar dan terlambat. Fatamorgana dunia ini benar -benar fatamorgana sesungguhnya, bukan fatamorgana yang berasal dari filosofi anggapan fikiran dan rangkaian pengalaman. fatamorgana is veryy very real...
Sosoknya telah tumbuh menaungi seluruh kehidupan alam ini. Ia bagaikan inti cahaya itu sendiri, tak terpengaruh keadaan apapun. Dirawat dan ditemaninya seluruh umat manusia tanpa pilih kasih karena ia paham bahwa keruwetan, kemarahan, kesumpekan dan kelambatan segala aktifitas manusia di dunia akibat dari ketidak mampuan mengembalikan segala sesuatu kepada asal kejadian.
Ia melakukan itu agar menjadi ayat pembeda yang jelas antara yang tahu dan tidak tahu.
Hari -harinya penuh kerinduan pulang kembali ke asal mula kejadian. Allah.
Wassalam
DOdy Ide
Rabu, 10 September 2008
7 Langit & Bumi ( bagian 4 )
REMAJA
Aku sudah besar...jangan kasih nasehat terus....aku punya jalan hidup...aku bisa menjaga diri...kenapa orang tua tak bisa memahamiku...Semua yang pernah dan akan remaja pasti mengalami suasana seperti itu.
Cahaya dalam dirinya yang semula hanya bersemayam tenang tiba-tiba menunjukkan sifat aslinya yang selalu bergerak cepat. Ia tak betahingin bergerak keluar menerobos sekat -sekat daging. Cahaya itu menggedor-gedor jantung, turun ke bawah berputar - putar pada alatketurunan, naik lagi ke jidat, mengulangi semua gerakan terus menerus sampai beberapa waktu.
Keliaran cahaya akan makin bertambah bila panca indera tak membatasi rangsangan dari luar dirinya. Sang remaja merasa mengalami ilham akansesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya. Tempat - tempat yang di tabrak cahaya telah menimbulkan reaksi kimia. Tak sadar anak manusiaini mampu menangkap segala kesan tanpa melewati tahap proses belajar yang menyulitkan.
Ia tiba-tiba begitu paham akan rasa - rasa di daerah itu. Ia hanya bisa menyimpulkan satu kata, nikmat ! . Tiap hari ia mencari -cari rasaitu tak peduli ruang dan waktu. Apapun resikonya. Rasa di dada itu..Ah...jatuh cinta...cinta pertama selalu berkesan. Siapa yang bisamelupakan ? Rasa di bawah itu...Mimpi basah... ? ada apa gerangan dengan peralatanku yang satu ini ?
Rasa di jidat itu...Daya kreatifitas, outframe, spontanitas, ide -ide liar ngocol di luar batas tatakrama seakan menjadi keseharian yangtak terhindarkan...wahai cahaya yang di jidat, di dada, dan di perkakasku...kenapa engkau membuat segala gerak tubuhku selalu mengarah pada sensasi - sensasi baru yang tak pernah kutemui dan kupahami ? apa maksudmu ?
Pertanyaan alam bawah sadar remaja ini hanya bisa terjawab oleh putaran waktu.
Kebuntuan jawaban ini bila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan resistensi yang luar biasa sehingga keluarlah kata -kata...orang tuaku tak peduli...aku bisa menentukan hidup sendiri...kenapa aku dilarang terus...dan sejenisnya.
Siapa orang tua yang tidak terbakar telinganya mendengar ucapan - ucapan ini ? Gimana ya jeng..wong saya ini nggak kurang - kurang nasehati anak eehh..kok malah tambah berani nglawan...ya udah tak pingit aja...Papa kurang apa sama kamu...segala kebutuhanmu papa penuhi..segala waktu papa dikorbankan demi masa depanmu...
Terkadang saking emosi, marahnya jadi terbalik....sekolah ya sekolah tapi jangan lupa main game yang bener ! ( padahal maksudnya main game ya main game tapi jangan lupa sekolah yang bener ). Tak kalah garangnya para orang tua menyikapi perubahan dalam diri remaja ini.
Lalu apa yang salah ? ternyata sang anak lagi mengalami masalah rasa yang sifatnya tak teratur non linear sedangkan orang tua menasehati dengan menggunakan logika bersifat linear yang selalu menuntut keteraturan dan bertumpu pada filosofi mau jadi apa alias step by step kehidupan karier pribadi. Jadinya bayi tokek bayi tabung...nggak konek nggak nyambung....
Berempati, mendengarkan sampai tuntas, dan membuka diri apa adanya adalah cara termudah bagi orang tua untuk mengontrol keliaran cahaya dalam diri remaja.
Cara lain menundukkan keliaran cahaya ini adalah mengalihkan aktifitas panca indera pada olah gerak tubuh sehingga pergerakan cahaya - cahaya dalam tubuh tak hanya terfokus pada tiga tempat melainkan berpendar keseluruh tubuh. Biasa disebut olah raga. Namun cara ini tidak sempurna tanpa ada penyangga yang lebih utama.
Cara ini akan membuat seseorang kehilangan pos - pos kembalinya cahaya sehingga ke depannya ia hanya sanggup mengandalkan kekuatan otot.
Padahal kekuatan otot makin lama makin menurun sedang kekuatan cahaya makin lama makin menaik.
Pos - pos cahaya itu kelak sangat berguna bila telah tiba waktunya.Pos cahaya jidat bila telah dibangun dan di bersihkan akan menimbulkan bentuk kreatifitas yang sangat berguna bagi kehidupan manusia . Pos itu akan mewujudkan pada bentuk -bentuk materi pembantu perjalanan perkakas tubuh. Jembatan, mobil, rumah, gergaji, sepatu adalah salah satu bentuk perwujudannya.
Pos cahaya dada akan memancarkan segala sifat keindahan, kepedulian, kebijakan dan kedalaman makna. Karya seni, ajaran -ajaran kebaikan dan keindahan budi pekerti adalah salah satu aktifitas yang di gerakkan cahaya yang bernaung di pos ini.
Pos cahaya sekitar pusar dan saudaranya akan menggerakkan kemampuan menunjuk, mengarahkan, merawat, mengumpulkan dan menentukan. Presiden dan manajer biasanya didominasi pergerakan cahaya di pos ini.
Selain olahraga, jalan lain yang sudah teruji berabad -abad dengan berpuasa atau meditasi. Walaupun sekilas berbeda namun Inti kedua cara ini sama yaitu menahan diri. Mana yang cocok silahkan dipilih. Metode ini memampatkan cahaya pada pos masing - masing dengan cara mengurangi pengaruh dari luar dirinya dalam beberapa waktu.
Dengan terbatasinya pengaruh luar, cahaya itu akan diam dan menyebar merata dengan gerakan terbatas pada tiap - tiap pos.
Dalam proses pemampatan itu, cahaya berakumulasi secara teratur mengembangkan intensitas dan kualitasnya.
Bila remaja berhasil menjalani tehnik ini dengan baik sampai kadar masanya terlewati, di kehidupan yang akan datang yaitu masa dewasa ia akan menemukan sebuah suasana surga dunia. Ia bisa ber apa saja dengan cara memanajemen ketiga pos itu untuk kebutuhan meneruskan arti perjalanan hidup di dunia.
Kondisi remaja bagaikan air yang meluap penuh sampai ke bibir gelas. Bila orang tua tak mampu menaruh inti permata ke dasar gelas dengan kehati - hatian maka air akan mudah muncrat tak beraturan ke mana -mana, gelas bisa terguling atau pecah dan akhirnya permata tak bisa memendarkan kilau cahaya yang semestinya.
Permata itu telah kehilangan tempat sedangkan kemilaunya masih terbayang menghantui benak orang tua dalam waktu yang tidak pendek.
Wassalam. Dody Ide
Langganan:
Postingan (Atom)