Sabtu, 26 Februari 2011

KUN !



Jadi ! maka jadilah….


Ada dua mode “Kun” yang sangat tipis bedanya. Kun pertama adalah memerintah dan Kun ke dua adalah diperintah. ..

Kun memerintah harus digapai sebagai pembuktian bahwa manusia dianugerahi potensi super dahsyat untuk memerintah segala medan energi dan materi melalui ilmu modern tertinggi sepanjang abad, yaitu kecepatan cahaya, Buroq - kecepatan terwujudnya sesuatu yang baru tersebut beriringan dengan munculnya krenteg dan ucapan. Seketika, alias Sabdo Pandhito Ratu…

Mode ini berguna untuk mengantarkan manusia kepada syahadat awal yang sesungguhnya. Syahadat pembuktian, bukan sekedar syahadat ucap.

Syahadat dimana kita menyaksikan bagaimana Nur ala Nur, Cahaya Maha Cahaya sangat bersifat Rahman Rahim mengabulkan segala apa saja yang kita butuhkan tanpa kata tunda, tanpa jeda waktu alias tanpa InsyaAllah yang sifatnya tak jelas kapan terkabulnya…

Ya, karena Allah memang sudah benar benar mengijinkan menjadikan seketika itu. Kontan ! karena ayatnya jelas – jelas berbunyi “ berdoalah kepadaKu niscaya Kukabulkan...”

Kata niscaya adalah sebuah makna kata terpercaya, mujarab , express dan pasti seketika. Seperti iklan pakailah kalpanax, niscaya panu musnah seketika…

Kata niscaya menunjukkan sebuah kehebatan cespleng bila digunakan dengan benar dan tidak salah obat…dalam hal ini, bila doa kita tak terkabul -kabul, berarti jangan – jangan kita tidak berdoa kepadaKU, alias salah obat…sehingga sistem keniscayaan itu tak berfungsi…

Sedang mode Kun diperintah sebagai pembuktian bahwa kita diijinkan mengerjakan sesuatu tanpa kita bisa menolak. Padahal kita tak punya keinginan atas hal itu, juga tak punya kapabilitas terhadap hal itu.

Dampak dari kondisi Kun mode diperintah ini adalah hati yang suwung, tak hirau suka, duka ataupun pengharapan. Alias Ikhlas.

Sesukses dan sedahsyat apapun karya kita di hadapan manusia, kita tetap biasa - biasa aja layaknya orang kebanyakan. Tak pernah merasa jadi orang khusus laiknya selebritis. Baik selebritis artis, selebritis politis, selebritis milyuner maupun selebritis ulama dan spiritualis.

Hal ini karena kita benar – benar tak bisa merasa memiliki ilmu tersebut, ummi.

Tak heran Kanjeng nabi hanya manjing bermukim di Kun mode dua ini sebagai wujud keberserahan diri, Islam. Walau beliau sangat bisa “memainkan” Kun mode pertama. Terbukti setiap doa beliau langsung terkabul tanpa kata tunda. Nabi mendoakan sahabat yang miskin, secara drastis berubah sangat kaya raya. Nabi berdoa mohon air karena umatnya kehausan di padang pasir, seketika itu jari beliau deras mengeluarkan air kayak pancuran PDAM…

Dan semua doa itu untuk umatnya. Sama sekali bukan untuk kepuasan alam materi dan kedigdayaan medan energi pribadinya. Kun model ke dua inilah yang dimaksud bersaksi lalu tunduk, manut, berserah atas kehendak perintah Maha Ahad, Islam. Sebuah kesaksian yang sempurna, kamilun mukamil…

Ya, karena bersaksi belum tentu tunduk… Laiknya seperti iblis, sebelum manusia ada, ia lebih dulu bersyahadat menyaksikan Allah dengan sebenar – benarnya dan sejelas – jelasnya syahadat secara face to face…

Sayangnya ia membangkang terhadap Kun ke dua, Kun diperintah…ia membantah karena diperintah gak enak, karena harus manut mensujudi kejadian Adam yang di”Kun” menjadi mahluk lemah yang harus setia menjalankan titah melewati gelap terang, padhang pethengnya perjalanan kekhalifahan dunia. Keadaan Adam dianggap sebagai pengganggu stabilitas keamanan, kenyamanan dan kedigdayaan diri si iblis.

He he he…persis seperti kita yang tak pernah terima dan ingin melarikan diri menuruti angan – angan bahwa esok atau masa lalu lebih baik daripada keadaan saat ini. Kehidupan kita selalu diisi dengan “Nanti kalau saya sudah punya bla bla bla...pasti saya akan bahagia...gak gini – gini teyuusss...seandainya dulu bla bla bla...pasti sekarang akan bal bil bul......”

Hufhh! rumit ya....PeDe memastikan esok lebih baik, tetapi tak bisa memastikan kebahagiaan saat ini. Padahal kebahagiaan esok adalah panen dari tabungan latihan bahagia saat ini. Dan saat ini adalah tabungan mental kemarin yang jarang kita sadari.

Akhirnya karena tak pernah terima dengan keadaan saat ini, hidup kita diisi dengan Kun pertama yang bercampur liarnya angan – angan. Kata ahli fisika, ini disebut cahaya yang perjalanannya terguncang melemah karena sendatan - sendatan partikel materi hingga pembelokannya tak tentu arah dan menimbulkan gesekan panas. Alias cahaya yang menurun kualitasnya menjadi api-bahan dasar iblis…

Ah... cahaya yang tak menenangkan hati dan fikiran….. nur yang berubah menjadi naar, neraka...hadoooh!

*

Hmmh... padahal bagi pribadi begitu jelas ayat Kun fayakun…jadilah maka jadi, yang kalimat ini memaknakan sebuah proses tanpa memerlukan ritual ataupun ikhtiar “ngoyo” memaksakan kehendak diri. Kalimat yang memaknakan lepas mengalir karena sudah diperintah dan mengikuti perintah mutlak tiada tanding….

Ketika Kun diperintah mengalir ke diri, maka tak ada gundah dalam hati. Persis kayak orang yang di”Kun” diperintah Allah mengalami kekurangan materi tetapi ternyata ia tak pernah berkeluh kesah. Kita bisa mengambil contoh Nabi Ayub. Atau orang yang di”Kun” Allah jadi kaya dan pandai tanpa ia merasa bekerja keras dan tak ada kegentaran kehilangan harta. Kita bisa mengambil contoh Nabi Sulaiman.

Jadi di sini bisa kita tarik kesimpulan mudah tentang pembedaan antara Kun diperintah dengan Kun memerintah.

Kun diperintah tak mengenal sumpek dan liarnya pikiran walau pada realitas wadagnya terjadi gelap terang layaknya kehidupan umumnya.

Sedang Kun memerintah prosesnya penuh ambisi, bergejolak tak jenak menjalani hidup di saat paling Ini...tujuannya hanya ingin melarikan diri dari ketertekanan hidup yang sesungguhnya harus dilalui demi sebuah kepatuhan ketundukan proses pengenalan jati diri.

Kun memerintah tetaplah iradah kehendak ego nafsu terselubung walau ia dapat terwujud dalam hitungan detik dan bersifat “non logis”. Pun walau laku latihannya melalui tahajjud, wirid, zikir olah nafas, puasa senin kamis, ngebleng ataupun mutih empatpuluh hari...

Iradah ego diri adalah pertanggungjawaban nafsu pribadi beserta segala kerepotan di perjalanan akhirnya. Sedang iradah Allah adalah jaminan Allah dengan kemanisan, kelembutan dan kecerdasan solusinya.

He..he..he…jadi mbok jangan sedikit - sedikit coba – coba tas tes bilang kan kun kan kun ae rek…! kalau ternyata masih untuk keselamatan dan kenyamanan ego pribadi.

Karena setiap kun tahap pertama bila digunakan akan meminta pertanggungjawaban di lain waktu yang tak kita sangka dan kita sadari kedatangan tagihannya. Persis orang yang menginginkan sapi, pastilah tahinya mengikuti … bila tahi itu tak dibersihkan, pasti sapi akan berubah berbalik menjadi sumber infeksi...hiiiiiiiii...........

Sedang Kun tahap kedua bebas pertanggungjawaban, bebas mahar ataupun zakat. Karena ketika kita diperjalankan oleh Kun diperintah, itu sudah bagian dari zakat dan waqaf pribadi….itulah cipratan makna surgawi…dimana apa yang kita makan tak akan mengandung tahi…

Jadi, gunakan Kun tahap awal bila hanya keluarga atau sahabat meminta dalam keadaan sangat – sangat – sangat suangaaaaatt terpaksa…dan syaratnya kita sendiri sudah bermukim di tahap Kun ke dua…dimana pribadi dalam keadaan suwung tak menghiraukan lagi suka, duka ataupun pengharapan. Ikhlas…

Tapi seperti biasa, tulisan ini bersifat be’e lho yooo….semoga segala kejadian memberikan pelajaran ketundukan….manut…manuuuuuuutt……….berserah...berseraaaaah....

Hadeeeeeh...belajar Islam sing kari berserah diri iki kok cek uangeeeeele se reeeek ...! opo’o yo ? sebelah endhi sing error, sebelah endhi sing bocor alus ??? mboh kah.....

Wassalam, makmum ngeyelan...

Dody ide

www.padhangjingglang.blogspot.com