Rabu, 07 Januari 2009

Ababil dan Israel


Cerita surat Al fiil selalu kita sangka hanya sebuah sejarah. Padahal langkah gajah - gajah itu masih berderap -derap menggegerkan. Binatang itu telah berubah wujud menjadi sebuah mesin kecongkakan yang mengguncangkan pusat ketauhidan manusia, Ka'batullah. Rumah Allah ini dari jaman dulu memang banyak disangka akan roboh, hancur, bangkrut dan ternafikan oleh serombongan pasukan besar entah itu berupa arus filsafat, pemikiran, opini kepenyairan, media informasi, iptek atau varian ilmu baru yang akan terjadi di waktu akan datang. 

Sejengkal langkah gajah sudah mampu membuat dag -dig-dug pemukiman yang akan dilewatinya. Hentakan pijakan kakinya sangat terasa walaupun kita berdiri ribuan kilometer jauhnya. Kaki yang menghunjam bumi hanyalah sebuah tamsil bahwa kekuatan utama adalah perolehan alam materi, khususnya bumi. Setiap gebrakan langkahnya membuat segala alam materi yang bertumpu pada struktur ilmu ekonomi akan berguncang hebat dan sangat menakut-nakuti umat manusia.

Perutnya yang besar menjadi central data bank setiap aktivitas manusia yang mencintai dunia. Telah terfragmentasi dengan sempurna mana aktivitas manusia yang menjadi nutrisi ekonomi si gajah, mana yang hanya menjadi limbah. Tapi limbah bukan sembarang limbah. Benda buangan ini malah menjadi bidang bisnis baru. Cukup taruh di wilayah yang senang berebut kekuasaan, pasti para perebut tahta akan saling tuduh : " Ini kotoranmu ya ! " . 

Ketika suasana panas saling tuduh, datanglah gajah menawarkan gading runcing sebagai alat pertahanan diri. Gading adalah perlambang persenjataan modern dengan segala keelitan tehnologi militer beserta strategi ilmiahnya. Strategi yang mampu menghasut para pemuka dan pemikir agar terus melanjutkan tradisi berbantahan panas-panasan. Maka langgeng lah bisnis alat militer yang mengatasnamakan perdamaian dan pertahanan diri. Dan kenyataannya, dimanapun terjadi perang, merk dan type jenis alat perang ya itu - itu saja.

Telinganya yang lebar, mata yang besar, sekarang telah menjelma menjadi tehnologi satelit dunia. Jika program google earth saja sudah bisa mengintip orang mandi dari satelit, jelas, satelitnya pasukan gajah ini lebih canggih dari itu. 

Kalaupun sekedar menangkap orang yang dianggap teroris kelas wahid sih sebenarnya sangat mudah. Sebab satelit pasukan gajah telah menggabungkan indera penglihatan, penciuman dan perabaan melalui sensor belalai mekanik yang mampu mengenali seseorang melalui pantulan common frekwensi, sonogram analyzer, bioritmik, chemistry aroma tubuh, pancaran spektrum retina mata, struktur DNA dan scanning 3 dimensi atas kecenderungan pola gerak mulai global tubuh sampai bagian terdetail seperti kebiasaan gerak mulut atau kerling mata.

Tapi kok ya yang dituduh itu nggak pernah ketangkap ya ? 

Inilah perang tingkat jenderal, tingkat ahli siasah. Tak hanya sekedar unjuk gigi kekuatan fisik dan hantam kromo main tangkap dan pukul walaupun sangat bisa. Tetapi sudah berpadu dengan kecerdasan strategi, pembentukan opini, memetic engineer, brain storming, dan kerapian mind mapping sampai pada tahap konsep self destroyer bagaimana agar sang musuh menghancurkan dirinya sendiri sebelum sang gajah melakukan apapun. 

Uff...sebuah proses kesabaran luar biasa dalam bertindak demi memenuhi ambisi keserakahan penguasaan dunia ( hhmm...aneh atau hebat ? )


**

Lalu bagaimana kita bisa menang hanya dengan ngotot mengandalkan jihad fisik yang tak lebih dari tulang dan daging ini ? padahal sang gajah telah ber evolusi-bermetamorfosa berkali-kali menjadi bentuk -bentuk baru yang telah melewati kadar ukuran fisik. 

Ataukah kita melawan dengan ilmu dan filosofi gajah itu sendiri ? Pertanyaannya, apakah kita bisa melebihi kebesaran pasukan gajah ? Mengingat bahwa plagiat tak pernah akan lebih baik dari yang asli. Paling banter mentok setingkat dibawahnya. Tak kan mampu sejajar.

Cara terbaik melawannya bukanlah dengan mengandalkan kemampuan diri kita seperti harta, keringat ataupun ilmu. Walaupun semua itu tetap harus dipenuhi sebagai sarana. Satu - satunya jalan akhir, seperti terjelaskan dalam surat Al Fiil, hanyalah pertolongan Allah semata. 

Bagaimana bentuk pertolongan itu ? berbondong - bondonglah menjadi sang Ababil... berjamaah lah menjadi burung - burung perkasa yang suci itu...

Tapi siapkah kita menjadi burung - burung Ababil ? Burung yang secara maknawi adalah mahluk yang sedikit sekali berurusan dengan tanah alias sumber kenikmatan materi. Hidupnya lebih banyak hinggap pada pohon. 

Ya, pohon sebagai perlambang kekuatan hidup, petikan nilai luhur, sistematika kebajikan, keteduhan, penyerap zat kotor dan penghasil zat suci. Hijau daunnya memaknakan semangat dan keberkahan. Akarnya mengajarkan sifat keteguhan. Batangnya mengajarkan kesejajaran derajat. Bunganya mengajarkan keindahan. Buahnya memberi rasa nyaman. Rantingnya mengajarkan jembatan hidup.

Porsi utama burung adalah udara yang meliputi alam frekwensi, rumusan gerak angin, zat etheric, zat hidup dan kelembutan partikel. Dan ini semua adalah jembatan langit

Tapi sekali lagi, siapa yang mampu menjadi burung - burung pasukan Allah ini ? Burung yang mampu mencengkram panasnya peradaban batu dunia...

Orang yang mengambil sikap hidup puasa lah yang sanggup menjadi burung dan mampu mengalahkan pasukan gajah. Tarmiihim bihijaratin min sijjil adalah gambaran lemparan batu dari tanah yang terbakar. Lalu apakah tanah yang terbakar itu ? jelas itu adalah manusia. Bukankah manusia terbuat dari unsur tanah ? dan proses pembakaran adalah sebuah konsep puasa yang membakar kalori tubuh, menggerus kotoran usus menjadikan bentuk energi murni. 

Ini manfaat puasa yang sangat basic. Manfaat bumi lapis pertama. Di wilayah ini akan terjadi proses body cleansing atau detoksifikasi. Proses yang menjadikan manusia lebih stabil secara fisik dan open mind. Manusia yang lamat-lamat mulai mampu menangkap ilham tersembunyi.

Ahh..tapi kira - kira siapa ya rombongan ababil yang sanggup melempari gajah dari atas dengan batu panas ini ? Pelemparan dari atas bermaknakan mempunyai ilmu yang lebih tinggi yang lepas dari pijakan bumi alias alam materi. Batu panas bermaknakan perubahan dan pemuaian materi padat menjadi bentuk energi dahsyat yang dihasilkan oleh tanah alias manusia itu sendiri, The Atom Man.

Kalau saya kayaknya nggak mungkin banget. lha wong orang seperti saya ini kalau lihat soto dan rawon masih ngiler rek ! Paling banter ya jadi manusia kacang atom. Manusia kacangan. Bukan manusia kesadaran atom. Tapi supaya ada sedikit pengharapan dan GR, kata nggak mungkin diganti dengan kata belum mungkin saja. Eeh siapa tau suatu saat bisa...he he...optimis dong ! wong kita ini muslim...

Pada tahap berikutnya, tahap orang berpuasa tidak sekedar urusan menahan masuknya makanan dan memindah jam kapan makanan masuk ke tubuh. Puasa para orang alim, puasa orang yang mengetahui seluk beluk hukum relativitas dunia. Dimana ia hanya mau mempelajari, mendekat dan bermukim di wilayah yang bukan relatif. Wilayah eksak, wilayah abadi, Allah. Sehingga bertemulah realitas hadits qudsi ; ""Bila Aku telah mencintai seseorang, Aku menjadi pendengaran untuk telinganya, menjadi penglihatan untuk matanya, menjadi pegangan untuk tangannya, menjadi langkah untuk kakinya " 

Maka terjadilah wilayah tak ada yang tak mungkin. Sebab ia adalah perantara Tuhan setelah rasul.

Tahap expert inilah tahap dimana manusia telah menjadi pewaris nabi, menjadi penyiar. Bukan penangkap siaran, bukan menjadi manusia yang terombang -ambing oleh megatrend kecanggihan aktifitas dunia. Manusia ini telah mempunyai kekuatan mengendalikan apapun bentuk siaran frekwensi dan partikel atom. Tingkat hacker frekwensi. Tingkat penggerak energi. Tingkat pengendali omongan atau suara. Tingkat mukimin cahaya tanpa warna. Tingkat penghulu ilmu. Tingkat sebuah rangkuman kekompleksan segala bentuk kecerdasan manusia tanpa terlalu banyak perantara dalam perwujudannya. 

Kalau ciri utama kekuatan Israel adalah kecerdasan mengolah informasi melalui tumpangan frekwensi atau cahaya, maka begitu mudahnya bagi tingkat pengendali ini membelokkan cahaya , frekwensi, atau struktur partikel. Hanya dengan menggeser satu derajat sudut kemiringan satelit, kacaulah segala indera dan tranformasi data sang gajah. Di sinilah jihad fisik baru bisa dimulai dimana israel tanpa tehnologi akan sangat kecut. Face to face berhadap - hadapan sangat tidak diharapkan mereka. Sedangkan umat Islam malah kebalikannya, ingin segera mati syahid.

Hal ini seperti yang dicontohkan rasulullah. Beliau hijrah dulu ke Madinah membangun kekuatan yang tidak sekedar fisik. Segala ilmu dan sistem sosial beliau arahkan menjadi sebuah kesolidan Tauhid yang menggiring Ilmu dan kekuatan konstruksi kelengkapan unsur manusia sampai tahap mentok. Sehingga ketika beliau bersama para sahabat mudik menahlukkan Makkah, malah pasukan Quraisy yang terlihat gagah, rontok sebelum perang dimulai.


***

Inilah kenapa agama adalah penyempurnaan akhlak. Yang berarti sebuah nilai belajar, dynamic, bukan perebutan materi yang mensifati suasana statis. Segala bentuk aktifitas apapun mulai yang bersifat materi sampai ghaib klenis dipelajari, disempurnakan laku ilmunya, di islamkan, diberserahdirikan sampai tuntas. Kepada siapa ? Ya jelas kepada Maha Akhir, Maha Pamungkas, Allah.

Dan sebagai catatan, bukannya anti materi.Melainkan memahami bahwa dunia ( materi ) hanyalah la'ibun wa lahwun. main-main dan senda gurau belaka. Lalu bagaimana supaya kita bisa menjadikan dunia ini menjadi sebuah senda gurau. Tentu saja harus dengan menguasai sungguh-sungguh setiap keahlian yang dipasrahkan Allah kepada kita.

Logika sederhana, kalau orang nggak bisa nyetir mobil, ketika belajar lalu ada mobil menyalip, pasti gugup dan bisa-bisa mengumpat menganggap mobil tadi bikin gara -gara. Tapi bagi sang ahli tidak. Ia sudah terbiasa dengan pola berfikir global bahwa ya begini ini jalan raya. Ia sudah bisa memetakan apakah mobil tadi melanggar aturan lalu lintas atau terburu nafsu. Tak ada reaksi amarah dalam dirinya. Ia sudah mampu memprediksi bahwa orang yang melanggar rambu dan terburu nafsu ya tinggal nunggu waktu apes saja. Bahkan ia berfikir begitu dengan tetap tenang mengendarai sambil ngobrol bersenda gurau dengan penumpang sebelah. Karena dia pembalap yang sangat serius menekuni bidangnya. Dan ia bisa saja menyalip lagi mobil tadi kapanpun ia mau.

Kuncinya yang terpenting, mulai dari tahap belajar sampai expert bukan terhenti pada apa yang dipasrahkan, bukan pula pada kekhalifahan, melainkan berhenti kepada siapa yang memasrahi dan yang mengamanatkan kekhalifahan itu sendiri. Allah.

Materinya tetap, Allah juga tetap, permainannya dari jaman ke jaman tetap, model ilmunya saja yang berubah-ubah. Sekarang kita tinggal terhenti di materi, berhenti di Hadapan Wajah Allah dan berpuasa selain Allah atau macet ditengah-tengah perputaran ilmu yang selalu silih berganti berubah wujud dan metodenya. Monggo -monggo saja, nggak ada yang membantah, nggak ada yang melarang. Lha wong semuanya sangat jelas kok bagi yang memahami...

Sikap puasa terhadap selain Allah inilah dalam Al Fiil laksana ulat yang memakan daun. Sebuah semangat keduniaan beserta penguasaanya akan pupus sendiri oleh sebuah sikap kesederhanaan hidup. Qana'ah. Sederhana saja, seperti prinsip hukum ekonomi, supply and demand. Kalau nggak ada yang mau beli, orang jualan akan frustasi dan bangkrut dengan sendirinya.

Ealaah..tapi namanya orang kok ya nggak kurang akal. Maka terciptalah ilmu rayuan yang bernama marketing dan advertising. Ilmu yang intinya merubah sesuatu yang sebenarnya hanya sebuah keinginan kecil, menjadi suatu kebutuhan besar dan mutlak yang tak boleh dilewati....

****

Kesimpulannya, gajah adalah orang yang sangat mencintai dunia dengan segala kerepotan pembelaannya. Burung adalah mahluk merdeka yang dengan sesuka hati mencari makna hidup akhirat. Gajah hanya bisa memandang burung sekelebatan saja, tanpa bisa menyentuhnya. Sedangkan burung mampu melihat dengan cermat kemana gajah berlari. Ia bahkan bisa menyentuh atau menyiksanya. Tentu dengan batu panas yang siap ia terjunkan ke tubuh gajah.

Ada benarnya anekdot yang menanyakan kenapa gajah tidak punya sayap ? sebab bila punya sayap , ketika terbang dan hinggap diatas atap, pasti ambruk deh rumah kita. Terus apakah kita mau jadi gajah terbang atau total menjadi Ababil ? terserah monggo kerso....

Sudah terlalu banyak gajah terbang berkeliaran di negeri ini. Sudah banyak sekali rumah saudara sendiri yang ambruk akibat injakannya. Tak lain karena sebenarnya ingin jadi burung, tetapi tak bisa meninggalkan tabiat mengisi perut yang bikin berat tubuhnya. Naasnya isi perutnya ya tetep itu -itu saja. Kekuasaan, jaringan ekonomi, ashabiah, kasta modern yang berupa keheranan produk tehnologi dan berhala bendera yang kesemuanya mensifati langkah gajah. Hentakan penguatan penguasaan materi bumi.

Akhirnya kita tak pernah bisa mengusir penjajah dari tanah suci. Sebab kita sendiri masih begitu senang terjajah oleh kandungan - kandungan tanah yang kita anggap suci......masih senang menjadi gajah yang ingin terlihat hebat....

Ketakutan saya pribadi, jangan - jangan kita ini memang secara tak sadar malah melangkah mengkader diri menjadi pasukan gajah yang suatu saat siap menggugat rumah Allah....wallahua'lam

Wa ba'du, tulisan ini sekedar perenungan diri, jauh dari kemampuan ahli tafsir. Hanya sebuah pemetaan posisi diri di tengah lautan milyaran manusia. Belajar tahu diri kenapa saya sebagai bagian muslim kok selalu tertindas, suka bertengkar dengan sesama, gemar berdebat tentang wairsan pemikiran masa lalu, dan mudah mencurigai sesama. 

Coretan ini terilhami dari cerita sahabat tentang pasukan Garuda yang ngenes nelangsa di Lebanon. Ketika kendaraannya tersesat jalan dan memasuki wilayah Israel, ia diperingatkan dengan baik-baik melalui radio komunikasi " Permisi tentara indonesia, anda memasuki wilayah kami. Mohon segera keluar. Kami akan memandu anda step by step keluar area ini. Mohon dipatuhi. Good Luck !

Tapi cerita berlainan ketika pasukan Garuda lagi istirahat nyantai bermain bola. Lagi asyiknya main bola, eeh...bola itu nyasar ke pekarangan rumah warga. Apa yang terjadi ? orang itu menghardik dengan ucapan-ucapan yang sangat kasar. 

Tentara itu sedih..." kenapa yang kubela malah seperti ini ...? "

Mungkinkah kita juga sering bersikap demikian ketika bola pemikiran penjaga perdamaian memasuki wilayah pekarangan otak kita ?......