Gajah dan Upil
Sampeyan dan saya tentu sudah sering dengar perdebatan keyakinan yang dianalogikan dengan orang buta memegang gajah. Mereka menjawab sesuai persepsi masing - masing dengan seyakin - yakinnya. Padahal jawaban mereka tak ada satu pun yang mampu mewakili keutuhan bentuk gajah.
Analogi ini walau menjadi wasit penengah keyakinan, tetapi belum tentu mampu meredam gundukan emosi para debater. Para tukang debat bila mendengar nasihat analogi ini, biasanya hanya diam tak bicara, entah karena sungkan atau apa...
Tapi bisa jadi lho pikirannya malah bicara lebih keras karena argumen dan pengalaman spiritual yang diyakini belum terucap lepas lewat mulut. Hmmh...sebab nafsu benar sendiri itu belum terlampiaskan...
Tapi seandainya diri kita tidak dianalogikan orang buta, mungkin lebih menarik kali yaaa...
Toh fitrah kita adalah mahluk sempurna, insan kamil yang pasti dibekali sifat bashirah yang mampu melihat dengan jelas tanpa mata indera sekalipun.
Masalahnya tinggal sifat bashirah ini akan kita arahkan kemana. Ber-Out of Body Experience nglayap ke negeri Eropa, lelaku memasuki dimensi alam jin genderuwo, mengintip sifat - sifat buruk memakan bangkai saudara sendiri, atau memusyahadahi apa yang sebenarnya memang wajib kita lihat dan saksikan ? inni wajahtu....
Jadi, ayuk kita uraikan bahwa kita ini orang yang memiliki penglihatan normal, cuma masalahnya hanya belum pernah melihat gajah. Atau lebih tepatnya, kita sebenarnya waktu kuecciiil bayi cilik menthik pernah lihat gajah tetapi sudah sangat lupa. Yang ada hanyalah memori bawah sadar bahwa sebenarnya kita pernah berjumpa dengan sang gajah.
Kemudian dengan rasa alpa ini, mari kita saling bekerjasama mencari siapa sesungguhnya gajah. Kita cari dan diskusikan berbagai metode untuk menggali alam bawah sadar tentang ingatan - ingatan akan wujud gajah.
Sudah tentu dalam proses mengingat dan mencari gajah, yang berhak menjawab siapa gajah adalah gajah itu sendiri.
Dan kalaupun gajah itu sudah ketemu dan menyebut jati dirinya, apatah hak kita rumongso lebih mengetahui dan lebih memiliki sang gajah daripada teman sepencarian ? he he he...gak ada toh...
Ah, tapi kayaknya juga terlalu jauh mencari suatu analogi di luar diri. Jangankan gajah yang kita tak tahu rimbanya...lha wong bagian diri sendiri yang paling dekat aja kadang kita tak benar - benar tahu maksud pengajarannya.
Sekarang, mari kita coba dengan analogi yang simpel - simpel saja dan telah menjadi guyonan yang lekat dengan keseharian. Tak lain agar kita lebih fresh berfikir, tak terjerat angan - angan antah brantah dan lebih rileks tasammuh menghadapi perbedaan.
Eng ing eng.... film pendek dimulai...
Alkisah saat gelap malam terlihat dua balita yang baru bisa ngomong sedang mencoba berdialog. Dengan keluguan dan kefitrahan diri, mereka saling bertanya tentang apa saja yang baru diketahui. Di remangnya malam yang hanya diterangi bulan sabit, terjadilah perbincangan gayeng....
+ Hei blo, loe tahu gak ... ini namanya apaan cih... ?
- Liat doooolo plen, attuuuh...kok gak keliatan cih, au ah gelap, bendanya kecil...coba kupegang dulu ...emm...kata olang - olang, ini getah ya ?
+ Kayaknya cebutannya bukan itu deh...
- Kalet mungkin ?
+ Bukaaaaaaan...bukan ittcuuuuuu....
- Cebental....kupikil dulu....Yap, aku cekalang ingat...kata mama akkyuuu, ini dicebut adonan...
( sambil memelintir - melintir benda asing itu, Si bro berupaya meyakinkan si fren lagi )
+ Bukan laaah...kalau itu gue juga taaau'....adanonan kan dali tepung....
- Lha emangnya ini dali mana plen ?
+ Dali hiiiiidung blo........
- Hah ! itu sih upil, pleeeeen.........
+ Eh blo...loe mau gua kacih ?
- Ngapain plen... Gue kan punya cama pelcis kayak loe....nih cama kan ? wong kita cama - cama manusia.....hi hi...punyaku malah klispi gak lengket kayak punyamu pleeeen...
( si bro mengulik - ulik hidung sambil mempertontonkan upilnya yang ternyata sama saja dengan punya si fren )
Akhirnya mereka saling tertawa guyon sambil lempar - lemparan upil.....jorok sih, tapi suasana jadi hidup.
Bagi adik - adik kecil ini titik tumpunya bukan lagi masalah apa yang diomongkan, tetapi pencapaian suasana bathin yang saling menghangatkan.
Hmmh... seharusnya seperti itulah kita - kita yang tua ini... semakin berpengalaman hidup, seharusnya semakin mampu menerapkan kehangatan suasana salam, Islam
Stttt.... tapi jangan remehkan upil lho....bukankah Gusti Allah menciptakan sesuatu tanpa sia - sia ?
Nah, silahkan dulu baca tulisan selanjutnya. Sambil ngupil gak apa - apa kok...
Pertama, kita sama - sama belajar alif ba' ta' membaca satu ayat saja. Di sini tak ada yang perlu digurui atau menggurui....kita sama - sama makmum yang berustadzkan kitab suci. He he sebenarnya ini sekedar ngeles, soalnya saya gak hafal banyak ayat.
Kedua, tulisan ini sekedar cara pandang perjalanan pribadi terhadap sebuah ayat kauniyah - kauliyah yang belum tentu cocok dibaca semua orang. Jadi kalau bacanya sambil merengut, lebih baik gak usah diterusin bacanya dan tidur aja. Sebab tidur adalah sarana terbaik mengembalikan dan memasrahkan jiwa pada Sesuatu Yang Maha Mutlak dan Maha Mengatur. Bismika Allahumma Ahya.....
Ketiga, kalau dada sampeyan seluas samudera atau padang Mahsyar, bacanya silahkan diteruskan. Kalau masih sempit ya berdoa ala nabi Musa dulu. Rabbi srahli sadri....
Yuk lanjuuut.....
(.....dan Aku lebih dekat dari urat leher, Qaaf : 16 )...Hmmh...kalau baca ayat ini, jangan keburu dulu ngomong Allah lebih dekat dari urat leher yang berarti Allah " wahdatul wujud " dengan kita laiknya urat leher yang juga menempel jadi satu dengan diri ini... kemuluken rek ! toh akhirnya omongan itu hanya jadi kayak debatnya orang buta tentang gajah. Lagian sudah terlalu mblenger kita menerima cerita perjalanan spiritual sperti itu.
Lalu kira -kira apa ya yang lebih dekat dari urat leher ? yuk kita preteli dengan ilmu yang ringan -ringan dan masuk angin...eh masuk akal ding.
Menurut ilmu kedokteran ataupun ilmu beladiri, urat leher atau nadi adalah jalur vital mati hidupnya manusia. Sekali bocor atau tersendat dalam jangka waktu tertentu, wassalam.
Berarti, yang lebih dekat dari urat leher adalah mati hidup manusia itu sendiri. Tapi di mana ya jalan kematian dan kehidupan itu ?
Sekali lagi, kita bicara yang ilmiah dulu. Mati adalah sampah atau pembuangan. Hidup adalah asupan atau daya. Tapi pintu keluar masuknya mana nih....?
Tuing...tuing...dari tadi ngupil kok gak terasa sih....ya di hidung dooong plen ...
Kita menghidupi sistem tubuh dengan menarik oksigen. Setelah berproses sampai tingkat regenerasi sel, limbah atau sel yang mati itu menguap menjadi karbondioksida dan keluar dengan sendirinya melalui nafas.
Nah, untungnya proses ini otomatis, gratis dan tak kena pajak. Di sinilah sebuah kemurahan Allah yang sering kita lupakan kecuali kalau kita lagi berada di UGD dan memakai selang oksigen.
Dijelaskan dalam Ayat Kursi bahwa Allah Maha Hidup dan Berdiri Sendiri. Sekarang kita lihat korelasi antara awal ayat kursi dengan nafas yang keluar masuk lewat hidung. Di dalam nafas ini nampak nyata sifat dari Ayat Kursi.
Nafas adalah sesuatu hidup yang berdiri sendiri. Bila dilanjutkan korelasi ayat berikutnya, nafas faktanya tidak tidur dan mengantuk. He...he... lha kalau nafas ikut ngantuk dan tidur istirahat sejenak, haduuuh....hilanglah nikmat nasi goreng.....
Di dalam nafas inilah terjadi kesejajaran hamba. Presiden sampai tukang becak, orang alim sampai bajingan, Orang Amerika sampai Timur Tengah, semua menghirup udara secara sama persis dan gratis.
Masak ada sih udara khususon buat Kyai atau Ustadz, udara VVIP buat Pak Presiden atau udara kelas ekonomi tanpa nomor duduk buat kaum proletar ? kan gak ada seh....
Hmmh...nafas yang meliputi langt bumi...nafas yang ada di depan belakang, atas bawah dan samping...nafas yang mengantarkan pada puncak kehidupan sesungguhnya....sangat tak terbatas...
*
Bila saja kita bisa mensyukuri nafas dengan benar, maka akan mulai terkuak sebuah ilmu pengetahuan ghaib. Eittt, sebentar, ini bukan yang klenis magis dan nganeh - nganehi. Kita bicara yang sederhana dulu aja.
Maksud pengetahuan ghaib adalah pengetahuan ummi...yaitu pengetahuan yang tanpa kita pelajari tetapi dengan sendirinya akan tumbuh perlahan tapi pasti. Kata orang, itu disebut ilmu laduni...ah tapi sebutan ini masih kemuluken sih...kita jlentrehkan secara ilmu katon saja lah...
Sik...Sik...sebentar... Kok bisa ilmu itu ada tanpa dipelajari ya... ? Eee...kurang lebih begini ceritanya...
Sampeyan dan saya bernafas dalam satu udara yang sama. Nafas yang sampean keluarkan pasti akhirnya saya hirup juga walau dengan proses penyaringan terlebih dulu.
Kalau disadari, konten nafas pastilah mengandung berbagai macam residu jejak identitas diri. Semakin halus kita menikmati nafas, maka semakin detail kita mampu menangkap konten identitas diri.
Teori data nafas ini persis kayak data darah. Bila kita tak punya pengetahuan darah, ya yang kita tahu paling sebatas pengetahuan fisiknya yang merah dan cair. Titik. Tapi bagi ahlinya, darah bisa menginformasikan jenis penyakit, kondisi jerohan, struktur DNA, riwayat keturunan, kadar gula dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, identitas diri adalah buah pikiran, konsep pencitraan fisik, GPS di mana titik ordinat kita berpijak di bumi dan gambaran emosi diri.
Semakin kita bisa menyaring dengan lembut, maka semakin lembut pula data partikel pengetahuan yang kita hirup dan kita pilah. Persisnya seperti ayakan pasir. Semakin halus ayakan, semakin bisa memisahkan mana batu kasar, mana pasir lembut. Mana kekerasan mana kelembutan, mana sekedar materi, mana daya hidup. Mana kematian mana kehidupan.
Tapi kalau kebanyakan menyedot benda mati yang kasar - kasar, ya siap -siap sesak jantung dan marah - marah mata mendelik...waduh !
Logika ceteknya, saat kita menghirup dengan lembut, kotoran yang tersedot bersama udara akan menempel di bulu - bulu hidung. Tapi kalau kita ngos - ngosan emosi, kotoran itu tak bisa ditangkap bulu - bulu hidung dan ikut tersedot paru - paru. Akhirnya, otomatis, sistem ketubuhan kita tak bisa diakselerasikan dengan semestinya. Chaos.....
Tak heran disindirkan dalam ajaran bahwa semakin kita mengotori diri, maka semakin ditambahlah kotoran titik hitam dalam hati. Semakin emosi, semakin ngos - ngosan, akhirnya semakin puanaaaaaassss........swuumpeeeghh...
Dan yang disebut diri pribadi, dalam bahasa arab adalah nafs. Indonesianya ya nafas. Kalau nafasnya tersengal- sengal namanya nafsu. Mbuh nafsu lapo iku....... yang jelas titik hitam dalam hati itu akibat nafsu alias nafas yang kacau.
Kalau yang tersedot cuma kotoran partikel udara sih masih mending. Lha kalau yang tersedot ternyata gajah, apa gak sesak dada kita ?
He he...faktanya kita ini memang suka menyedot partikel yang gedhe - gedhe kayak gajah kok. Pabrik kita sedot, tambang kita sedot, hutan kita sedot....apalagi film porno artis juga kita sedot rame -rame lewat internet. Syuuurrr.....
Yah... dada kita, rumah kita sejati sering terisi sesak dengan berbagai materi, persis kayak rumah yang kebanyakan barang. Akhirnya kita kesulitan mencari ruang lapang dalam diri sendiri....Nah lo...mbok sekali - kali nyedot Tuhan biar dada ini lapang reeek ... ups @_@
Kalau kita masih gak paham tentang kecanggihan hidung, mari kita bergeser ke logika tetangganya hidung alias telinga.
Dalam dunia musik ketika kita berposisi sebagai pendengar sambil lalu, maka porsi utama yang kita tangkap dan hafal hanya nada dan syair saja. Padahal kalau telinga mau memperhatikan dengan seksama di dalamnya ternyata terkandung berbagai macam klasifikasi kedetailan ilmu.
Para penikmat musik yang pasang telinga beneran akan mulai bisa memisahkan mana suara bass, riff gitar, progressif akord dan rhythm dasar drum, suara perkusi dll.
Masuk lagi lebih detail bagi kalangan hi - fi class dan audio engineer, lagu ini masih di pecah menjadi dengan istilah tonal balance, ambience, space, tight, punch, definitive, kompresi, reverb, gate, attack, decay , release, humming dan sebagainya.
Kemudain para insinyur audio menelaah semua itu menjadi dasar rumusan perhitungan harmonic content, FFT, noise floor, dynamic range, amplitudo, SNR, SPL, jitter, THD, crosstalk, dumping factor dan banyak lagi .
Yup, hidung tetaplah tinggal daging layaknya hidung Miss Piggy,telinga tetaplah tinggal daging layaknya telinga gajah. Kecuali kita bisa memanfaatkan anugerah yang luar biasa ini....
**
Lanjut lagi....
Jadi, ketika saya berdialog dengan sampeyan dengan tanpa emosi alias dengan nafas yang tertata, otomatis pengalaman - pengalaman sampeyan, ilmu - ilmu, kegundahan - kegundahan atau suka cita sampeyan bisa saya serap dan rasakan juga. Bahkan ketika sampeyan tak berhadapan dengan saya.
Kegundahan sampeyan adalah hentakan gelombang yang mengantar rambatan rasa kegundahan ke saya, kebahagaiaan sampeyan otomatis juga jadi kebahagiaan saya.
Dan hal ini selalu beredar di udara keluar masuk tubuh, keluar lagi mencampur ke alam raya menjadi satu udara utuh. Kemudian siap dipancarkan dan ditangkap lagi berulang - ulang persis kayak gelombang frekwensi radio atau hp.
Inilah yang dimaksud muslim itu bagaikan satu tubuh. Naiknya sebuah kesadaran bahwa kita hidup dalam rumah besar alam raya yang satu, semesta tunggal, satu tubuh.
Tetapi Hadits seperti ini sesungguhnya tak bisa kita ikuti secara latah, atau dipaksakan tanpa didasari sebuah perjalanan dalam diri yang benar - benar sampai tahap bermukim di wilayah universal terlebih dulu.
He he...tapi semua itu cuma teori lamunan aja lho....lamunannya orang tafakur melekan malam. Saya juga gak bisa kok. Lha wong saya hare...ya jelas gak biiiisa....hiks ! wiiiis... pokoknya bagi saya yang bisa sedunia akhirat cuma Allah thok...lainnya minggiiiiiir........
Kembali lagi, hidung layaknya tower BTS alias Base Transreciever Station nya hp. Tergantung kita mau sms atau calling tangkap menangkap siaran siapa...asalkan tahu nomornya, pasti konek.
Tentu, pesawat kita sudah harus diupgrade dulu hingga mampu mencapture dengan detail setiap geseran frekwensi, partikel udara dan sejenisnya. Mengenai cara upgradenya ya persis kayak upgrade telinga saat mendengar musik dengan seksama.
BTS hidung ini juga persis tehnologi mata elektronik alias kamera. Semakin besar pixel, semakin bagus kualitas lensa, semakin tinggi kemampuan ISO, semakin banyak frame, semakin lebar rentang exposure dan aperture, maka semakin detail dan semakin luas moment yang bisa kita jepret.
Nah, yang repot kalau tower BTS nya kacau. Bisa kita amati pada tiap diri sendiri, semakin kacau pikiran dan nafsu kita, pastilah semakin kacau nafas kita. Akhirnya BTS tinggallah menara tinggi tanpa daya....
Contoh paling mudah ketika kita marah. Nafas sangat ngos - ngosan, akhirnya nafsu dan emosi tinggi. Tentu akal sehat ikut berhenti tak bisa menalar dengan jernih. Hal mudah di depan mata yang tinggal klik saja jadi terasa suliiiiiiit....
Semakin kacau nafas, asupan oksigen otak dan segala jerohan kita juga semakin error. Lha kalau sudah error....dipastikan cara pandang terhadap hidup akan errorrejing juga... Lha wong syaraf otaknya banyak yang tak teraliri energi hidup alias darah dan oksigen kok...
Akhirnya kita gampang salah paham, sempit, berfikir remang - remang yang penuh kecurigaan...
Bisa ditebak, perilaku ini akan mengakibatkan dada gampang sesak, kepala tegang...daaaaaan.....stroke. Atoooh..sakitnya reeek....!
Gak salah orang tua dulu bilang, jangan suka marah - marah nanti cepat mati...hmmh kayaknya emang lebih baik belajar sabar biar umur panjang dan cara berfikir juga ikut panjang.
He...he.. jadi mbok ayuklah sekali - kali mensyukuri adanya hidung supaya tahu kandungan ilmunya...mosok tiap hari cuma urusan kenikmatan konsumsi ilmu mata, mulut dan telinga saja.
Lha kalau hidung gak ada kenikmatan ilmunya layaknya ilmu musik pada telinga atau ilmu video pada mata, mbok dibuang ajjjaaaa...daripada bikin berat kepala...hi hi....
Padahal mata, mulut dan telinga walau ditutup satu jam gak ada masalah lho. Kita tetap seger waras. Kalau hidung ditutup satu jam ? maka nikmat apa yang kau ingkari....begitu kata Qur'an...
***
Kayaknya aneh ya...hidung ini ternyata bukan hanya urusan mencium, tetapi ternyata bisa memiliki ilmu "melihat".
Apa ini juga bagian dari ibrah bahwa kita tak boleh makan babi supaya tak terciprati sifatnya ? sebab tabiat babi dengan anugerah hidungnya yang besar itu ternyata tak bisa selektif memilih kebutuhan dan merawat kebaikan dirinya. Hidup suka dikubangan lumpur bercampur makanan dan kotorannya sendiri yang bauk....
Hidung babi hanya digunakan untuk kepuasan nafsu perutnya. Apa saja dimakan, dimuntahkan lagi, lalu dimakan sekali lagi. Sudah tahu itu bau muntahan sendiri, sudah tahu itu bau anaknya sendiri, sudah tahu bau induknya sendiri, eehhh...diembat juga.
Apakah ini juga persis seperti kita yang suka memakan bangkai kejelekan saudara sendiri. Sudah jelas bau anyir kok ya tetep dimakan....udah gitu masih dibuat kenduri rame - rame lewat penayangan media skala nasional ataupun forum pengajian.
Ya maklum saja sih, lha wong hidung kita ini dari kecil cuma buat latihan mencium bau daging - dagingan. Entah itu daging soto, rawon, gule dkk. Gak pernah dilatih buat mencium bau surga...
Tak salah, akhirnya budaya kita memang bertitik tumpu di daging. Setiap yang berbau daging selalu kita ekspose besar - besaran. Entah itu daging makanan, daging badan ataupun daging pornografi.
Ah...tapi ndhak tahu lah... dah, lanjut lagi aja aaaahhh.....
Cipratan ilmu tadzkiyatun nafs tadi bisa jadi memunculkan pengetahuan atau bashirah bisa melihat orang dibalik dinding, Out of Body Experience mengunjungi India dari tempat tidur, mengetahui cara kerja sistem dalam tubuh beserta penyakitnya, mencari info dimana tempat tinggal mantan pacar atau menemui teman lewat alam mimpi. Tapi itu semua hanyalah mainan. Tak lebih.
Bila kita bangga atau berhenti disini, hal ini malah jadi tutup atau hijab paling berbahaya untuk mencapai tujuan Akhir, lillahi ta'ala. Walaupun dalam perhentian ini kayaknya kita selalu tak pernah putus berdzikir.
Banyak sekali orang yang keenakan berhenti di sini karena merasa menjadi superman, terbukanya gudang ilmu, mendapatkan rejeki dan kemana - mana disanjung puja ribuan orang dengan berbagai macam sebutan mulia.
Tetapi biasanya para pelakunya selalu dihinggapi kebingungan - kebingungan, kesibukan - kesibukan dan keheranan terus menerus tanpa batas. Sebab ini hanyalah terminal, bukan tujuan akhir.
Lha wong namanya terminal ya jelas hiruk pikuk, banyak penumpang beserta berbagai karakternya dan kendaraan yang siap mengantar kita ke berbagai tujuan.
Tinggal piliiiih ....mau zig zag, belok kiri belok kanan, ke pasar raya hypermarket serba ada, ke kota metropolis atau rekreasi outbond menyatu dengan alam, entah alam jin atau alam DNA ....monggo kerso....kendaraan layaknya Buraq airways sudah siap mengantar kemanapun pergi....
Tapi perlu diingat, kendaraan tetaplah kendaraan. Ia bukanlah tujuan. Kalau sudah sampai tujuan hakiki, ya kendaraannya harap diparkir. Gak boleh ikut masuk.
Juga perlu kita ingat, diterminal gak mungkin ada tempat tidur yang enak. He he...apalagi seperti tempat tidur dari dipan emas yang digambarkan kayak di surga.
Hmmmhh...bidadari hatiku...sabar ya...dipanku masih dari kayu reyot....kita belum bisa berbaring tenang sambil memandang cahaya bulan dan mencecap manisnya madu....duh bulan madu surga itu ...
Wadah ! jadi nglantur gara - gara ingat Srikandi surga reeeek....
Terus ah....
Padahal sesungguhnya bila kita mau meneruskan perjalanan, bisa bersyukur lebih banyak dan lebih halus akan adanya nafas ini, maka pengetahuan kita juga akan semakin halus lembut seperti partikel atom dan cahaya yang tak terbatasi lagi oleh gambaran model wujud, ruang dan waktu. Laisa kamitslihi syai'un. Tak serupa apapun........
Tapi namanya aja tak serupa apapun, jadi ya tak terdefinisi. Berarti tak ada ilmu. Ummi. Lha wong gak bisa didefinisi dan diklasifikasikan hare...
Dan akhirnya tembuslah diri kita dengan hakekat Yang Maha Lembut dan Benderang, Nur ala Nur. Inilah yang disebut ucapan alhamdulillah yang sesungguhnya. Ucapan dan kandungan apa yang diucap sudah mewujud menjadi satu, Kun fayakun.
Alhamdulillah yang benar - benar membuat diri kita diam anteng di tujuan akhir. Alhamdulillah yang sudah sadar bahwa memang semesta daya dan seluruhnya isinya milik Allah thok til. Termasuk nafas, hidung beserta upilnya...Lha mau gimana lagi wong Allah Maha Memiliki kok. Emangnya kita ini memiliki apa yaaa.... ???
Tentu semua itu bisa kita alhamdulillahi dengan benar apabila kita awali dulu dengan proses tadzkiyatun nafs membersihkan hidung, alias si upil tadi.
Kalau upilnya cuma sebesar punya adik - adik tadi sih mudah saja plen...tinggal jentikkan jari, si upil tadi sudah lompat entah kemana.
Lha tapi kalau upil kita ternyata lebih besar dari gajah, gimana cara menjentikkannya hayo...?
Yah...upil ruhani kita memang besar...upil yang berwujud kecintaan terhadap perhiasan, laptop, mobil, hp, bendera - bendera, doktrin - doktrin, gedung pencakar langit, tambang emas, ladang minyak, kesaktian - kesaktian, kecerdasan dan semua jenis kebaruan fana ini sering menghambat jalan nafas dan kelegaan dada kita...
Tak heran kalau bersin akibat kotoran hidung, kita disuruh ucap hamdallah yang bermaknakan bahwa semua ini milik Allah.....
Maka kembalikanlah kepada yang memiliki...zakatkan, pasrahkan, serahkan, Islamkan....natural dan lembut saja...seperti mengeluarkan nafas yang penuh karbon itu...Hingga kita merasa fakir, ummi dan fana karena tak mampu memiliki nafas itu sendiri.
Hmmmhh.... nafas yang di dalamnya terkandung data mikro- makro kosmos, kedigdayan, kesehatan dan pengetahuan hakiki.....sungguh menggiurkan.
****
Wah ...omong - omong soal gajah dan upil, kayaknya pengen bikin peribahasa baru nih. Upil di seberang lautan tampak, upil segajah di hidung sendiri tak dirasa.
Faktanya memang begitu. Kita merasa sok tahu soal urusan nun jauh di Amerika ataupun Timur Tengah, tapi urusan yang paling dekat dengan diri sendiri tak mempunyai pemahaman seupil pun.
Padahal Quran mengajarkan kita untuk belajar mengubah diri sendiri sebelum mengubah orang lain, apalagi mengubah suatu kaum. Hal ini memaknakan kalau mengerjakan sesuatu haruslah dari yang terdekat dan menjadi kewajiban hidup kekinian.
Silahkan disimpulkan sendiri apa yang paling dekat dan selalu hadir di kekinian dan tak bisa ditunda....nafaskah ? uangkah ? makanankah ? sinikah atau sanakah ?
Dalam hal tolong menolong pun Kanjeng Nabi sendiri mengajarkan bahwa yang diutamakan adalah yang terdekat dalam rumah, lalu tetangga, kemudian empat puluh rumah di sekitar, meningkat antar wilayah, baru antar negara.
Silahkan juga disimpulkan sebelah mana rumah sampeyan dan saya yang sesungguhnya harus ditolong terlebih dulu. Rumah hati yang bagaikan rumah keong yang dibawa kemana - mana ini atau rumah dari batu bata yang dipetakan secara geografis itu ?
Uffhh.....sayang, keteraturan sabda ini sudah sangat kita amburadulkan... Saat ini kita merasa lebih heroik menolong negeri antah brantah, tapi mempetakan masalah dalam rumah negeri sendiri ogah - ogahan.
Bayangkan bila keteraturan ini benar -benar kita praktekkan bersama. Tentu kemakmuran di bumi nusantara akan lebih segera terwujud. Lha wong faktanya kekayaan nusantara mampu menghidupi penduduk dunia dan menjadikan pengambilnya sangat kaya raya turun temurun hare....
Kalau saja keteraturan sabda ini bisa kita mulai dengan sungguh -sungguh, hmmhh...sejentik upil kekayaan nusantara sudah sangat - sangat sanggup menolong orang kelaparan di Ethiopia ataupun korban perang di Gaza.
Masalahnya, dalam hal ini kita masih sering kayak orang buta memegang gajah....persepsi pemikiran yang selalu emosional, parsial, meraba - raba membabi buta dan tak mau memotret masalah secara utuh.....
Hhmmhh....pemikiran yang selalu diiringi dengan ketersengalan nafas tapi tak pernah disadari. Padahal akhirnya hanya menimbulkan debat dan cuma dapat upil.....
Tapi ya sudah....lha wong kita memang masih suka cara pandang keluar diri kok....
Jadi, mari kita nikmati sama - sama penderitaan ini sampai pada titik tertentu dimana hal ini tak terasa lagi kita anggap suatu penderitaan. Walau badan ini nyatanya semakin tak kuat menyangga...
Hmmmh...ternyata benar, bahwa orang Indonesia memang banyak yang punya ilmu kebal dan ngrogo sukmo.... kebal menderita dan jiwanya lebih hadir di negeri antah brantah ketimbang di negeri sendiri. Di dalam rumah hati....hiks !
*****
Duhai poro sederek sedulur dan sahabat...nafas adalah cinta...cinta adalah nafas....maka cintailah nafas dan bernafaslah dalam cinta....
Bila masih bingung bagaimana cara mencintai nafas, cara termudah ya perbanyak saja tanaman di rumah. Semakin banyak tanaman, semakin segar nafas kita. Tentu semakin fresh cara kerja jantung dan otak kita. Suwejjuuuuuk..........
Kalau sudah sampai tahap pemahaman ini, orang akan berpikir ulang bahwa membabat hutan secara serampangan sama saja dengan mengurangi jatah oksigen otak dan paru - paru yang berakibat membodohi dan memburamkan kecerdasan pikiran dan kelapangan dada sendiri.
Apa berarti kalau ada orang membabat hutan serampangan, sebenarnya mereka sedang berbuat aniaya dengan menusuk - nusuk dan merobek paru - paru kita ya ?
Ah...tapi sudahlah... kita ini bangsa yang mulia kok. Kita adalah bangsa yang terciprati sifat Tuhan Yang Maha Penyabar dan Maha Pemaaf tiada batas bagai langit. Ya, kita sangat -sangat bisa bersabar dan memaafkan orang yang menganiaya diri kita.
Hmmh...kita sudah bagaikan rasul yang diam saja ketika diludahi dan dilempari kotoran tetangga sendiri sambil berpose ikhlas mengcopy paste sabda " itu karena mereka tak mengetahui ". Sungguh spiritualitas negeriku tiada tanding tiada banding....
Tapi apakah ini mimpi bila suatu saat penggiat konservasi akan bekerjasama dengan kyai, ustadz dan dokter untuk mengkampanyekan pentingnya penghijauan yang berguna bagi nutrisi kecerdasan otak, kecerdasan hati dan kebugaran tubuh.
Hingga suatu saat para orang alim dan pintar itu berani berjihad maju menjadi tameng hidup atas pembalakan liar serampangan yang sangat mengerikan dan masih terus terjadi di kalimantan, Irian jaya dan banyak tempat lainnya.
Apa kayaknya sudah waktunya ada fatwa jihad terhadap segala aktifitas perusakan lingkungan. Hmmh...tapi apa berani ya bikin fatwa semacam ini ? padahal larangan merusak dan anjuran memerangi hal demikian di dalam Quran sudah sangat jelas.
Ah sudahlah saya pribadi tak akan berharap. Lha wong bangsa kita ini masih krisis mental kok. Tak pernah bisa pede dan menyelesaikan diri sendiri. Apa - apa harus berbau luar negeri. Kosmetik luar negeri, sepatu luar negeri, produk elektronik luar negeri, utang luar negeri, pelatih dan konsultan luar negeri. Pemikiran pun harus sami'na wa atha'na luar negeri...
Mengenai Jihad ? hmmh...sama saja. sudah pasti luar negeri. Mbok jihad dalam negeri perang sama koruptor atau pembalak kan di mata Allah nilainya sama saja.
Apa mungkin kita ini masih pingin gagah dan jadi pahlawan di mata manusia, bangsa - bangsa dan keumatan ya hingga kita lebih sensie masalah luar negeri ketimbang dalam negeri sendiri ? atau takut memerangi mereka karena diam - diam kita ini ikut kecipratan dampak ekonominya walau cuma seupil. Mbuh kah...
Gak apa - apa wis...wong dunia ini emang laibun wa lahwun....guyonan dan mainan aja....mari kita nikmati saja pertunjukan ini sambil memainkan peran masing - masing. Sapa saja siapa saja dengan cuintrong.....supaya hati tetap terjaga dengan kelembutan rahma.
Dan kelak suatu saat kalau kita sudah mengetahui hakekat nafas dan cinta, akhirnya kita tahu bahwa dunia ini hanya haaa....hhaaa....hhatchhing ....!!! hadoooh...lha kok meler rek....jadi gak bisa nerusin tulisan nih....takut virusnya nular....lagian sudah kepanjangan...terusin sendiri ya pleeen......
Hayuuuh...siapa mau minjemin sapu tangaaaaaaan....? tessss.....BTS ku lagi netes iki lho reeek....srooooott...sniffh !
Wassalam, makmum upilen
Dody ide