Rabu, 19 Agustus 2009

Rasulullah yang Puasa, Rasulullah yang Hidup Syahid


Sebentar lagi kita memasuki bulan puasa. Pertanyaan sederhana, seberapa puasa diri kita atau seberapa puas diri kita atau bahkan seberapa tidak puaskah diri kita.

Rasulullah sangat paham dan expert dalam bidang ekonomi. Peninggalan kantor administrasi Khadijjah coorporate nya masih dapat dilacak jejaknya di sepanjang jazirah Arab. Beliau juga mampu mendidik sahabatnya sampai mempunyai kekayaan layaknya Warren Buffet era kini, dan itu real cash passive income mencapai lebih 200 milyar sebulan per individu, bukan sebatas pergerakan saham bluechip yang derivatif - fluktuatif.

Tetapi dalam hidupnya, beliau sangat puasa. bajunya hanya tiga pasang, hidupnya hanya di petak rumah tak lebih dari RSS jaman sekarang.

Kalau Musa mampu membelah lautan, Muhammad bahkan lebih. Beliau malah mampu membelah bulan secara sempurna kemudian menangkupkannya kembali. Dan bekas guratan belahaan itu memang benar -benar ada dan bisa kita lihat, tentu bagi yang suka ilmu astronomi hal ini tak terbantahkan fakta ilmiahnya. Tetapi Muhammad bukanlah orang yang menggunakan kekuatan seperti itu untuk melumat orang yang memusuhi layaknya karakter Musa yang menenggelamkan Firaun.

Beliau sangat berpuasa untuk tidak meneror yang memusuhinya, walaupun sangat mampu.

Muhammad adalah pewahyu Quran yang melompati kemutakhiran segala jaman. Beberapa ulama scientis Indonesia secara diam-diam ( karena kurang mendapat respon luas dalam negeri ) telah mendapatkan penghargaan tertinggi di Jepang, British Library dan Yayasan Einstein berkat penguakan bahwa di balik susuanan ayat, jumlah kata, karakter huruf, rincian kalimat adalah kompleksitas rumusan ilmu pengetahuan eksak plus non eksak tercanggih, sangat rasionil dan sangat tak terjangkau di kekinian ( irrasionil ).

Para beliau melihat rahasia ini begitu mudahnya persis seperti para ahli kimia melihat rumus H2O atau proton neutron yang bagi orang awam sudah bikin pusing...

Ah, tetapi ketawadhuan beliau, kesederhanaan beliau mampu menyelimuti rapat hal -hal yang demikian sehingga seakan-akan dibalik kedigdayan dan supra kecerdasan itu, Muhammad malah lebih menonjol ke"ummi"annya. Dan memang begitulah prasarat seorang massanger paripurna. Sosok itu haruslah sangat rendah hati, punya kemampuan menahan diri untuk tidak menonjol dan punya kemampuan menemani segala lapisan masyarakat.

Kalau dalam isitlah Jawa, kesuperan Rasulullah ini dikenal dengan rumusan dua konsep " nglurug tanpo bolo ' alias menghadapi seseorang dengan jiwa besar seorang diri tanpa membawa bala tentara, entah yang bersifat pasukan beneran, pasukan keturunan darah biru, pasukan referensi ilmu pengetahuan, pasukan gelar, pasukan kekayaan, pasukan jaringan politik dan lain sebagainya. Dan berdampak pada konsep kedua, " menang tanpo ngasorake " alias unggul tanpa merendahkan. Flat, sejajar.

Rasulullah lebih mengutamakan pembicaraan dari hati kehati, alias dari ruh ke ruh. Sebab di luar itu kurang menyentuh ruang universal, alasannya sederhana, tidak semua orang pandai, tidak semua orang kaya dan tidak semua orang berasal dari keturunan yang menguntungkan.

Dan memang faktanya, adakah yang yang lebih universal dari ruh ? sampai - sampai begitu agung posisi ruh ini ditegaskan dengan kalimat "mirruhi" oleh Allah - sebuah ungkapan yang sangat pribadi dari Allah sendiri. Kalau ilmu, harta dan ketubuhan ya sudah selesai hanya sampai pada prosesi pemakaman. Sebab semua itu hanyalah bekalan penguakan kesyukuran atau kekufuran hidup di dunia.

Sesudah fase itu, pertanyaan awal cuma satu, " Man Rabbuka ". Dan nggak mungkin jawabannya keluar konteks misalnya " lho posisi saya kan ulama kok nanya gitu sih.. lha kan saya ini sudah berfikir mati-matian atas kejadian alam...saya ini sudah berderma kemana - mana lho...saya anaknya ustadz lho...dll. Padahal jawaban yang dibutuhkan cuma singkat, jelas dan cepat, " Ya Ini...Allah..". Bukan ya itu, bukan ya sana, buka ya di antah brantah, bukan ya nanti...bukan ya tak terjangkau...

Tetapi sesungguhnya konsep Innalillahi wa inna ilaihi rajiun bukan hanya ditujukan kepada orang yang mati saja. Konsep ini seharusnya berjalan dalam diri kita detik demi detik seperti keluar masuknya nafas. Ketika dalam hidup seseorang hanya bisa berkata innalillahi tetapi tak mampu meneruskan penggalan kalimat wa innalillahi rajiun, maka sangat mudah dipastikan orang tersebut akan mudah stress, gedhe rumongso, merasa paling bisa dan sejenisnya.

Tetapi nggak usahlah kita membahas sifat orang, toh sebenarnya hal itu sudah menyiksa bagi pelakunya. Biasanya ketidaknyamanan lambung, tengkuk, daerah mata dan dada sudah menjadi imbalan pasti.

Wa inna ilaihi raajiun adalah konsep puasa sesungguhnya seperti yang dicontohkan Rasulullah. Konsep ini sangat bertalian erat dengan aplikasi ucap alhamdulillah. Tetapi lucunya, kita ini kalau bilang kalimat hamdallah masiiih sajjja diembel-embeli kalimat pelengkap keakuan diri.

Tidak percaya ? coba, betapa lancarnya kita tidak sadar ngomong misalnya" alhamdulillah...akhirnya sempurna sudah karyaku ini. Lho? yo opo se rek..! lha wong sudah bilang Alhamdulillah yang berarti segala puji bagi Allah, lha kok masih memuji kesempurnaan karya sendiri. Allah ya Allah, nggak usah ditambahi dengan ku - ku yang kecil tapi suka ngeyel ini.

Bentuk kongkrit fisik konsep innalillahi wa innalillahi rajiun yang kontekstual pada jaman ini, kalau meluruskan konsep demokrasi, seharusnya adalah dari Allah, oleh Allah, untuk Allah. Misalnya Bahwa hutan adalah pemberian dari Allah, maka selanjutnya konsep "oleh Allah" adalah pengelolahannya harus berdasarkan rujukan - rujukan Quran yang berfungsi memakmurkan bumi.

Namun memang paling berat adalah titik tumpu kalimat wa inna ilaihi atau " oleh Allah" ini. Sering kali karena kita emosi, segala sesuatu daya yang di"oleh"i Allah kita anggap kitalah yang berdaya. Seakan-akan kita lah yang menentukan gerak jutaan partikel atom dalam diri. Sepertinya kita sendiri yang mampu memompa jantung, menggerakkan aliran darah. Sampai - sampai sistem otomatis yang begitu hebat ini kita anggap biasa dan nggak perlu kita telisik titik sumbernya.

Dan pembelokan - pembelokan ini yang menyebabkan kita keluar dari jalan lurus ihdinassirathal mustaqim. Sehingga seakan -akan walau kita ini sungguh - sungguh punya niat berjihad Islam, tetapi banyak sekali realitasnya yang mengedepankan nafsu "gedhe rumongso". Seakan -akan tanpa keringat kita, Islam akan hancur, akan musnah, akan selalu dalam kebodohan.

Sik..sik kita ini siapa sih ? wong kita ini debu...dan mampukah setitik debu ini mengubah arah angin ? tak terbalikkah ?

Lho, tapi bagaimana dengan konsep ikhtiar ? Mungkin sudah mblenger kita dengar nasehat pak kyai yang menyitir Quran " Allah tidak merubah nasib suatu kaum hingga kaum itu merubah diri sendiri ". Memang, hal ini sering kita kaitkan dengan perubahan nasib dari kurang untung jadi berubah mujur.

Tetapi yang sering kita lupa meneliti, ayat ini ( Al Anfal 53 ) begitu jelas menyebutkan kalimat " nikmat yang telah diberikan ". Maknanya, sesungguhnya nikmat kita ini tiap hari bertambah, tetapi penyikapan pada titik bersyukur yang sesungguhnya tak pernah kita rubah.

Sebelumnya dalam hal ini, mohon maaf, saya bukan ahli tafsir, tetapi Quran adalah pegangan hidup. Jadi di wilayah ini tidak saya tafsir, tetapi saya benturkan dengan realitas keseharian saja.

Kalau perubahan secara fisik saja, toh apa artinya. Tanpa ikhtiar pun mekanisme sunatullah Allah akan memaksa pada keadaan itu karena janji Allah akan menggilirkan kejayaan suatu kaum secara bergantian. Dan intinya lagi-lagi agar umat atau suatu kaum supaya bersaksi dan belajar ( Ali Imran 140 ).

Pertanyaannya, sejalankah perolehan materi ini dengan rasa bahagia dalam diri ? kenapa negara maju tingkat stress dan angka bunuh dirinya lebih banyak ? kenapa Pakde Di bisa tidur pulas di becaknya padahal debu dan suara jalan raya begitu bising, sedangkan teman saya yang keluarganya punya padhang pasir biji timah hitam dan berumah banyak masih insomnia ?

Lalu sesungguhnya apa sih yang Allah perintahkan agar kita berubah ? tentu adalah mental dan penyikapan - penyikapan kita terhadap realitas.

Konsep oleh Allah adalah, konsep syahadah. Sebuah konsep penyaksian yang gampang - gampang mudah. Sebuah konsep di mana seorang hamba diperintah full bersaksi atas segala kejadian, dipaksa untuk mempelajarinya, dan diwajibkan ( kun ) untuk mencari jalan keluar terbaik ( bil hikmah ). Tiga hal inilah yang seharusnya kita sebut dengan konsep hidup syahid. Sebuah konsep yang tantangannya luar biasa.

Sampai - sampai rasulullah mengajarkan bahwa awal berislam adalah syahadah, bersaksi dalam keadaan hidup. Tentu beliau lah maestro hidup syahid, dan beliau tidak mati syahid bila dikaitkan dengan qital. Tetapi apa kita meragukan bahwa beliau tidak mati syahid ? monggo dijawab sendiri -sendi...ri...

Begitu capek deh nya hidup syahid ini. Bagaimana tidak, konsep syahadah, konsep iqra dan konsep bil hikmah harus selalu jalan bareng tanpa ada yang tertinggal salah satunya. Titik tujuan akhir tiga hal inilah yang disebut rahmatan lil 'alamien.

Kadangkala, mengidealkan hidup syahid inilah yang membuat orang frustasi dan dengan mudah melegalkan konsep mati syahid secara sembrono. Padahal semasa hidup rasulullah aturan mainnya sangat ketat. Sampai-sampai Sayyidina Ali saja tidak jadi membunuh musuhnya hanya karena beliau teliti ada pergerakan hati yang diselimuti hawa nafsu pribadi. Padahal peluang menghancurkan 100 % ada.

Dan kejadian seperti ini memang tidak mudah dihadapi, terbukti ketika penahlukan kembali kota Makkah oleh rasulullah, banyak sahabat yang keburu nafsu balas dendam karena pernah diperlakukan semena -mena. Tetapi untunglah panutan kita adalah Sang Paripurna Rasulullah Muhammad, bukan Musa. Sehingga hari yang awalnya direncanakan sahabat sebagai hari pembalasan, diganti beliau dengan hari kasih sayang.

Bayangkan juga bila nabinya Nuh, pasti deh..Makkah sekarang sudah jadi danau...

Wilayah tauladan penyikapan ini, bila tidak segera kita selesaikan, kita hitung sendiri ke dalam diri, lambat laun secara samar akan menjadi buah kerumitan diri. Dampaknya, supaya semua olah karya, keringat dan darah ini menjadi kooptasi momentum ego diri, seringkali sesuatu yang mudah jadi diperumit supaya terlihat eksistensi diri. Walaupun sesungguhnya pengorbanan atas hal semacam itu sangatlah mahal dan berpotensi memakan korban sekitar, entah berupa tatanan sosial bahkan nyawa.

**

Wa ba'du, Inti tulisan ini sekedar mengajak kembali pada sebuah kesederhanaan, berani berdamai dengan diri sendiri dulu, mengendapkan segala yang seakan - akan, dan belajar jadi orang biasa saja. Sebab Muhammad adalah nabi yang paling biasa dan sederhana diantara 25 lainnya.

Kenapa sih malu pada kesederhanaan dan takut jadi orang yang biasa - biasa saja ? Padahal Allah sendiri tidak pernah gemagah dan malu membuat kalimat atau konsep wahyu dengan judul yang sangat biasa, seperti An Naml ( semut ), Al Baqarah ( sapi betina ), Al Ankabuut ( laba-laba ), Al jaatsiyah ( berlutut ) ...

Lha kalau kita ini, demi sebuah elisitas kecanggihan keluar diri, karena kebanyakan nonton TV, wong cuma sekedar haus saja kadang kita ngomong " gue lagi butuh isotonik cairan elektrolit neh..lagi dehidrasi ". Mungkin yang berprofesi dokter akan tertawa geli melihat dialog itu. Lha wong itu lho... cuma campuran gula garam buat obat mencret.

Atau mungkin supaya lebih terlihat macan intelek, kita pakai bahasa gini " Tubuh saya lagi butuh Na+, K+, MG2+, Ca2+...karena terjadi asyncronisasi energi ". Mungkin malah pedagang di pasar yang nimpali omongan, " lho mas itu degan ijo kok bahasanya jadi rumit ya ? ini lho tak kasih gratis...! di sini over quota mas, kita kan stockist ( he..he..gantian pedagang kelapa mudanya sok pakai bahasa bisnis ).

Ah, kita ini terlalu berperayaan lebaran kata - kata, tetapi puasa kelaparan makna...tak pernah punya kesanggupan meringkas dan mengembalikan segala kejadian sampai pada titik puasa sesungguhnya alias ummi...

Akhirnya kita tidak mampu betah memasuki ruang puas alias bersemayam dalam rasa syukur abadi sebagai abdi yang punya kehangatan hubungan dengan Khaliknya.

Dan sungguh sayang bila waktu ramadhan yang konon katanya setan-setan dibelenggu, ternyata kita tetap tidak bisa mempuasakan cara bertindak, berfikir dan berbicara.

Tapi ya nggak apa -apalah kalau kita anggap riwayat setan dibelenggu itu hanya doktrin obsolet, lha wong memang sekarang jamannya setan kesurupan manusia....he..he..setannnya dah dibelenggu, tapi manusianya memaksa memasuki alamnya yang penuh bara...nggak bisa hening tenang layaknya lailatul qadar yang diidamkan....

Wassalam, pencari seribu bulan

Dody Ide

Rabu, 05 Agustus 2009

" Tak Gembol kemana - mana "


Dalam tahun ini saya telah kehilangan beberapa orang yang menjadi contoh laku hidup yang baik. Dua yang terakhir adalah : pertama, teman bercanda, sahabat, orang tua sekaligus pembimbing hidup. Tak perlu sebut nama, toh beliau bukan konsumsi publik dan jauh dari potongan ngetop. Yang penting saya bisa menyaksikan dengan mata kepala bahwa : beliau ikhlas dalam membimbing saya. Tak sepeserpun minta imbalan. Baik melalui keringat, ataupun harta sepeserpun, entah atas nama sodaqoh, mahar ataupun infaq. Bahkan beliau selalu tombok..

Hal lain, dalam sakitnya yang lebih dari setahun hanya terbaring dalam tidur, beliau tak pernah mengeluh. Bahkan setiap ucapannya hanyalah canda tawa dan cuma satu pesan : "sing kenceng" alias yang lurus. Hidup cuma ikut Satu.

Bahkan dengan santainya beliau berpesan pada keluarga : Minggu depan pukul 16.30 persis saya sudah kembali ke Asal. Jadi kamu-kamu nggak usah sedih. Bergembira saja, bikin kambing guling atau apalah..hidup yang enak.. Dan benar, tiga hari sebelum meninggal, beliau mandi bersih, puasa bicara, plas...! persis tiga hari kemudian pukul 16.30, Kamis, beliau wafat dengan senyuman sumeleh.

Ah, tapi tiga paragraf di atas bukanlah bagian penting untuk anda baca. Lewati saja...karena memang siklusnya demikian. Karena toh beberapa tahun ke depan kita juga akan banyak kehilangan para penjaga ruhani. Nggak perlu terlalu larut, toh ada tunas baru yang akan di persiapkan Allah, walau terasa agak lama kalau kita nggak sabar.

Contoh laku hidup kedua, tentu saja konsumsi publik, dan ini yang akan kita ulas. Adalah Mbah Surip.

Setelah meninggalnya sahabat dan pembimbing saya, eh..anak saya kok ya serasa menyindir saya terus. Lagu mbah Surip tak gendhong kemana - mana selalu dia diplesetkan " tak gembol kemana - mana, bauk tauk ! ". Plak ! syair plesetan itu memaksa saya untuk kembali berposisi ihdinasiraatal mustaqim...

Apa beda tak gendhong dengan tak gembol ? Filosofi dan pemaknaan tak ghendong adalah posisi mendekap, mengayomi, menyenangkan dan mengantarkan.Tak gendhong identik dengan kekuatan dalam kelembutan.

Sedangkan tak gembol masih wilayah mental khawatir, egosentris, takut kehilangan, dan mental keterpaksaan akan sebuah kewajiban. Tak ada kesadaran dan kebesaran hati. Tak gembol selalu membawa beban, sarat permasalahan. Gembolan adalah sesuatu yang rasa - rasanya hanya ia pribadi yang memiliki dan sifatnya juga sangat pribadi. Dan gembolan orang modern tentunya berupa dompet atau hp beserta segala isinya....

*

Kalau kita melihat Mbah Surip secara dangkal, mungkin kita hanya menyamakan dengan kengetopan artis umumnya. Padahal dalam kandungan ruhani beliau, ada sesuatu yang luar biasa. Syair yang demikian mudahnya masuk ingatan, bukanlah suatu kebetulan. Perjalanan panjang hidupnya adalah kekuatan syair itu. Ini semacam lagu jaman wali Lir-lir yang bagi kebanyakan orang nggak paham kandungan nilai, dianggap sekedar nyanyian pelepas penat.

Karakter lagu lir ilir atau tak gendhong ini adalah karakter patrap. Karakter yang bisa mengakomodir setiap pejalanan ruhani tergantung dimana ia berada. Dalam arti trap -trap atau wilyah pijakan akan men"jujurkan" dimana sesungguhnya seseorang bermukim di wilayah bathin masing-masing. Tentu untuk di bimbing sampai tujuan akhir. Kalau kita menganggap lucu ya lucu, mainan ya mainan. Tapi bagi yang terbuka kesadaran spiritualnya, tentu hal itu bukanlah syair sembarangan.

**

Ketika dalam sebuah pentas panggung kecil mengatakan bahwa lagu ini diciptakan ketika berada di Amerika, banyak orang menganggap guyonan. Orang terlanjur menganggap remeh dan tidak mungkin benar orang ini. Seperti biasa, belaiu tidak merasa terhina karena eksistensinya yang sering keliling dunia tak diakui. Jawabannya hanyalah.."ha..ha..ha I love you full " bukan main ! cibiran dibalas cinta !

Karakter Mbah Surip adalah orang yang tak tega menggurui, mengingat beliau seniman yang berolah rasa. Setiap kata yang disampaikan adalah sindiran atau nasehat super halus sehingga kita yang menyimak seakan menganggap itu bukan nasehat atau sindiran.

Coba kita lihat korelasi syair tak gendong dan wawancaranya oleh satu koran. Beliau menyebutkan bahwa tak gendhong itu adalah filosofi bis umum. Setiap penumpang siapapun dia, entah pencopet, karyawan, bos atau pelajar ya sama-sama diantarkan ke tujuan tanpa pilih kasih.

Lha kalau saya yang jadi Mbah Surip, supaya meyakinkan penyimak dan terkesan berwibawa, pasti pemilihan kata saya lebih menjurus sok intelek atau sok alim. Pasti kalau saya yang diwawancarai banyakan njawab model begini " tak gendhong itu kan sesungguhnya prinsip dienul Islam. Kosmologinya masuk wilayah Rahmatan lil alamien. Ketika seorang menjadi kyai,ustadz atau warasatul anbiya, ia harus mempunyai hati super lapang dan wawasan luas, entah mulai wawasan jadoel perdukunan sampai post modern. Mulai mahluk halus genderuwo sampai inti atom "

" Sebab bila tidak demikan, ia hanya jadi bahan tertawaan karena tidak bisa mengantarkan penumpang yang bermacam-macam profesi sampai tujuan yang semestinya. Kendaraannnya masih kelas kendaraan pribadi yang hanya bisa mengangkut orang tertentu yang ia kenal dan sukai. Alias belum sampai tahap rahmatan lil alamien "

Syair lain seperti bangun tidur, tidur lagi, bangun lagi tidur lagi...kalau bangun terus mandi ...senam pagi ...kalau lupa tidur lagi, juga bukan main ! Nggak mungkin seorang yang pernah menjadi engineer ahli pengeboran minyak kelas multinasional hanya terkesan berucap ngawur tanpa ada pesan mendalam yang sesungguhnya.

Sekali lagi, sekedar mencoba mblejeti, sesungguhnya syair itu mengidentikkan bahwa bangun adalah makna kesadaran. Tidur adalah makna ketidaksadaran alias kehilafan. Dan proses manusia selalu pada wilayah itu. Belajar, berjuang, jatuh lupa lagi, memulai lagi, membersihkan diri dan refreshing tafakur ( mandi dan senam pagi ) dst..Dalam hal bertauhid ya berarti orang itu kadang ingat kadang lupa, alias kadang kafir kadang mukmin. Dan jiwa murtad ini bisa terjadi detik demi detik silih berganti. Nggak nunggu murtad secara formal. Jadi hati-hati bikin statement mengkafirkan atau memurtadkan orang...

Ada juga lagu yang saya suka...aku sudah sembuh..aku jadi ganteng. Ini semacam pergumulan bathin seorang anak manusia yang berhasil melewati kekusutan alur pikiran untuk menemui kekhusyukan diri. Jangan dibayangkan model kehusyukan Mbah Surip dengan model kita. Wujud kekhusyukannya adalah ha..ha..ha..Tertawanya adalah aplikasi memandang bahwa semua itu Satu adanya. Sebab kata kekhusyukan toh berasal dari makna awas, tersadar, terjaga, terbebas merdeka....

Siratan syair ini mengungkapkan pernyataan tersembunyi bahwa beliau sudah sembuh dari tekanan peradaban dunia. " aku masuk ruang hampa, lima menit kemudian aku berubah jadi ganteng ha...ha..ha.." Itulah ketauhidan beliau. Memasuki wilayah hampa tak ternilai, tak terhingga, tak terucap, tak terfikir, sangat luas dan nyaman. Sehingga sejenak saja orang yang pernah memasuki wilayah itu, hidupnya jadi ganteng, sip tenan....

Dan terakhir cita- cita beliau 40 hari sebelum meninggal sudah berpesan ingin punya helikopter. Orang - orang pada tertawa. Padahal pemaknaan helikopter adalah sebuah sarana transendental ilahi. Beliau ingin mi'raj tanpa take off yang terlalu memakan lahan. Sifat helikopter tidak seperti pesawat terbang. Helikopter hanya membutuhkan lahan sedikit untuk naik secara vertikal.

Pesawat terbang itu ketika akan menuju langit butuh lahan yang panjang. Maksudnya orang kebanyakan seperti kita ini kalau mau ngomong syukur kan nunggu cita-cita terlaksana. Tentu saja cita-cita itu selalu berhubungan dengan perolehan kandungan tanah. Rata-rata orang bisa khusyu setelah fasilitas rumah, mobil, perhisan dan sejenisnya tercukupi dengan lengkap, bila perlu lebih. Baru setelah terpenuhi semua, orang dengan gagah berani merasa paling dekat dengan Tuhan.

Prinsip ini telah beliau buktikan kesetiaan pada dunia kreatifitasnya yang berpuluh tahun tanpa tersentuh hasil kemakmuran dunia. Tidak harus nunggu sukses untuk menyetiai perjalanan hidup. Bahkan setelah royalti bermilyar -milyar, ia tetap hidup sederhana merasa gak punya apa -apa. Cita -citanya hanya ingin membagikan hartanya pada anak yatim piatu.

Seakan-akan Mbah Surip menyindir," Ah..coba kalau semua perolehan itu tidak kamu miliki atau dikukuti satu persatu. Bisakah kamu terbang menjulang tinggi gagah berani seperti Kanjeng Nabi ? Bagaimana bisa kamu ingin mendapat hidayah khusyu' sedang di dalam pikiranmu masih suka nyanyi tak gembol kemana-mana ? "


( Tulisan ini sekedar mengingat dua tokoh yang bagi saya pribadi sudah pada wilayah tak gendhong....orang yang tahu tapi tak pernah merasa tahu...)


Wassalam, belum kuat nggendhong


Dody Ide

Senin, 03 Agustus 2009

Pokoke Allah, Poke , Plok !




KALAU mindset kita selalu berfikir tentang uang, maka apapun akan mengarah pada uang. Batu, makanan, nilai budaya, doktrin agama, limbah pabrik, sistem negara, frekwensi, sampai anak sendiri pun akan berakhir pada tujuan perolehan aset keuangan.

Seorang yang sangat mencintai ilmu, apa saja pasti akan dijadikan sebuah bidang keilmuan. Mulai fenomena alam sampai cara mencopet akan ia pelajari dengan sungguh-sungguh. Bahkan Tuhan pun diurai dijadikan sebuah rumus keilmuan. Dan ia akan selalu menjadi ahli di bidangnya sesuai sifat ilmu itu sendiri. Tentu, terlepas dari urusan relativitas benar-salah.

Tak lepas jika mindset kita pornografi. Bisa jadi lubang kunci, pensil, pisang, salak atau susu bayi pun sudah sangat bisa mendorong seseorang berfantasi selangit. Entah itu sifatnya imajinasi pengharapan atau kejijikan yang selalu menjadi bahasan berulang-ulang.

Akhirnya ketika kekurangan uang, ilmu ataupun bahan pornografi, kehidupan kita seakan mengkhawatirkan dan membosankan. Tak bergairah. Hambar.

Demikian juga bila kita melatih konsep Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun dan la haula wa laquwwata ila billah. Maka segala gerak kehidupan, permasalahan dan segala perniknya akan sangat mudah untuk dikembalikan kepada Allah.

Kehidupan akan jauh terasa lebih ringan. Mengasah jiwa ikhlas akan lebih mudah. Sebab konsep Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun dan la haula wa laquwwata ila billah bukan lagi hanya terhenti pada protokoler ucap mulut dan angan fikiran. Tetapi telah menyublim menjadi realitas laku keseharian, bahwa kita ini tidak ada-apanya. Fana.

Akhirnya juga, dengan kesadaran penuh, keseharian akan terasa hampa bila segala kejadian tak mampu diumpan balik kepada Allah sebagai Maha Pusat Segala Kejadian. Terlepas kita ini seorang agamawan atau orang biasa-biasa saja. Seorang pejalan ruhani atau seorang pendosa sekalipun. Ukurannya sederhana, ikhlas atau tidak.

Itulah kenapa membaca surat Al Ikhlas sebanyak tiga kali, pahala atau muatannya sama dengan membaca seluruh isi Al Quran. Bagaimana tidak, dalam surat yang sering dianggap suratnya anak baru belajar ngaji ini, titik tumpunya adalah penembusan mental ketauhidan yang luar biasa. Kalau sekedar membaca sih, semenit kita sudah bisa mencapai khatam Al Quran sebanyak dua kali. Tapi apa seremeh itu ?

Misalnya, ayat pertama adalah konsep ahad. Bisakah ahad ini tidak kita pecah, tidak kita bagi, tidak dikurangi, tidak kita kali, tidak kita tambah atau tidak kita analisa ? karena ahad adalah jelas satu, kokoh, qiyamuhu binafsi, berdiri sendiri. Secara teori matematis keilmuan sih iya, lha tapi kalau dibenturkan keadaan apa ya semudah itu ? Apa lagi keadaan itu tidak seideal ideologi kita.

*

Begitu banyak hal yang berhubungan dengan penerimaan kenikmatan dan kesesuaian cita-cita, kita bisa langsung reflek ucap Alhamdulillah sebagai tanda kita mengahadkan Allah. Tapi ketika yang tidak mengenakkan datang secara masal apakah kita bisa langsung menggenggam keahadan itu ?

Umpamanya, ( jangan diseriusi lho ) bahwa bencana tsunami sampai bom terakhir ini adalah sebuah konsep jangan sampai Nusantara menjadi bangsa yang berjaya. kenapa ? Kalau nusantara jaya, maka akan tercipta keadilan merata di seluruh dunia tanpa melalui perang. Bila ini terjadi, maka rumusan perselingkuhan konsep senjata dan minyak akan mengalami kebangkrutan serius.

Sebab watak dasar manusia nusantara mempunyai budaya adiluhung yang mampu menyelesaikan berbagai model konflik dengan elegan. Masalahnya saat ini sih cuma satu, kita kurang mengerti potensi diri sendiri. Cuman kurang memegang hadits man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu, kita tak tahu kejadian diri sehingga tak tahu arah kehendak Tuhan, atau sebaliknya.

Dalam jiwa manusia nusantara, kata "berbagi, gotong royong dan rukun menjadi satu" adalah bagian DNA yang tak terpisahkan. Hal ini kurang disetujui oleh para pemilik modal dan monopolis baik dari belahan bumi Barat maupun Timur. Karena sudah lama sekali mereka menikmati kekayaan dunia baik melalui konsep ekonomi dan doktrin yang di kemas dalam perang.

Jangan sampai manusia nusantara ini akur dan mampu mewujudkan ayat" Walillahi almashriq wa almaghrib faaynama tuwalluu fathamma wajhu Allahi. Inna Allaha wasiiun Aliim.” Dan kepunyaan Allah-lah TIMUR dan BARAT, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah:115)

Sehingga satu -satunya cara adalah mengkaburkan eksistensi nusantara, memporakporandakan, mencitrakan dengan segala keburukan, memblow up kekonyolan dan tidak mengakui. Sampai pada titik yang sudah berhasil, mental kita telah menjadi bangsa yang selalu "look up" melihat kekayaan dan kecanggihan atas apa - apa yang datang dari luar. Padahal diam-diam mereka selalu "look down" kepada kita.

Tidak percaya ? bepergianlah ke barat, bagaimanapun, secara mayoritas imajinasi mereka, anda akan tetap dianggap mahluk kulit berwarna alias warga kelas dunia. Bahkan di negara yang konon kampiun demokrasi. Anehnya kita malah sering "look up" dan bangga menceritakan kunjungan kita ke luar negeri.

Kalau ke Timur ? coba hitung berapa buaanyaak.. tenaga kerja kita yang kering keringatnya dan tersiksa fisiknya tanpa mendapat kelayakan hidup. Dan bahkan itu terjadi di wilayah jazirah yang lahir sosok mulia yang pernah bersabda " bayarlah upah buruh sebelum kering keringatnya". Ah..selalu bertepuk sebelah tangan.

Kembali lagi, bagaimana urutannya ?

Aceh adalah simpul gerbang Islam Nusantara. Dan itu ada sejarah panjang kenapa sampai disebut Serambi Makkah. Jadi ketika simpul ini rusak, semua akan mudah diuraikan.

Gempa itu sebenarnya lebih besar di Thailand. Secara ilmu analisis BMG memang demikian. Tapi jangan bilang siapa-siapa, wong ini cuma umpama, belum tentu benar. Bahwa besarnya gelombang itu kan karena ada kapal perang yang lagi nyoba senjata baru. Coba teliti lagi berita -berita di koran. Apa hubungannya, bencana kok ada kapal perang. Gak nyambung kan ?

Jadi ketika gempa di Thailand dengan peralatan canggih sudah terdeteksi merambat ke Aceh, bertepatan dengan itu, senjata baru diluncurkan. Blar...senjata ujicoba dalam laut itu menghantarkan tekanan gelombang yang luar biasa...sebuah ramuan senjata rekayasa manusia yang dianggap bencana. Inilah senjata kamuflase alami intelejen terhebat.

He..he nggak kayak kita yang belum apa -apa sudah teriak-teriak di lapangan. Belum perang, segala identitas dan aktifitas ketahuan semua. Akhirnya dengan mudah kita diciduk, difitnah dan dijadikan pesakitan.

Oh iya..nglantur.. balik maning, lalu dampaknya ? secara korban nyawa, sudahlah..innalillahi...ikhlaskan. Tapi dampak Islam apa bagi yang masih hidup ? Pertama, sesuai rencana, orang Islam itu sampai detik ini masih suka mencaci dan mengunggulkan kelompoknya. Hal ini sudah sangat diperhitungkan sebagai media self destroy mechanism. Dan pemanfaatan hal itu sangat sukses. Lho ? Ukurannya ?

Kalau kita ingat, betapa banyak komentar waktu itu, bahkan ulama mencibiri kejadian ini bahwa itulah laknat Allah karena di sana adalah ladang ganja atau pusat maksiat.

Di sini tidak ada nalar kenapa ladang ini berpuluh tahun subur ? siapa yang diuntungkan ? distribusinya kemana aja ? uangnya sudah tersebar kepusat kekuasaan mana ? Ada kandungan apa di tanah Aceh ? Kalau ada pemberontakan, senjatanya made in mana ? siapa yang menangguk untung penjualan senjata ini ? adakah barter senjata dengan daun surga ini ? berganti tren barang memabukkan jenis apakah sehingga aceh harus di gulung badai ? Apa persamaan fungsi tanaman Aceh dengan yang ditanam di pegunungan Pakistan-Afganistan ? Kenapa kedua wilayah ini punya model konflik yang nyaris sama ? Seiring dengan badai politik apa di wilayah nusantara ? dll

Ah, cara berfikir kita yang merasa tahu agama ini kok ya kayak penguasa yang zalim. Gampang menyalahkan yang kecil -kecil yang sudah jelas-jelas jadi korban tetapi selalu diam amien tanda setuju atas sebuah kejadian grand design.

Tapi yang penting, dalam grand desain ini, inti pertama sudah dapat. Kalau sebutan Serambi Mekkah saja sudah disangsikan oleh muslim nusantara, maka tinggal selangkah memporakporandakan bangunan budaya Islam yang tertanam dengan indah disetiap runutan simpul itu.

Langkah berikutnya, kita sudah sama -sama menyimak. Yah..apalagi kalau bukan sifat ashabiah kelompok. Ini juga berhasil sesuai rencana. Lihat saja efek dominonya, berapa banyak panji - panji dan bendera yang berkibar di tanah Aceh ketika bencana terjadi. Kita akan melihat sejarah manapun bahwa ketika di suatu tanah terjadi kekacauan, maka penancapan bendera adalah awal yang menentukan langkah eksistensi selanjutnya atas sebuah kelompok.

Sampai -sampai ada sebuah kelompok yang hanya bermodal bendera dan pos yang di pasang di jalan - jalan prospektif masuk wilayah bantuan. Dengan bermodal spanduk " kami menerima penyaluran bantuan ", mereka menyalurkan berton -ton bantuan keringat orang lain tetapi diselingkuhi dengan intro "ini bantuan dari kami" sambil membawa bendera kebanggaan.

Di sinilah bibit gue - gue, loe - loe mulai disemai....Islamku bukan Islammu, Islammu bukan Islamku. Dan sejak itulah sampai termutakhir kemarin, konsep ini berjalan sendiri seperti konsep bisnis MLM, spiral marketing, viral marketing, matrix dan sejenisnya dimana satu konsep brilian yang matang mampu menjadi mesin otomatis duplikasi Devide et empera jilid II secara masif.

Tapi, tapi dan tapi...pengetahuan - pengetahuan semacam ini apakah bisa dikembalikan kepada Allah bahwa ya memang harus begini dulu garis jalan takdirnya. Tanpa berusaha mengutuk, menyalahkan dan menyesali. Bukankah kita ini orang beriman yang harus yakin pada rukun iman ke enam, percaya takdir baik buruk - yang belum dan yang sudah terjadi ?

Bukankah seorang pemimpin, apalagi calon pemimpin dunia, tentu harus digembleng habis-habisan dengan segala persoalan yang sangat jauh dari nalar mapan sehingga dibutuhkan daya bathin dan keyakinan yang luar biasa untuk bisa menyelesaikan ?

Tentu juga, secara perspektif ini, mereka yang bikin ulah demikian tidak mungkin dapat bergerak sendiri..lha wong ayatnya La haulaa wala quwwata ila billah...tak ada satu gerak pun tanpa ada daya dari Allah.. hmmm... berat sekali meng'iya" terhadap ayat ini.

Dan apakah suatu saat mental kita siap seperti Mental Rasulullah yang memaafkan orang Quraisy dan memberi mereka penghidupan yang layak ketika terjadi fathul makkah versi nusantara ? Apakah kita siap menyublimkan ke dalam diri atas sifat Allah, Al Hayyu yang Maha Hidup Dan Menghidupi , tentunya di tujukan pada orang yang pernah tidak menyenangi kita ?

Inilah sesungguhnya ujian ketauhidan kita. Ujian tentang teguhnya sebuah kesaksian konsep ahad, Ujian tentang kesyahidan, ujian tentang hidup syahid, bukan sebatas mati syahid. Karena rasulullah sendiri sangat ajeg hidup syahid di tengah masyarakat, bahkan rasulullah tidak mati syahid di medan perang.

Lho, tapi sik...sik...balik maning lagi, tentang data itu, jangan ngawur dod. Kamu dapat data darimana ? ini masalah serius....

He..he, saya kan sejak kecil sudah dididik menjadi anggota FBI. Otomatis cara menganalisa suatu kejadian, ya tinggal ikut aja juklaknya, bagaimana metodenya, mana titik tumpunya, mana bunga-bunganya, mana hirarki skala prioritasnya, mana compounding blow nya, apa yang akan dikuak dan ultimate goalnya ke mana.

Ooh begitu ya...jadi selama ini kegiatanmu seperti menulis ini juga bagian dari konspirasi asing ya ? mungkin begitu kata para pembaca. Ups, jangan terlalu methentheng, saya ini suka guyon. Yang saya maksud FBI hanyalah singkatan Fans Berat Islam...Wong saya sendiri cuman pengamen dan pemimpi kok. Samasekali tidak punya jamaah, pasukan ataupun jaringan internasional yang hebat -hebat...

Karena Fans Berat Islam, maka pola berfikir dan melihat segala kejadian ya tentunya juklaknya Al Quran. Sama sekali bukan ambisi keagamaan pribadi...walaupun keduanya suangaa..at mirip...rip...rip...

Intinya, saya pribadi selalu belajar dan menyadari bahwa segala sesuatu kejadian, senang atau tidak senang, menguntungkan Islam atau tidak, harus bisa menjadi runutan balik kepada Sang Maha Muasal.

Persis merunut sebuah kejadian munculnya buah dari sebuah tanaman. Bila ilmu kita amanah, sidiq, fathonah dan tabliq seperti sifat rasulullah, pasti akan tahu bahwa beraneka bentuk buah, rasa, daun, batang dan kekokohan akar hanyalah berasal dari sebuah biji kecil dan pahit yang diliputi daya hidup, Al Hayyu.

Rumus gampangnya, wis...kuabeehh iki pokoke Gusti Allah. Ahad. Titik tik.

Kalau anda gemar facebook, anda akan melihat icon " poke " untuk menyapa teman secara personal. Allah juga demikian, bila sampeyan sudah kenceng melihat segala sesuatu dengan konsep pokoke Allah, maka Allah akan mem "poke" anda secara personal dan intens.

Plok ! segala tamparan Allah pun hanyalah sebagai sarana pemahaman, pengajaran dan kenikmatan - kenikmatan yang tak kunjung habis. Nggak perlu nunggu di surga...


Wassalam, pencari surga tak kuat neraka

Dody ide