Rabu, 05 November 2008

Dzikir Anechoic


Beberapa waktu lalu saya mampir mengikuti forum teman-teman Indonesia lulusan audio engineer Berklee. Bahasan mengenai konsep ruang anechoic begitu menggelitik. Tapi saya lebih tertarik membahas hal itu untuk dikonversikan pada pemahaman ruhani. Karena diskusi itu terhenti ketika ilmu pengetahuan kehabisan parameter dan daya analisis yang akhirnya hanya mandeg pada justifikasi kata tidak percaya, Au ah ...helap...Ghaib.

Daripada ikut menambah perdebatan yang belum tentu membawa manfaat, dan belum tentu juga tulisan ini dianggap ( he..he mengingat saya tak punya basic edukasi yang jelas ), lebih baik dituangkan saja ke milis ini. Sebab saya percaya di milis ini lebih dinamis dengan segala kemungkinan kelapangan dada.

Anechoic secara mudahnya adalah ruang yang di bangun sampai sangat kuedaaap sekali tanpa interfensi pantulan sedikitpun. Baik dari segi waves ( gelombang dan gerakan satuan partikel ), EMI ( Electro Magnetic Interference ) ataupun RFI ( Radio frequency Interference ). Fungsi ruang ini untuk mengukur kondisi suara, daya magnet dan pancaran fekwensi pergerakan suatu benda, algoritma penciptaan digital signal processing ataupun aplikasi akurasi tehnologi militer kelas wahid.

Deru mesin jet, kedipan mata sampai bernafas pun content suaranya akan ketahuan dengan jernih tanpa tercampuri suara dan medan lain. Tentunya dengan memakai peralatan yang super mahal. Bayangkan, sebiji microphone dengan noise curve super rendah harganya bisa setara mobil mewah. Belum lagi alat yang lain.

Ah, tapi saya tak pernah bermimpi memiliki microphone seperti itu. Sebab kita telah diberi Allah sebuah microphone penangkap sinyal yang lebih istimewa dan akurat.

Apa itu ? telinga...! Asalkan kita tahu bahwa telinga tidak hanya sebatas daun telinga dan gendang telinga. Tetapi yang termasuk telinga, mulai dari terkasar sampai terhalus adalah daun, gendang, cochlea, dan syaraf. Kemudian rangkaian syaraf itu menjulur ribuan pikometer menuju pusat otak besar dimana segala pusat informasi DNA tergelar. Para ilmuwan menyebut dengan istilah God spot. Titik Tuhan.

Eit....ada yang kelupaan...ehh tapi memang biasanya sengaja dilupakan oleh seorang audio engineer yaitu sifat mendengar atau sama'. Sifat inilah sesungguhnya yang mampu memperkerjakan fungsi telinga. Contoh fatal gamblang orang yang tak bisa mendengar karena ditinggal sifat sama' yaitu orang mati. Semua perangkat telinga mulai daun sampai syaraf masih utuh, tapi dipanggil dan diratapi orang terkasih pun cuek bebek nggak dengar.

Kalau meramu antara ilmu audio, geologi, fisika, dan biologi yang kemudian di kerucutkan menjadi topik ibadah, suasana terlengang, segar, minim getaran, etheric dan khusyu adalah waktu tahajud atau jam dua belas ke atas. Di waktu ini akan terjadi kemungkinan asumsi teori The quietest place on earth yaitu seputar -9dBA.

Dan Sesungguhnya kalau kita bicara secara objektif, ini bukan masalah tempat alam luaran. Sebab secara telinga kasar, manusia hanya mampu menangkap pada batas tekanan gelombang udara 20 micropascal atawa 0 dB. Setelah itu telinga fisik akan blank. ...Nasi gudeg warna merah. Budeg ah...

Padahal sebetulnya sih, di bawah itu yang terdengar adalah dynamic pergerakan blueprint manusia. Bagi yang biasa tahajud, kalau disadari dan dikehendaki berhenti di keadaan itu, pasti akan terdengar desingan sinyal sine wave alias ngiiii...iiing. Kemudian mulai muncul seperti sinyal pink noise kayak suara gemuruh banjir bandang. Sesungguhnya suara itu adalah suara aliran darah.

Orang yang mendengar wilayah ringing bel dan gemuruh ini, bila secara pemahaman dan peletakan hati tidak siap, ia akan mengalami freak out alias sedikit bocor alus, sinting.Hal ini telah dibuktikan pada percobaan ruang anechoic chamber.

Sering terjadi, dalam kondisi ini banyak orang mengaku menjadi dukun yang suka menebak nasib orang sampai mendeklarasikan diri menjadi Imam Mahdi. Di wilayah ini memang banyak mencetak spiritualis instan atau sufi gadungan yang masih kental butuh pengakuan akan kebisaan diri.

Ketika angan-angan, ego, dan nafsu belum diredakan, orang yang masuk ruang ini dalam keadaan tanpa cahaya, paling hanya bertahan lima belas menitan. Sebab ia akan mendengar bahkan muncul gambaran yang tidak - tidak. Padahal ini adalah wujud ketidak teraturan impuls syaraf tak tertata, yang mewujud menjadi rangkaian gambar dan suara dalam imaji, yang teramplifier berkali-kali seakan-akan meloncat ke realitas. Persis seperti OHP atau LCD projector.

Sketsa blueprint jalan darah ini hanya bisa dibaca dengan baik dan benar oleh orang yang menaruh kedirian pada wilayah kekhusyukan dan kesabaran. Sikap sholat atau dzikrullah. Di wilayah ini akan terjadi pengajaran seperti yang digamblangkan pada Surah Al Alaq ayat 1-5. Yah, segumpal darah itu mengangkut milyaran kalam data tak terkira yang telah dibentangkan dengan nyata oleh Allah.

Masalahnya sih yang dinamakan nyata itu, ternyata tiap orang berbeda-beda. Karena nilai empiris setiap manusia sangat tergantung pada sebuah perjalanan yang pernah ditempuh. Bisa jadi bagi seseorang hal itu begitu nyata, tetapi bagi yang lain dianggap utopia hanya karena belum pernah mencecapnya.

Sikap khusyu dan sabar laksana seeokor kucing yang akan menangkap tikus. SI kucing tak peduli seupil pun kondisi sekitar. Tak perlu menganalisa atau menebak. Sebab analisa dan main tebak-tebakan akan membuat penafsiran dan angan-angan yang malah membuat teledor sebuah pencapaian.

Berapa lama waktu pasti dilewati. Yang dia tuju hanya satu, menunggu keluarnya tikus dari liang. Ya, hanya menunggu dengan kesungguhan. Dan tiba-tiba secepat kilat...Gotcha...! dapat !. Mungkin begitulah gambaran kasar orang yang ingin membaca informasi di darah yang lagi didistribusikan ke seluruh tubuh.

Kondisi khusyu membaca kalam data yang dibawa darah itu seperti mekanisme memperlambat gerakan frame per second sebuah film. Sehingga kita bisa melihat dengan detil bagian - bagian yang banyak terlewati dan kabur ketika film diputar dengan keadaan normal. Layaknya film, dalam kondisi normal kita hanya bisa melihat adegan per detik. Padahal dalam satu detik sudah ada 24-30 adegan gambar berlainan. Malah saat ini tehnologi film sudah mengarah ke 60fps. Bahkan game mencapai ratusan fps. Lha kalau darah kan isinya frame tak terhingga per second....

Maka makin khusyu seseorang, makin banyak hal yang bisa dibaca dengan teliti. Itulah nikmat sebuah pengajaran tiada tanding tiada banding.

Dan suatu saat bila perjalanan ruhani kita mampir melewati wilayah ini, kita akan tahu bahwa sesungguhnya mekanisme berfikir itu otomatis. Sudah berjalan sendiri dari sononya sesuai kapasitas kekhalifahan tiap orang .Tanpa kita perintah seupil pun. Persis seperti denyut nafas yang kayaknya bisa kita tahan atau kita percepat untuk asah ilmu kanuragan. Padahal samasekali tidak. Kecuali tindakan itu hanya memunculkan sifat rumongso yang sulit ditolong. Inilah secuil makna lauhil mahfudz. Wilayah di mana jodoh, rejeki dan mati sudah dapat diintip timingnya. Bukan lagi hal ghaib.

Intinya dibalik kerumitan data yang bisa menciptakan manusia menjadi apapun, titik puncaknya manusia hanya memilih jadi Islam atau kufur. Menjadi sang penyaksi atau sang penyangsi. Jadi Qabil atau habil. Jadi yang terima atau tidak. Mukhlis atau mungkar. Jadi Firaun atau sang pengabdi.Tak peduli seberapa tinggi derajat keilmuan, kekayaan, pengalaman dan kualitas keturunan.

Memang sih kelihatannya sepintas Al Quran memuat banyak konsep afalaa ta'qilun, tatafakkaruun, tubsiruun. Padahal konsep ayat-ayat ini adalah konsep peringatan, sindiran dan pembuktian Allah atas sebuah kemutlakan. Titik tumpunya bukan berfikir atau tafakur seperti tafsir ego kita. Tapi untuk mensyahadati dan mengetahui Siapa yang memberi pertanyaan itu. Setelah itu barulah kita paham bahwa sebenarnya kita ini sunguh-sungguh bisa berfikir atau tidak. Diperjalankan atau jalan sak karepe dewe....

Kemudian sampailah kita pada pembenaran dawuh rasulullah bahwa konten subhanallah itu lebih dari segala isi alam ini. Dan itu ternyata bukan hanya sekedar kalimat, rangkaian huruf, konsep atau filosofi doang. Melainkan benar-benar sebuah realitas terjaga yang berdiri sendiri. Hanya bisa di tembus orang yang mau memukhliskan kedirian.

Kembali lagi urusan konversi audio menjadi bahasan ruhani, sekedar pengistilahan, jadi dzikir anechoic hakekatnya adalah dzikir ruh, Subhanallah. Maha Suci. Dimana wilayah itu tidak ada lagi interferensi pergerakan apapun, tak tercampur faktor apapun. Qiyyamuhu bi nafsi. Tak memantul untuk urusan imbalan dan sejenisnya. Keadaan yang mengarah pada kemengertian bahwa Allah itu benar-benar mutlak, Murni, Maha Esa, dan Ahadnya segala aspek.

Bila kita enggan menapaki wilayah ini, maka dzikir subhanallah yang kita lafalkan sehari-hari jangan-jangan hanya mekanisme pemahaman burung beo. Dimana segala sesuatu hanya sesuai dengan fotokopi hafalan di memorinya.

Memang masalahnya sih kita ini kalau bicara dzikir ruh pasti pesimis. Bagaimana bisa lha wong kita tidak diberi pengetahuan tentang ruh kecuali dikit. Biasanya kita selalu berujar begini.

Lhadalah...kita ini memang aneh ya...kalau Allah sudah jelas memberi gambaran bahwa dunia ini sangat kecil dan sedikit bagai debu, kok ya kita ini bisa kejar dan ngudal -udal sampe muncul peradaban tehno yang sangat mengagumkan. Kita bisa menyebut pola-pola hukum materi dengan ilmu fisik ( a ) karena ada aksi reaksi gerakan partikel dan energi. Dan akhirnya mau mengakui total secara badani (lahiriyah ) atau “otakiyah” ( realitas idea ) karena kedirian kita mampu bersinergi di wilayah itu.

Sedangkan kalau urusan yang sedikit itu bernama ruh, pasti kita menafikan, meremehkan atau malah lari tunggang langgang baik secara akal maupun mental. Cap kita hanya bilang, ah itu hanya sensasi...itu hanya perasaan...era tahayul...phobia, delusif, katarsis, khayalan tingkat tinggi, nggak muiiin...

Jangan kaget, karena kita anti menujunya, suatu saat pasti kita akan berani ngomong kayak orang jahiliyah..ah itu kan kayak Muhammad yang lagi kumat ayan. Tukang ngigau !

Padahal bila sedikit saja diteruskan setelah melewati wawasan terlembut mengenai inti atom ataupun renik eukaryot - prokaryot, kalau kita tersadar, disitulah baru muncul pengetahuan sifatullah. Di wilayah ini akan muncul yang dinamakan “ kecerdasan keimanan “. Yup, mungkin ini sekedar istilah baru yang iseng saya buat. Sekedar membuat garis batas yang tegas ( bagi diri saya sendiri ).

He…he jadi bukan kecerdasan spiritual lagi lho…sebab kata Pak Abu Sangkan kecerdasan spiritual sudah salah kaprah menjadi spiritual digital dan sejenisnya. Tapi ada benarnya juga sih kecerdasan spiritual digital itu. Jongkok persoalannya, kecerdasan spiritual digital itu adalah wilayah puncak af’al lelaku yang berposisi sebagai pelepasan terompah Musa di Bukit Tursina yang suci. Sama sekali bukan akhir perjalanan.

Bila terompah yang bermaknakan kendaraan ilmu pengetahuan, pengalaman, harga diri, kekayaan dan lain-lain tak sanggup diikhlaskan, ya terhentilah segala pencarian menuju pusat Adanya Sesuatu. Dan makna bukit tursina adalah terminal di mana pendakian hati kita mulai sumeleh tunduk mengakui la haula wala quwwataa ila billah dengan segamblang - gamblangnya. Bukan lagi sebatas penjabaran penafsiran ikut-ikutan.

Ah...sesungguhnya perjalanan ke arah ruh yang sedikit saja itu sudah mampu menyimak tabir hakekat kenikmatan dan kemakmuran. Tanpa perlu peralatan ukur semacam anechoic chamber, osiloskop, DSP, ECG, Radar Cross Section Measurement, sonar, FFT, dan sejenisnya. Karena manusia dibekali kelengkapan alat tercanggih yang pernah ada di muka bumi ini. Lha wong namanya saja insan kamil buatan Tuhan he ! Mosok kalah sama alat buatan manusia....

Eit..tapi gimana cara membuktikan dan mencapainya ya...? Ini kan jaman modern bro...! masak kita orang mau dikadali dengan tulisan semacam ini...

cara yang paling gampang adalah cintai Allah semampumu, maka Allah akan meng"iqra'kan dirimu secara bertahap sesuai dengan kadar kamus bahasa kekhalifahan hidupmu. Titik.

Cara paling rumit, bacalah apa saja yang ada di google search enginee ( hhmmm... ), di seluruh perpustakaan universitas dunia, di kitab - kitab kuning yang tersebar di seluruh jazirah Arab Indonesia, di jantung kebudayaan primitif sampai kosmopolit, diperkamen naskah-naskah kuno, di riak-riak para spiritualis yang berada di gunung, hutan, samudera, tempat -tempat suci, di konsep animisme dinamis modern yang mengatakan benda buatan manusia itu punya power dan di mobilitas seluruh mahluk beserta gejala alamnya.

Sampai pada titik waktu yang pasti terjadi, akalmu tak sanggup lagi menjangkaunya hingga engkau tertunduk lesu dan bertanya " Di manakah sesungguhnya perhentian akhir...aku tahluk...aku kapok...aku menyerah...dan aku berserah...aku berislam...

Mungkin mulutmu akan terbungkam rapat tak sanggup berucap lagi. Tapi jiwa ragamu akan bersyahadat dengan dahsyatnya menggedor- gedor seluruh penjuru tubuh,, menarik-narik pejal syarafmu, mengoyak moyak silang sengkarut auramu, dan meremas-kencang-kencang organ tubuhmu hingga keluar rintihan termelas dalam hidupmu ......

Waduh, pusing juga ya sekedar mbahas telinga kok malah mblakrak nggak karu-karuan. Tapi sudahlah, tulisan ini jangan terlalu diseriusi daripada bikin puyeng. He...he saya yang nulis juga puyeng sendiri rek !. Sebab jangankan ngomong menelisik dynamic blueprint lauhil mahfudz dengan perantara telinga, lha wong menghafal rentang karakter frekwensi ambang dengar normal 20 Hz - 20 kHz untuk urusan pekerjaan audio sehari-hari saja masih meleset amburadul.

Mungkin juga sampeyan dan saya sendiri setelah baca tulisan ini banyak yang lupa istilah-istilah dan rumusan njlimet tentang sedikit konsep audio. Atau malah menganggap tulisan ini sampah yang nyasar secara rutin dalam email. Tapi nggak apalah... asalkan yang penting tidak lupa sama yang bikin telinga...Allah


Wassalam, semoga memiliki golden ear.

Dody Ide

8 komentar:

  1. maaf kang sebelumnya...mau nanya untuk sholat yuk ada album-nya ngga ya?
    Ini rada nyimpang dari postingan...

    BalasHapus
  2. masih ditarik dari peredaran. ada rencana kesepakatan baru dg prod afi junior / nunggu klip 1 album. yg kemarin hanya cd audio ( bukan video cd )

    BalasHapus
  3. *lihat komen Mas Dody di atas*
    lah, album seperti itu kok bisa ditarik dari peledaran, memang membahayakan negara gitu?
    .
    maaf, sekedar tanya...

    BalasHapus
  4. Salam kenal mas Dody Ide, izin link url nya ke blog saya, trims

    BalasHapus
  5. Monggo mas Abdul...sak kerso...

    BalasHapus
  6. Postingan blm dibaca utuh..

    ternyata oh ternyata...
    tralala...trilili

    *melenggang kakung sambil bersiul-siulan*

    PS: padhang jingglang tu artina apa?

    BalasHapus
  7. distempel...

    "APPROVED"

    *Mission Accomplished*

    BalasHapus
  8. mas mau tanya itu ruanganya dindingnya kan seperti pyramid-piramid gtu? nah itu rumus menentukan dimensi piramidnya gmn ya mas?

    BalasHapus